Sunday, 9 September 2018

Gen Denisovan Papua Dikaji

Orang Papua memiliki gen manusia purba Denisovan dengan kadar tertinggi di dunia. Implikasinya terhadap kesehatan masih dikaji, diduga ini terkait dengan kekebalan tubuh.
Sorong, Kompas - Riset genetika menunjukkan, orang Papua memiliki gen Denisovan 4-6 persen. Denisovan merupakan salah satu hominin atau saudara dengan manusia modern (Homo sapiens) yang diketahui punah sejah 50.000 tahun lalu.
"Ini merupakan fakta menarik yang perlu dikaji lebih lanjut, termasuk apa implikasinya terhadap kesehatan," kata Wakil Ketua Lembaga Biologii Molekuler Eijkman Herawati Sudoyo Supolo di Sorong, Papua Barat, Jumat (7/9/2018).
Herawati mengatakan, selama ini data genetik yang menjadi bahan studi berasal dari populasi di Papua Niugini yang dilakukan para peneliti sejumlah negara. Data dari Papua, yang di wilayah Indonesia, masih sangat terbatas. "Karena itu, sejak beberapa tahun terakhir, kami mulai fokus untuk pengambilan materi genetik di Papua sebagai bagian dari upaya untuk melengkapi peta genetik manusia Indonesia," katanya.
Selama 15 tahun terakhir, Lembaga Eijkman lebih banyak bekerja di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Mereka sudah mengambil DNA dari 133 suku di 16 pulau. Untuk Papua baru diperoleh DNA dari 11 suku, padahal Papua memiliki sekitar 220 suku.
Peneliti Eijkman, Gludug Ariyo Purnomo, mengatakan, DNA Papua yang sudah diambil adalah orang Korowai, Kombay, Citak, dan Yaqay di Kabupaten Mappi. Kemudian, Walsa dan Fermanggam di Kabupaten Kerom. "Kami juga sudah punya DNA orang Dani dan Sentani. Kali ini kami mendapatkan tambahan data DNA dari orang Serui, Maybrat, dan Biak," ucapnya.
Data genetik tentang Papua ini tidak hanya penting untuk mempelajari migrasi manusia, tetapi juga sangat berguna untuk memahami kerentanan dan daya tahan terhadap penyakit, misalnya malaria dan talasemia. Sebagai daerah endemik malaria, diduga populasi di Papua telah beradaptasi terhadap parasit malaria. Adaptasi ini bisa dilihat dari mutasi gennya.
DNA purba
Menurut Herawati, temuan-temuan terbaru tentang tingginya DNA Denisovan pada orang Papua juga menarik dikaji lebih lanjut. Studi genetik sebelumnya mengungkap bahwa manusia modern (Sapiens) saat ini memiliki bauran genetika purba Neandertal dan Denisovan.
Neandertal, Denisovan, dan Sapiens awalnya berasal dari leluhur yang sama hingga sekitar 8.000.000 tahun lalu. Namun, leluhur mereka kemudian berpisah evolusinya sekitar 600.000 tahun lalu. Leluhur Neandertal dan Denisovan berpisah sekitar 380.000 tahun lalu. Baru sekitar 200.000 tahun lalu Sapiens menjadi sosok manusia yang anatominya sudah menyerupai manusia seperti saat ini.
DNA Neandertal ditemukan di hampir semua populasi modern di luar Afrika. Hal ini menunjukkan bahwa Sapiens baru bertemu dengan Neandertal setelah leluhur mereka yang keluar dari Afrika sekitar 120.000 tahun lalu. Proporsi Neandertal tertinggi terdapat pada orang Kaukasus (Eropa Timur) berkisar 1-2 persen. Denisovan hanya ditemukan pada populasi modern di Asia Timur, Indian-Amerika, Asia Tenggara, dan yang tertinggi di Oseania, termasuk Papua 4-6 persen.
Leluhur Papua diduga bertemu dengan Denisovan di daratan Asia dalam perjalanan migrasi dari Afrika. Terkait dengan migrasi masa lalu, leluhur Papua diketahui telah tiba di Nusantara sejak sekitar 50.000 tahun lalu, merupakan bagian dari gelombang pertama migrasi manusia modern keluar dari Afrika.
Herawati mengatakan, pembauran gen antara manusia modern dengan Neandertal dan Denisovan tengah menjadi fokus banyak peneliti di dunia, termasuk implikasinya terhadap kesehatan dan penyakit genetik.
Misalnya, beberapa studi menunjukkan bahwa keberadaan gen Neandertal pada manusia modern turun berperan mengurangi tingkat kesuburan laki-laki, kelainan neurologi, kulit, kekebalan tubuh, hingga kecenderungan perilaku merokok. Namun, pengaruh gen Denisovan terhadap manusia modern masih jarang diketahui. (AIK)
Kompas, Sabtu, 8 September 2018

No comments:

Post a Comment