Uji disolusi in vitro dan pelepasan obat dapat menggambarkan kinerja obat in vivo, seperti bioavailabilitas. Uji disolusi terbanding dapat memiliki arti penting untuk studi bioavaiabilitas komparatif, bahkan dapat menjadi pengganti studi bioekivalensi in vivo tersebut (biowaiver).
Model pendekatan matematis independen digunakan dalam membandingkan profil disolusi dari dua produk, yakni obat uji (T) dan obat komparator(R). Perbandingan juga dapat dilakukan antara produk dengan dua kekuatan dari produsen yang sama atau antara produk yang sama, sebelum dan sesudah mengalami perubahan dari yang telah disetujui dalam registrasi produk tersebut.
Pembandingan profil disolusi dilakukan dengan menghitung faktor kemiripan f₂ menggunakan persamaan:
Rₜ dan Tₜ merupakan persentase kumulatif rata-rata obat yang terlarut pada tiap titik waktu sampling dari obat komparator (R) dan obat uji (T).Nilai f₂ 50 atau lebih besar (50-100) menunjukkan kemiripan profil disolusi dua produk. Penghitungan faktor kemiripan ini harus menggunakan minimal tiga titik waktu, tidak termasuk titik nol. Ada perbedaan penetapan titik terakhir antara beberapa badan regulasi obat (Diaz et al, 2015).
Jika obat uji dan obat komparator memiliki disolusi sangat cepat, yakni lebih dari 85% melarut dalam waktu tidak lebih dari 15 menit dalam media dengan metode uji yang dianjurkan, pada media tersebut nilai f₂ tidak perlu dihitung.
Tabel Perbandingan Kondisi Uji Disolusi Terbanding FDA, EMA, WHO, ASEAN, dan BPOM
|
FDA
(2017) |
EMA
(2010) |
WHO
(2006) |
ASEAN
(2015) |
BPOM
(2011, 2015) |
Penetapan
titik akhir |
Hanya
satu pengukuran yang digunakan setelah kedua (both) produk terdisolusi 85% |
Tidak
lebih dari 1 nilai rata-rata >85% terlarut dari salah satu (any) formulasi. |
Maksimal
1 titik waktu digunakan setelah obat komparator mencapai disolusi 85%. Dalam
kasus 85% tidak dapat tercapai, disolusi dilakukan hingga asimtot (grafik
mendatar) tercapai. |
Tidak
lebih dari 1 nilai rata-rata >85% terlarut dari salah satu (any) formulasi. |
Tidak
lebih dari satu nilai rataan dari tiap titik sampling ≥ 85% zat aktif
terlarut untuk tiap obat. [BPOM menerapkan prinsip yang sama dengan pedoman EMA dan ASEAN] |
Variabilitas |
Koefisien variasi ≤20%
pada titik waktu awal (misalnya 15 menit) dan ≤10% pada titik waktu
berikutnya. |
Simpangan baku relatif atau koefisien variasi tiap produk harus <20% pada titik waktu pertama dan <10% pada
titik waktu kedua hingga terakhir. | Persen koefisien variasi ≤20%
pada titik waktu awal hingga 10 menit dan ≤10% pada titik waktu berikutnya. |
Simpangan baku relatif atau koefisien variasi tiap produk harus <20% pada titik waktu pertama dan <10% pada
titik waktu kedua hingga terakhir. | Simpangan baku relatif untuk masing-masing obat pada titik sampling pertama tidak boleh lebih besar dari 20% dan untuk titik sampling berikutnya tidak lebih besar dari 10%. |
Alat
dan agitasi |
Alat 1:
100 rpm Alat
2: 50 rpm atau 75 rpm (dengan justifikasi) |
Keranjang:
100 rpm Dayung:
50 rpm |
Keranjang:
100 rpm Dayung:
75 rpm |
Keranjang:
100 rpm Dayung:
50 rpm |
Keranjang:
100 rpm Dayung:
50 rpm (atau 75 rpm jika terjadi coning) |
Media
disolusi |
HCl
0,1 N atau cairan lambung simulasi (tanpa enzim) Dapar
pH 4,5 Dapar
pH 6,8 atau cairan usus simulasi (tanpa enzim) Untuk kapsul dan tablet salut gelatin, cairan lambung dan usus simulasi dengan enzim dapat digunakan. |
pH 1,0-1,2
(HCl 0,1 N atau cairan lambung simulasi) Dapar
pH 4,5 Dapar pH
6,8 |
Dapar atau
larutan HCl pH 1,2 Dapar asetat
pH 4,5 Dapar
fosfat pH 6,8 Surfaktan sebaiknya dihindari, tetapi masih dapat digunakan. Enzim dapat digunakan pada produk kapsul atau kaplet mengandung gelatin. |
pH 1,2
(HCl 0,1 N atau cairan lambung simulasi) Dapar
pH 4,5 Dapar pH
6,8 |
pH 1,2
(larutan HCl) pH 4,5
(bufer asetat) pH 6,8
(bufer fosfat) Diperbolehkan menggunakan surfaktan dengan jumlah yang relevan (maksimum 1%) |
Volume |
≤ 500
mL (atau 900 mL dengan justifikasi) |
≤ 900
mL |
≤ 900
mL |
≤ 900
mL |
≤ 900
mL |
Suhu |
37 ±
0,5° |
37 ± 1° |
37° |
37 ± 1° |
37 ± 1° |
Pustaka
ASEAN (2015) ASEAN Guideline for the Conduct of Bioequivalence Studies. Vientiane: ASEAN
BPOM (2011) Buku Tanya Jawab Pedoman Uji Bioekivalensi Jilid II. Jakarta: Badan POM
BPOM (2015) Pedoman Uji Bioekivalensi 2015. Jakarta: Badan POM
Diaz DA, Colgan ST, Langer CS, Bandi NT, Likar MD, Alstine LV (2015) Dissolution similarity requirements: how similar or dissimilar are the global regulatory expectations? AAPS J. 18(1): 15-22. doi: 10.1208/s12248-015-9830-9
EMA (2010) Guideline on the Investigation of Bioequivalence. London: EMA, CPMP/EWP/QWP/1401/98 Rev 1
FDA (2017) Guidance for Industry: Waiver of In Vivo Bioavailability and Bioequivalence Studies for Immediate-Release Solid Oral Dosage Forms Based on a Biopharmaceutics Classification System. Silver Spring: CDER FDA
USP <1090> Assessment of Solid Oral Drug Product Performance and Interchangeability, Bioavailability, Bioequivalence, and Dissolution.
WHO (2006) Multisource (generic) pharmaceutical products: guidelines on registration requirements to establish interchangeability. Dalam: WHO Expert Committee on Specifications for Pharmaceutical Products: fortieth report (WHO Technical Report Series, No. 937). Geneva: WHO
No comments:
Post a Comment