LONDON, SABTU — Kemenangan Sadiq Khan (45), keturunan imigran Muslim yang terpilih menjadi Wali Kota London, menjadi simbol bahwa tak ada yang tak mungkin di Inggris.
"Saya tidak pernah bermimpi bahwa orang seperti saya bisa terpilih menjadi Wali Kota London. Saya ingin berterima kasih kepada setiap warga London yang telah mewujudkan sesuatu yang tak mungkin jadi mungkin," kata Khan dengan suara bergetar dalam pidato di balai kota, Sabtu (7/5) dini hari. Khan akan menggantikan Boris Johnson, wali kota yang karismatik.
Kemenangan Khan yang berasal dari Partai Buruh atas rivalnya, Zac Goldsmith (41), dari Konservatif, merupakan hasil perjuangan luar biasa. Bukan hanya karena kedua sosok ini sangat kontras latar belakangnya, melainkan juga karena kampanye kedua kubu demikian panas.
Kedua kandidat sama-sama anggota parlemen. Bedanya, Goldsmith berasal dari keluarga Yahudi yang kaya raya. Ayahnya adalah pengusaha besar yang bergerak di bidang perhotelan dan keuangan. Kakak Goldsmith adalah Jemima Goldsmith (mantan istri Imran Khan), yang merupakan sahabat mendiang Putri Diana. Goldsmith mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah elite di Inggris, seperti Eton dan Cambridge.
Jelata
Adapun Khan berasal dari keluarga jelata. Ayahnya imigran Pakistan yang bekerja sebagai sopir bus, ibunya adalah tukang kelim, dan kakaknya sebagai montir. Khan merupakan anak kelima dari delapan bersaudara yang tinggal di perumahan rakyat di Tooting yang disubsidi pemerintah.
Khan ingin menjadi dokter gigi, tetapi sang guru melihat "bakat terpendam" Khan sebagai orator dan mengarahkannya untuk belajar hukum. Ia meraih gelar sarjana hukum dari North London University, dan mengambil spesialisasi masalah HAM.
Latar belakang Khan yang sederhana dan pergulatannya yang keras untuk meraih sukses menginspirasi banyak lapisan masyarakat di Inggris. Inilah kunci sukses Khan. Dia tahu apa kebutuhan rakyat karena berasal dari lingkungan yang sama.
Ganas
Namun, semakin mendekati hari pemungutan suara, Kamis (5/5), kampanye Khan versus Goldsmith berubah menjadi kasar dan kotor. Apalagi, ketika di berbagai jajak pendapat, Khan selalu unggul dari pesaingnya.
Mulailah kubu Goldsmith memainkan faktor "ras dan agama". Paling mudah adalah dengan membangkitkan Islamofobia. Langkah ini disambut Partai Buruh dengan pernyataan-pernyataan anti Yahudi. Akibatnya, mantan Wali Kota London Ken Livingstone diskors karena komentarnya yang anti Yahudi.
Sementara kubu Konservatif terang-terangan mengaitkan Khan dengan kelompok teroris. Bahkan, dalam artikel yang ditulis sendiri oleh Goldsmith di edisi Minggu Daily Mail, judul yang dipilih sangat tendensius: "Apakah Kita akan Menyerahkan Kota Terhebat di Dunia Ini pada Partai Buruh yang Menganggap Teroris sebagai Teman?"
Artikel ini membuat berang bukan saja kubu Buruh, tetapi juga sebagian kubu Konservatif yang menilai Goldsmith dan tim kampanyenya kebablasan. Sejumlah pengamat menilai, langkah yang diambil Goldsmith justru "mengubur" diri sendiri.
"Pemilihan umum ini tentunya bukan tanpa kontroversi dan saya sangat bangga bahwa hari ini London memilih harapan daripada ketakutan, persatuan daripada perpecahan," kata Khan, yang memiliki istri ahli hukum, Sayeeda, dan dua remaja putri.
Tantangan
Hasil akhir penghitungan menunjukkan Khan unggul 57 persen berbanding 43 persen. Kampanye "hitam" rupanya tak laku dijual kepada warga London yang lebih peduli pada masalah perumahan, transportasi, dan lapangan kerja. Khan bertekad bekerja keras untuk memenuhi janjinya pada warga London yang telah memberinya "kepercayaan dan harapan".
Perumahan dan transportasi yang terjangkau rakyat, pengurangan polusi udara, dan gaji pekerja yang lebih baik merupakan janji Khan. "Saya ingin setiap warga London memiliki kesempatan seperti yang London berikan kepada saya dan keluarga. Kesempatan yang bukan sekadar untuk bisa bertahan hidup, tetapi juga sukses," kata Khan.
(AFP/REUTERS/MYR)
Kompas, Minggu, 8 Mei 2016
No comments:
Post a Comment