Monday, 17 August 2020

Evaluasi Durabilitas Permukaan Dalam Wadah Gelas

Berdasarkan USP <1660> Evaluation of the Inner Surface Durability of Glass Containers

Dalam penentuan tipe gelas, ada pengujian ketahanan terhadap hidrolitik yang memberikan indikasi durabilitas kimia permukaan dalam wadah gelas. Namun, hasil pengujian ini ternyata tidak memiliki korelasi langsung yang jelas dengan kerentanan delaminasi atau pembentukan partikel gelas.

Nilai jumlah alkali dalam uji ketahanan hidrolitik merupakan nilai total dari seluruh permukaan dalam wadah. Nilai ini masih cukup representatif untuk wadah gelas yang dibentuk secara pencetakan (molded), yang sifat permukaannya homogen. Wadah gelas tubuler memiliki area tertentu yang lebih lemah terhadap delaminasi. Misalnya, area leher dan dasar vial yang mendapatkan pemanasan lebih lama dibandingkan area lain.
Nilai alkalinitas rendah dapat ditunjukkan oleh wadah yang mendapatkan perlakuan dengan amonium sulfat. Namun, perlakuan ini sendiri dapat membentuk lapisan permukaan dalam yang kaya-silika, memperlemah struktur gelas, dan meningkatkan risiko delaminasi karena cairan produk yang diformulasi dengan bahan yang agresif.
Formula cairan produk merupakan variabel penting penentu risiko delaminasi. Uji ketahanan yang menggunakan air sebagai media ekstraksi tentu tidak sepadan bila dibandingkan formula yang mengandung bahan-bahan seperti asam-asam organik, EDTA, atau larutan dengan kekuatan ion tinggi atau pH tinggi. Uji gelas permukaan hanyalah langkah awal dalam pengendalian mutu durabilitas kimia permukaan. Metode penapisan tambahan diperlukan untuk memastikan kesesuaian wadah terhadap formula yang akan diisikan, sebelum uji stabilitas resmi dilakukan.
Metode penapisan prediktif digunakan untuk mengevaluasi wadah gelas dari vendor yang berbeda. Antara vendor yang satu dengan yang lain bisa memiliki perbedaan dalam proses pembuatan (pencetakan atau tubuler), formula gelas (tipe ekspansi 32-33 atau 48-56), dan perlakuan pasca-formasi.
Metode penapisan ini juga bisa membantu memeriksa variasi antar-lot dari satu vendor. Penapisan dilakukan saat proses pengembangan produk, terutama jika formula cairan dan proses produksi diidentifikasi memiliki tendensi menimbulkan delaminasi gelas.
Ada tiga parameter kunci yang dapat digunakan dalam evaluasi, yakni pengamatan visual dan profil kimia lapisan permukaan dalam; identitas dan jumlah unsur yang terekstraksi ke dalam larutan; dan jumlah partikel visibel dan subvisibel dalam larutan.
Pengamatan visual dengan menguji derajat sumuran permukaan (surface pitting) dapat dilakukan dengan instrumentasi seperti mikroskop pemindai elektron (scanning electron microscopy, SEM) atau mikroskop diferensial gangguan kontras (differential interference contrast, DIC). SEM memberikan resolusi tinggi morfologi permukaan yang mengalami sumuran, delaminasi, dan kerusakan lainnya. Namun, cara ini bersifat destruktif, memerlukan pemotongan sampel dengan gergaji intan sebelum dianalisis. Selain menimbulkan kesulitan dalam membersihkan saksama debu yang terbentuk dan menempel pada permukaan yang akan diperiksa, pemotongan bisa saja terjadi tepat pada bagian yang mengalami kerusakan sehingga informasi penting pun lenyap (Wei et al, 2012).
Pemeriksaan permukaan menggunakan mikroskop DIC dapat dilakukan dengan sampel utuh. Seluruh sisi dinding wadah dapat diperiksa dengan translasi dan rotasi sampel. Kelemahan pengamatan mikroskopi DIC adalah sulit membedakan antara tonjolan (area yang kaya borat alkali) dan sumuran (Panighello dan Pinato, 2020).
Contoh gambar SEM permukaan dalam gelas sebelum pengisian cairan dan setelah otoklaf 60 menit 121°C (Panighello dan Pinato, 2020)
Contoh gambar DIC permukaan dalam gelas sebelum pengisian cairan dan setelah otoklaf 60 menit 121°C (Panighello dan Pinato, 2020)
Komposisi kimia sebagai fungsi kedalaman dari permukaan dapat diperiksa secara spektrometri massa ion sekunder (SIMS). Dalam teknik ini, sampel dibombardir tembakan ion primer mulai dari permukaan dan kemudian masuk ke lapisan yang lebih dalam. Tembakan ion ini menyebabkan emisi ion sekunder dari sampel, yang kemudian dianalisis unsurnya. Contoh profil SIMS di bawah ini menunjukkan boron (B) dan natrium (Na) terkuras dari permukaan dalam gelas hingga kedalaman sekitar 40 nanometer (Haines et al, 2013).
Profil SIMS yang menunjukkan perbedaan komposisi kimia berupa penurunan dua unsur hingga kedalaman tertentu dari permukaan (Haines et al, 2013)
Dalam kondisi asam dan netral, serangan kimia terhadap gelas menggunakan jalur pertukaran ion (Biavati et al, 2017). Perpindahan ion natrium dari gelas ke larutan meningkatkan pH cairan produk. Peningkatan kandungan ion juga dapat dideteksi dari kenaikan konduktivitas cairan. Dalam kondisi basa, mekanisme korosi melalui jalur disolusi jaringan silika gelas. Peningkatan kadar SiO₂ dapat diukur dengan instrumentasi seperti ICP-MS atau ICP-OES.
Pemeriksaan keberadaan serpihan dan partikel visibel dapat dilakukan secara inspeksi visual. Jumlah dan ukurannya dapat ditentukan dengan alat penganalisis ukuran partikel. Sedangkan instrumen yang dapat digunakan untuk memeriksa morfologi dan komposisi kimia lamela atau partikel adalah SEM-EDS.

Kondisi penapisan agresif

Kondisi agresif digunakan untuk menentukan wadah gelas yang paling tahan terhadap serangan cairan kimia. Kondisi ini juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jika ada perubahan mutu gelas atau perubahan proses manufaktur wadah gelas. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk membuat kondisi agresif, yakni paparan suhu tinggi dan cairan dengan komposisi diketahui dapat menyerang gelas. USP memberikan tiga model kondisi agresif, antara lain:
  • Larutan KCl 0,9% pH 8,0, dengan pemanasan 1 jam 121°C, satu atau dua siklus;
  • Larutan Natrium Sitrat 3% pH 8,0, dengan pemanasan 24 jam 80°C;
  • Larutan Glisin 20 mM pH 10,0, dengan pemanasan 24 jam 50°C.
Perubahan penampakan permukaan gelas (sumuran, retakan) dan komposisi cairan uji (peningkatan kadar SiO₂, perubahan pH, peningkatan jumlah partikel subvisibel) dapat menjadi indikator dalam pengujian ketahanan gelas ini.
Metode lain yang bisa digunakan adalah uji pewarnaan menggunakan biru metilen. Bahan pewarna ini merupakan senyawa kationik, yang berinteraksi dengan gelas secara adsorpsi dengan mekanisme pertukaran ion. Tetrahedron silika murni sangat rapuh sehingga memerlukan oksida-oksida natrium, aluminium, kalium, kalsium, magnesium, barium, dan boron untuk memperkuatnya. Saat berinteraksi dengan gelas, biru metilen dapat menggantikan ion seperti Na⁺ atau H⁺ dalam jaringan SiO₄ secara pertukaran ion. Pewarnaan dilakukan dengan mengisikan larutan biru metilen 1,5%, 2 mL per vial, dan dikocok semalaman atau lebih dari 8 jam. Wadah gelas selanjutkan dibilas dengan air bebas mineral dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan (Zhao et al, 2014; Cailleteau et al, 2008).
Kondisi yang digunakan dalam penapisan agresif terlalu kuat sehingga kurang menggambarkan jika digunakan untuk penapisan wadah gelas spesifik produk. Masalah delaminasi yang muncul dalam uji stres belum tentu terjadi pada produk obat, karena formula yang tidak korosif dan suhu penyimpanan yang tidak tinggi.
Di samping uji stres, USP memberikan dua kondisi tambahan dalam strategi penapisan wadah gelas, yakni Kontrol Air dan Kontrol Produk Obat. Dengan wadah yang sudah dicuci dan dipirogenasi, Kontrol Air menggunakan Air untuk Injeksi sebagai cairan isi. Pemanasan dengan otoklaf dilakukan jika produk obat nantinya juga disterilisasi akhir. Sampel selanjutnya diuji stabilitas dipercepat. Kontrol Produk Obat menggunakan kondisi yang sama dengan Kontrol Air, hanya berbeda pada cairan isi yang menggunakan larutan produk sebagai pengganti air.
Karena suhu yang digunakan dalam uji stabilitas dipercepat tidak setinggi kondisi agresif, waktu kemunculan gejala delaminasi menjadi lebih lama, bisa dalam hitungan minggu, bahkan bulan. Jumlah sampel harus cukup besar untuk mendapatkan hasil yang representatif menggambarkan mutu gelas.

Pustaka tambahan:

Biavati A, Poncini M, Ferrarini A, Favaro N, Scarpa M, Vallotto M (2017) Complexing agents and pH influence on chemical durability of type I molded glass containers. PDA J. Pharm. Sci. Technol. 71(4): 306-316
Cailleteau C, Angeli F, Devreux F, Gin S, Jestin J, Jollivet P, Spalla O (2008) Insight into silicate-glass corrosion mechanisms. Nat. Mater. 7(12): 978-983
Haines D, Scheumann V, Rothhaar U (2013) Glass flakes: Pre-testing stops a big problem before it even starts. Contract Pharma https://www.contractpharma.com/issues/2013-06/view_features/glass-flakes/
Panighello S, Pinato O (2020) Investigating the effects of the chemical composition on glass corrosion: A case study for type I vials. PDA J. Pharm. Sci. Technol. 74(2): 185-200
Wei Z, Torraca G, Masatani P, Sloey C, Phillips J (2012) Nondestructive detection of glass vial inner surface morphology with differential interference contrast microscopy. J. Pharm. Sci. 101(4): 1378-1384

No comments:

Post a Comment