Oleh EDNA C PATTISINA
Di atas kertas, persenjataan tentara Australian Defense Force lebih canggih dibandingkan dengan Tentara Nasional Indonesia. Namun, dalam pertempuran, kemenangan tidak hanya ditentukan kecanggihan senjata. Kemenangan prajurit TNI Angkatan Darat saat duel memperebutkan posisi petembak terbaik dalam Australian Army Skill at Arms Meeting 2017 menjadi pelajaran terbaik.
Sersan Dua Woli Hamsan meraih predikat petembak terbaik dalam lomba keterampilan militer Australian Army of Skill at Arms Meeting (AASAM) 2017 di Victoria, Australia, akhir Mei. Ia berhasil mengalahkan tentara Australia dalam duel menembak sasaran enam pelat. (Arsip/TNI AD)
Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 2017 merupakan acara persahabatan antar-angkatan darat yang diadakan di Puckapunyal Military Area, Victoria, Australia, 5-26 Mei. Peserta terdiri atas 18 negara, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Malaysia. Acara tersebut melibatkan lebih dari 200 prajurit AD.
Di acara yang memperebutkan 68 medali emas itu dibangun semangat kompetisi yang sehat, yaitu kemampuan menembak menjadi parameter. Sebuah parameter yang sederhana, tetapi esensial, terutama untuk mencerminkan profesionalisme prajurit.
Nomor terakhir adalah memperebutkan posisi petembak terbaik. Nomor ini paling bergengsi karena bagi AD, senapan adalah senjata utama. Ibaratnya, palu bagi tukang dan kuas bagi pelukis. Di AASAM, tahap awal, 20 petembak terbaik selama lomba diadu. Babak terakhir diisi dengan duel dua petembak. Pemenang biasanya diarak dengan kursi di atas tandu, diiringi musik pipa tradisional Australia.
Di AASAM 2017, dua petembak pada babak terakhir berasal dari Australia dan Indonesia. Nomor duel ini digelar dengan menggunakan sasaran berupa enam keping pelat bulat kecil yang menempel dari atas ke bawah di sebuah tiang. Pelat tersebut diwarnai biru di sisi kanan dan hijau di sisi kiri. Engsel digunakan untuk menempel ke tiang, membuat masing-masing pelat bisa berayun bebas ke kiri-kanan. Ketika sisi biru ditembak dari depan, ia akan berayun sehingga sisi hijau yang akan menghadap ke depan. Setiap petembak dibekali 40 peluru di dua magasin.
Tak kurang akal
Mekanisme duel adalah saat kedua petembak menyerang sekaligus bertahan. Petembak di sisi biru menyerang dengan menembak setepat mungkin sisi pelat-pelat berwarna biru sehingga berayun ke sisi lawan. Sisi yang pelat yang terlihat kini adalah sisi hijaunya. Pada saat sama, petembak di sisi hijau akan melakukan hal sama sehingga petembak di sisi biru akan ketambahan pelat berwarna biru. Upaya petembak sisi biru menyerang dengan menambah ayunan pelat yang memunculkan sisi hijau harus disertai upaya bertahan mencegah berayunnya pelat-pelat lain dari sisi hijau ke sisi biru. Pemenangnya adalah pihak yang paling lebih dahulu mengayunkan semua pelat yang terlihat menjadi sisi pelat dengan warna lawan.
Letkol Yosep Tanada Sidabutar, Komandan Tim TNI AD Indonesia, berhasil membuat strategi. Menurut dia, Australia sebagai tuan rumah punya keunggulan karena model pelat yang tidak sama dengan yang biasa dipakai TNI AD. “Namun, kami tak boleh kurang akal,” cerita Yosep yang juga Kepala Staf Brigade Lintas Udara 17/Kujang Divisi I Kostrad.
Daripada menembak sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya, Yosep pun atur strategi sebaliknya. Strategi ini yang diperintahkan ke Sersan Dua Woli Hamsan, petembak Indonesia yang masuk ke babak duel, untuk dilaksanakan. “Saya bilang ke Woli, biar tentara Australia tembak-tembak dulu. Yang penting, dua dari pelat yang paling atas harus kamu pertahankan. Untuk bisa menang, dia harus ubah semua pelat,” cerita Yosep.
Saat pertandingan, prajurit Australia berusaha dengan cepat menembak semua pelat untuk mengayunkan sisi hijau berubah jadi sisi biru. Woli tetap tenang. Dia hanya fokus mempertahankan dua pelat teratas sambil sesekali menembak pelat lain. Tak berapa lama, 20 peluru prajurit Australia di magasinnya habis. Ia harus mengisi ulang. Detik-detik inilah yang dimanfaatkan Woli. dengan tenang, ia menembak pelat-pelat yang tersisa. “Dor-dor-dor-dor,” empat pelat lalu berayun menampakkan sisi hijaunya.
Setelah itu bisa diduga, sorak-sorai bergembira di kubu Indonesia. Woli yang di senapan SS-2-nya masih ada 3 butir peluru dibopong prajurit TNI AD. Sehari-hari, Woli yang bertugas di Divisi 1 Kostrad ini akhirnya berhasil mendapatkan the best of the best. Namun, predikat juara umum adalah hasil kerja sama tim sehingga dengan 28 emas, 6 perak, dan 5 perunggu, Indonesia jauh di atas peringkat kedua, Australia dengan 14 emas, 16 perak, dan 16 perunggu.
Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono mengapresiasi tim anggota. Tahun ini ke-10 kalinya pertandingan digelar sejak 2008. TNI AD pernah menjuarai AASAM 2017 (maksudnya 2016?). “Saya memaknai keberhasilan ini momen masyarakat Indonesia lebih mencintai TNI AD,” kata Mulyono.
Bagi TNI AD, kemenangan ini juga menunjukkan profesionalisme prajurit TNI. Menurut Mulyono, setiap prajurit TNI AD harus bisa menembak tepat 80 persen. Kemenangan ini juga menunjukkan senapan produksi PT Pindad, yaitu SS-2, unggul di kelasnya. Secara domestik, kemenangan ini penting bagi hubungan TNI AD dengan rakyat.
Kemenangan Woli ini menjadi pelajaran berharga. Tentara profesional adalah hasil dari kerja keras dan cerdas, juga tidak hanya individual, tetapi juga tim dan sistem. Salah satu pelajaran adalah cerita Panglima Kostrad Letjen Edy Rahmayadi. Menurut dia, Indonesia belum mampu menggelar kompetisi seperti AASAM. Alasannya juga karena tidak punya infrastruktur penunjang. Peralatan di AASAM bisa dikatakan cukup canggih karena menciptakan skenario tempur realistis. ADF Australia juga memakai robot yang bisa bergerak meski diacak.
Namun, kepiawaian tentara Indonesia mengundang decak kagum. TNI mengukur kecepatan angin secara tepat dengan melempar rumput ke atas, sementara prajurit negara lain memakai wind meter. Keunggulan itu dibangun dengan menggunakan karakteristik lokal, bukan meniru negara lain. Namun, hal itu tetap harus dikombinasi dengan sisi lainnya, yaitu sistem di TNI AD yang juga harus semakin dibuat canggih dengan teknologi.
Kontingen TNI AD yang dipimpin Letkol Inf Josep T. Sibabutar saat tiba di Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Minggu (28/5/2017). Rombongan berjumlah 14 orang yang terdiri dari 4 orang official dan 10 orang petembak. (Arsip/TNI AD)
Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Mulyono menerima laporan kembalinya Kontingen TNI AD yang telah selesai mengikuti Lomba Tembak Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) 17 Tahun 2017 di Puckapunyal, Australia, Selasa (30/5/2017) di Aula Serba Guna Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta. (Arsip/TNI AD)
Kompas, Minggu, 4 Juni 2017
No comments:
Post a Comment