Oleh CHRIS PUDJIASTUTI
Mal-mal yang dibanjiri sebagian warga kota besar tak menyurutkan minat orang untuk menghirup udara segar dan berbagi kehidupan dengan satwa di kebun binatang. Salah satu kebun binatang yang bertahan selama lebih seabad adalah Kebun Binatang (KB) Surabaya, di Jalan Setail nomor 1, kawasan Darmo.
Gorila “King Kong” bernama Makua, Senin (13/11/1979) sore, tiba di lapangan udara Halim Perdanakusuma dari negeri Belanda. Kandang Makua dipindahkan ke pesawat AURI Fokker F-27 Troopship. (Kompas/Dudy Sudibyo)
Dua ekor bison hasil tukar dari kebun binatang San Diego, Amerika Serikat, dikarantina di Kebun Binatang Surabaya, Senin (19/11/1979). (Arsip Kebun Binatang Surabaya)
Tahun 1969, KB Surabaya sudah menjadi kebun binatang dengan koleksi terbesar di Asia Tenggara, meski luasnya hanya 16 hektas (ha), atau sekitar seperlima dari luas KB Ragunan. Memiliki koleksi lebih dari 190 jenis hewan, dengan jumlah sekitar 2.500 ekor. Di antaranya, jerapah, komodo, kuda nil, anoa, dan babi rusa. Tahun 1970, koleksinya bertambah dengan sepasang angsa putih dari KB Washington DC, AS. sebagai gantinya, KB Surabaya memberik seekor komodo. Angsa putih itu ditempatkan bersama sepasang angsa hitam dari Australia, 6 angsa putih Indonesia dan sejumlah itik. Tahun 1972, koleksi bertambah menjadi 3.170 ekor, termasuk sekitar 140 jenis burung dan 30 jenis ikan. Akuarium air tawar KB Surabaya dikembangkan mulai tahun 1923.
Koleksi perseorangan
KB Surabaya berawal dari koleksi burung dan hewan liar milik wartawan Belanda, HFK Kommer. Tahun 1916, ia menawarkan kepada sekelompok hartawan karena tak mampu lagi memeliharanya. Untuk itu berdirilah perkumpulan Vereniging Soerabayasche Planten en Dierentuin pada 31 Agustus 1916 yang sekaligus menjadi hari ulang tahun KB Surabaya. Beberapa kali berpindah lokasi dan kesulitan keuangan, KB Surabaya sempat hendak dibubarkan. Tetapi, Kotamadya Surabaya tak mengizinkan dan memberi bantuan 1.500 gulden sebulan pada 1920. Tahun 1923 mendapat pinjaman dari pemerintah untuk menambah koleksinya sebesar 100.000 gulden dan mulai 1933 mendapat bantuan 10.000 gulden setahun.
Koleksi yang bertambah, membuat warga suka mengunjungi KB Surabaya. Kalau tahun 1918 jumlah pengunjungnya belasan ribu orang, tahun 1940 menjadi 173.230, dan 1971 lebih dari satu juga orang. Dari 13 KB di Indonesia, hanya KB Surabaya yang 80 persen koleksinya hewan khas Indonesia. Tahun 1974 KB Surabaya menjadi tempat rekreasi, pendidikan, riset, dan pembiakan. Kompas, Selasa 16-7-1974 halaman 2 menulis, untuk keperluan riset KB Surabaya bekerja sama dengan Universitas Airlangga. Di sini berhasil dibiakkan babirusa dari 6 ekor menjadi 30 ekor, anoa, rusa-bawean dan kuda nil dari masing-masing sepasang menjadi 15 ekor, 10 ekor, dan 5 ekor.
Untuk menarik perhatian masyarakat, di KB Surabaya digelar berbagai lomba, seperti lomba burung berkicau dan ayam bekisar yang diikuti dari Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Koleksi KB Surabaya terus bertambah, antara lain lima ekor burung pelikan asal Australia, gorila “King Kong” berbobot 300 kg dan tinggi 1,80 meter, juga bison dan oryx kiriman KB San Diego, AS. KB Surabaya dengan sejarah panjangnya, sungguh sayang untuk dilupakan.
Riset foto dan naskah: Johnny TG, Chris Pudjiastuti dan Eristo S/Pusat Informasi Kompas.
Sumber: Kompas, Sabtu 28-6-1969 hlm 6, Rabu 28-10-1970 hlm 1, Selasa 19-9-1972 hlm 2, Kamis 21-9-1972 hlm 4, Sabtu 10-11-1973 hlm 2, Kamis 9-6-1977 hlm 8, Selasa 14-11-1978 hlm 1, Sabtu 24-11-1979 hlm 8
Singa Betina di Kebun Binatang Surabaja Terkam Seorang Karjawan
Djakarta 16 Mrt. (Kompas)
Peristiwa tersebut terdjadi hari Djum’at jbl. Pagi hari itu sekira djam 7.30, sebelum ada pengundjung, karjawan jang bersangkutan, Parmin, memasuki kandang singa. Disitu berkumpul sepasang singa dengan dua anak djantannya. Seekor dari anak singa tersebut menderita sakit dikakinja.
Parmin jang sudah bekerdja 13 tahun di Kebun Binatang Surabaja dan mengenal betul singa2 tersebut pada pagi hari jang naas itu lalai memeriksa rudji besi tempat mengumpulkan singa2 itu (nachthokje).
Tanpa diketahui oleh Parmin, rudjinja belum ditutup. Begitu Parmin memasuki kandang maka ia diterkam oleh ibu-singa. Bapak-singa serta kedua anaknja hanja tinggal menjaksikan sadja. Parmin berteriak dan karjawan2 Kebun Binatang jang lainnja segera memberi pertolongan. Mereka berhasil mengusir ke-4 singa itu kebelakang rudji jang segera ditutup.
Parmin menderita luka2 dibagian belakang kepala, dimukanja, kaki dan rahangnja. Ia segera diangkut kerumah sakit tetapi ditengah djalan ia meninggal.
Sumber: Kompas, Rabu, 17 Maret 1971, halaman 1
Kompas, Minggu, 9 April 2017
No comments:
Post a Comment