Friday 15 July 2016

Leluhur Orang Madagaskar dari Banjar

Oleh AHMAD ARIF
Penelitian genetika termutakhir menemukan, etnis Banjar di Kalimantan Selatan sebagai nenek moyang orang Madagaskar. Diaspora melintasi Samudra Hindia itu terjadi 1.200 tahun lalu dan menjawab teka-teki orang Indonesia yang menjadi leluhur populasi di pulau kecil di pantai timur Afrika tersebut.
Dugaan bahwa nenek moyang orang Madagaskar berasal dari Indonesia sebenarnya telah lama diketahui. Asumsi awal didasarkan pada banyaknya kemiripan tinggalan budaya, seperti alat musik xilofon, perahu cadik, teknik budidaya padi, umbi, kacang hijau, aneka perkakas logam, dan tenun. ”Artefak kebudayaan ini masih dijumpai hingga kini di Madagaskar, misalnya tenun yang mirip dengan di Indonesia timur,” ujar Herawati Sudoyo-Supolo, ahli genetika Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, yang baru-baru ini survei lapangan ke Madagaskar.
Belakangan dipastikan, 90 persen bahasa Madagaskar berakar dari Dayak Ma’anyan yang tinggal di sepanjang Sungai Barito, Kalimantan Selatan. Kesamaan bahasa itu yang membuat Dayak Ma’anyan awalnya diduga sebagai leluhur Madagaskar.
Namun, riset genetika ternyata memberikan petunjuk titik lebih terang. Studi yang dilakukan peneliti Lembaga Biologi Molekuler Pradiptajati Kusuma dan timnya menemukan, genetika Dayak Ma’anyan berbeda dengan orang Madagaskar. Studi telah dipublikasikan pada jurnal Nature Scientific Reports edisi 18 Mei 2016.
Jika bukan Dayak Ma’anyan, lalu etnis di Nusantara yang mana yang telah bermigrasi hingga Madagaskar?
Penelitian lanjutan dilakukan Pradiptajati bersama rekannya dari Universitas Toulouse, Perancis, Nicolas Brucato, dan sejumlah peneliti lain dari Eijkman. Mereka mencocokkan genetika orang Madagaskar dengan seluruh data genetik orang Indonesia lainnya yang telah dikumpulkan sebelumnya. Hasilnya, ditemukan kecocokan genetika Madagaskar dengan orang Banjar.
”Ini temuan terbaru yang mengonfirmasi pencarian panjang selama ini tentang asal-usul genetik Austronesia di Madagaskar,” ujar Pradiptajati, yang saat ini tengah menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Universitas Toulouse.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan pada jurnal Molecular Biology and Evolution, 5 Juli 2016, menurut Herawati, mengukuhkan pentingnya riset genetik untuk memetakan asal-usul dan migrasi manusia.
Revolusi genetika dimulai ketika Compton Crick menemukan struktur DNA (asam deoksiribonukleat) pada tahun 1953. Menurut teori ini, tubuh manusia terdiri atas miliaran sel, yang di dalamnya terdapat nukleus. Di dalam nukleus ada kromosom, kumpulan gen serupa benang.
content
Lebih renik lagi, gen disusun molekul DNA yang merupakan kombinasi basa timin (T), adenin (A), guanin (G), dan sitosin (S). Merekalah penentu warna kulit, rambut, kecenderungan untuk menderita diabetes, bakat gemuk atau kurus, bahkan juga perilaku. Dengan mengetahui kombinasi basa ini, dan perubahannya, pengembaraan DNA manusia bisa dilacak jauh ke belakang.
Di Indonesia, riset genetika untuk pemetaan populasi dilakukan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman sejak 20 tahun lalu. Sebanyak 70 etnik di Indonesia telah dipetakan genetiknya, termasuk migrasinya.
Orang Banjar
Orang Banjar sendiri, menurut Pradiptajati, terbentuk dari percampuran Dayak Ma’anyan dengan Melayu. Percampuran itu diduga terjadi karena kegiatan perdagangan lintas pulau di Nusantara sejak sekitar abad ke-5, dan diduga semakin intensif di era Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7.
”Orang Melayu yang menjadi nenek moyang orang Banjar ini memiliki kemiripan genetik populasi di Semenanjung Malaysia saat ini,” kata Pradiptajati. ”Komposisi orang Banjar adalah 76-77 persen Melayu dan 23-24 persen Dayak Ma’anyan.”
Etnis Banjar inilah yang kemudian berlayar ke Madagaskar 1.000-1.200 tahun lalu. Di Madagaskar, mereka kemudian kawin-mawin dengan orang etnis Bantu dari Afrika Selatan.
”Percampuran genetik antara Banjar dan Bantu di Madagaskar ini terekam pertama kali sekitar 670 tahun lalu dan kemudian membentuk populasi Madagaskar saat ini, yang memiliki komposisi genetis etnis Banjar 36-37 persen dan sisanya etnis Bantu (Afrika),” kata Pradiptajati.
5614134410_0d359130ca_z.jpg
Anak-anak Madagaskar (flickr/Hery Zo Rakotondramanana)
Sekalipun leluhur Banjar merupakan campuran Melayu dan Dayak Ma’anyan, mereka juga memiliki jejak pembauran intensif dengan kebudayaan lain di Nusantara. Jejak itu, misalnya, terlihat dari adanya bahasa Jawa dan Bugis yang dibawa orang Banjar ke Madagaskar. Kata dalam bahasa Jawa yang ditemukan di Madagaskar, misalnya kata rama (ayah) tetap rama, alas (hutan) dilafalkan sebagai ala, raden (bangsawan laki-laki) menjadi rahadyan, dan tumut (ikut) menjadi tumutra. Adapun bahasa Bugis yang ditemui di sana antara lain huta (mengunyah) dilafalkan sebagai ota, leha (pergi) menjadi loka, matua (tetua) menjadi matoa, dan utti (pisang) menjadi untsi.
Diaspora orang Banjar ke Madagaskar menunjukkan kemajuan budaya bahari Tanah Air pada masa lalu. Di sisi lain, terbentuknya etnis Banjar sendiri menunjukkan, pembauran etnis di Nusantara telah berlangsung sangat lama. Jika dilacak lebih jauh lagi, dari mana asal orang Melayu dan Dayak Ma’anyan? Riset genetika membuktikan, pada dasarnya tak ada gen murni. Manusia di dunia, termasuk di Indonesia, ialah campuran beragam genetika dan semuanya pada dasarnya berasal dari Afrika.
Kompas, Sabtu, 16 Juli 2016

No comments:

Post a Comment