JAKARTA, KOMPAS – Gerakan Kebaikan Indonesia diluncurkan pada Jumat (18/9) malam. Harapannya, gerakan itu bisa menghubungkan orang-orang Indonesia yang berada di dalam dan luar negeri untuk sama-sama membangun bangsa dan negara.
Sekretaris Gerakan Kebaikan Indonesia Nugroho Dewanto menjelaskan, gerakan ini lahir dari kecintaan anak-anak Tanah Air untuk berkontribusi kepada masyarakat. Gerakan itu tak seperti organisasi masyarakat yang bersifat keanggotaan, tetapi serangkaian jaringan antarpenduduk Indonesia.
“Kami berjejaring antara lain dengan petani, perajin, dan pengusaha dari dalam negeri. Terkadang, mereka kebingungan mencari informasi tentang teknologi dan tren global terbaru,” kata Nugroho.
Di samping itu, terdapat orang-orang Indonesia yang tinggal di luar negeri karena kuliah, bekerja, ataupun menikah dengan orang asing yang ingin membantu Indonesia, tetapi tidak memiliki akses. Hal itu misalnya ingin membuat klinik, perpustakaan, ataupun usaha kecil dan menengah untuk membantu masyarakat di daerah-daerah miskin.
“Gerakan Kebaikan Indonesia bertindak sebagai mediator yang menghubungkan orang-orang tersebut dengan pihak-pihak terkait, seperti pemerintah kabupaten/kota dan individu-individu yang bisa memungkinkan terwujudnya niat tersebut,” ujar Nugroho.
Surat
Sebagai salah satu bukti keinginan untuk membantu tersebut, Gerakan Kebaikan Indonesia menerbitkan buku Surat dari Rantau yang berisi surat-surat dari 26 orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Para penulis surat tersebut sukses di bidang masing-masing. Latar belakang mereka pun beragam, ada yang pengusaha, ilmuwan, pemain film, dan mantan tenaga kerja Indonesia. Mereka berbagi pengalaman dan saran dalam membantu bangsa. Surat-surat itu dibacakan pemain film Olga Lidya dan Sha Ine Febriyanti, sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo, serta Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.
Salah satunya adalah surat dari S. Paul Sumitro, insinyur sipil kelahiran Singkawang, Kalimantan Barat. Paul yang kini berkewarganegaraan Jepang dan tinggal di Amerika Serikat itu tetap merasa bahwa dirinya adalah putra Indonesia. Setiap tahun, ketika pulang ke Indonesia untuk mengunjungi sanak saudara, ia juga menyempatkan diri mengajar sebagai dosen tamu di beberapa perguruan tinggi.
Juga ada surat dari Astrid Saraswati Vasile yang bekerja sebagai kontraktor bangunan di Australia. Ia menerangkan sistem pembangunan infrastruktur di Australia yang bisa diterapkan di Indonesia demi memperbaiki sistem agar berguna bagi semua lapisan masyarakat.
Anggota Dewan Pengawas Gerakan Kebaikan Indonesia, Bina Bektiati, mengatakan di dalam pidato sambutannya, diaspora Indonesia merupakan kekuatan yang patut dimanfaatkan. Jejaring itu bisa diakses lewat situs www.kabar-rantau.com dan www.salam-indonesia.com. (DNE)
Kompas, Sabtu, 19 September 2015
No comments:
Post a Comment