Oleh BUDIARTO SHAMBAZY
Hari ini, 53 tahun silam, tepatnya 25 Maret 1964, Bung Karno mengucapkan kalimat yang mungkin termasuk paling bersejarah dalam perjalanan republik ini. Itulah kalimat go to hell with your aid. Jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia, artinya lebih kurang “persetan dengan bantuanmu”.
Presiden Soekarno dan Duta Besar AS Howard Jones
Sejarah mencatat, kalimat yang diucapkan Bung Karno itu tidak berakhir dengan tanda seru. Tetapi, isinya tajam dan ditujukan langsung kepada Duta Besar AS untuk Indonesia (saat itu), Howard Jones. Pernyataan itu disampaikan dalam peletakan batu pertama pembangunan gedung Sarinah di Jalan Thamrin, Jakarta.
Sambil menunjuk Jones, Bung Karno berkata dalam bahasa Inggris, “Ada sebuah negara yang mengancam akan menghentikan bantuan luar negeri kepada Indonesia. Negara itu mengira akan membuat Indonesia takut. Saya katakan, persetan denganmu.”
Bung Karno mengatakan pula, jika bantuan itu distop, ekonomi Indonesia tidak akan kolaps karena “sumber-sumber ekonomi kita kaya”. Pernyataan itu juga didengar oleh sejumlah dubes asing dan tentunya para wartawan. Kontan berita itu langsung disebarkan dan dimuat di sejumlah surat kabar terkenal AS.
Beberapa hari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Dean Rusk di hadapan Komisi Hubungan Luar Negeri DPR AS mengungkapkan, AS akan menyetop bantuan untuk Indonesia kecuali jika Bung Karno menyelesaikan politik konfrontasi melawan Malaysia. Ironisnya, Bung Karno malah memerintahkan Indonesia keluar dari PBB pada awal 1965.
Di arena global, Bung Karno bekerja keras memproyeksikan Indonesia sebagai kekuatan regional yang disegani. Ia percaya, hubungan pribadi di antarpemimpin berpengaruh pada pergaulan internasional. Ia pelopor Konferensi Asia-Afrika (KAA) 1955 dan merasa jadi duta Gerakan Nonblok menghadapi Presiden AS Dwight Eisenhower (1953-1961), Sekjen Partai Komunis Uni Sovyet (PKUS) Nikita Khrushchev (1953-1964), dan Ketua Partai Komunis China Mao Zedong (1945-1976).
Berturut-turut dari atas ke bawah, Presiden Soekarno bersama Eisenhower, Mao Zedong, Nikita Khrushchev, dan John F Kennedy
Setahun setelah KAA, ia diundang Eisenhower ke AS, September 1956. Setelah itu bertemu Mao di Beijing serta Khrushchev di Moskwa. Bung Karno marah ditelantarkan 10 menit sebelum diterima Eisenhower. Hubungan mereka buruk karena Eisenhower mendukung PRRI/Permesta dan memerintahkan CIA membunuh dia.
Hubungan pribadi dia dengan Mao atau Khrushchev hanya basa-basi. Mao malah sering mengundang Ketua Umum PKI DN Aidit ke Beijing. Khrushchev lebih tertarik menumpahkan senjata untuk TNI. Setelah PRRI/Permesta, hubungan Bung Karno-Presiden John F Kennedy (1961-1963) amat akrab.
Waktu di Washington DC tahun 1961, Bung Karno merasa cocok dengan JKF. JFK menghadiahi Bung Karno sebuah heli Sikorsky. Mereka bergosip tentang Gina Lollobrigida.
AS, China, dan Uni Soviet enggan kehilangan Indonesia karena nilai strategisnya. Asumsi JFK, kehadiran pangkalan komunis di Jawa-Sumatera melemahkan kekuatan pakta militer SEATO (Southeast Asia Treaty Organization). Jakarta yang pro Soviet atau China akan mengisolasi Australia-Selandia Baru dari pengawasan Barat.
Soviet dan China mengincar kita lewat strategi “lompat katak”: lebih mudah mengomuniskan daratan Asia Tenggara jika kita di bawah pengaruh satelit mereka. Siapa yang menguasai kita akan mengontrol Samudra India dan Pasifik.
Sebagian dari senjata Soviet yang komitmennya akan mencapai lebih dari semiliar dollar AS merupakan rudal darat-ke-darat yang bernama Kuba. Peralatan militer itu yang digunakan TNI untuk menyerbu ke Semenanjung Malaysia saat puncak konfrontasi tahun 1964.
China tak mau kalah. Mao berjanji mengalihkan teknologi senjata nuklir jika diizinkan melakukan uji coba senjata nuklir di bawah laut di wilayah perairan sekitar Irian Barat atau di sekitar Pulau Mentawai. JFK tak mau ketinggalan, lewat program Atom for Peace meminjamkan 2,3 kilogram uranium untuk pengembangan reaktor nuklir milik ITB di Bandung. Pada tahun 1965, reaktor yang bertujuan damai itu sudah beroperasi sampai 25 persen.
Sejak 1964, Bung Karno rajin menyuplai berbagai jenis senjata ke sejumlah negara Afrika yang memerangi rezim antek bekas negara-negara penjajah. Ia mengundang latihan serdadu Korea Utara, Vietnam Utara, dan Laos. Pilot Kamboja dan Burma berlatih menerbangkan pesawat tempur buatan Soviet, MiG-17, di sini.
Tahun 1965, kita menyuplai berbagai jenis MiG dan kapal-kapal perang untuk Pakistan yang ketika itu terlibat perang melawan India.
Satu-satunya pemimpin Barat yang prihatin menyaksikan Bung Karno dan selalu mengulurkan tangan adalah JFK. Ia beberapa kali menekan Inggris untuk mengalah dari Bung Karno, terutama dalam soal rencana Inggris mendirikan pangkalan militer di Singapura. JFK juga berkali-kali “menginjak kaki” Belanda dalam perundingan Irian Barat.
Setelah JFK tewas, Presiden Lyndon Johnson (1963-1969) melonggarkan komitmen. Ia mengurangi keterlibatan AS di sini karena berbagai alasan, terutama sukarnya menghindari risiko Indonesia menjadi komunis. Itulah sekelumit sejarah tentang “persetan dengan bantuanmu”.
Kompas, Sabtu, 25 Maret 2017