Oleh YANWARDI
Dalam suatu sidang promosi doktor linguistik, Anton M Moeliono sebagai promotor bertanya kepada promovendusnya. Kurang lebih begini: “Apakah suatu saat Anda bisa membuktikan bahwa kata di mana kelak memiliki perilaku yang berbeda dengan di mana yang hanya diakui sebagai kata tanya dalam bahasa Indonesia?”
Kini dalam data naskah-naskah serius kata di mana bertebaran, digunakan sebagai kata sambung subordinatif, bahkan antarkalimat. Menariknya, di mana bukan hanya sebagai penanda tempat, melainkan bisa waktu, tujuan, kausal, alat, dan lain-lain. Dalam konteks normatif kata di mana biasanya diakui hanya sebagai kata tanya, bukan ragam standar. Jadi, sebagai konjungsi, dia tidak diakui atau paling kurang, bukan ragam standar. Jika diamati lebih saksama, perilaku kata di manayang banyak dipermasalahkan adalah di mana yang konjungsi subordinatif atau berada dalam kalimat majemuk bertingkat, seperti “Dia datang pagi sekali di mana orang-orang masih tertidur” dan “Dalam masyarakat, di mana kehormatan bergantung pada senioritas….”
Sebenarnya perilaku di mana dalam bahasa Indonesia ditemukan pula sebagai konjungsi, tetapi bukan sebagai konjungsi subordinatif, melainkan sebagai konjungsi paralel dengan kata di situ. Ingat peribahasa “Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”?
Dari aneka naskah yang saya edit, selalu ada kata di mana yang digunakan sebagai konjungsi subordinatif dan intrakalimat, penghubung di dalam kalimat. Saya melihat penulis yang berlaku demikian bukan kurang pengetahuan bahasanya. Bahkan, ada penulis yang berstatus sebagai doktor linguistik dan guru besar bahasa-sastra. Bukti bahwa mereka bukan awam: ada yang secara sengaja menulisnya dengan dirangkai (dimana). Sebaliknya, jika menulis di mana yang kata tanya, mereka mengejanya terpisah: di mana.
Data tadi bisa dikelompokkan menjadi paling tidak delapan penanda di mana, selain penanda lokatif. Berikut beberapa contoh.
“Jaringan di mana dimobilisasikan ….” (konjungsi relatif, bisa disulih kata yang);
“Konteks kalender pertanian di mana ritual ….” (instrumental/cara, bisa disulih dengan);
“Terjadilah perdebatan panas, di mana Van de Wall mengacu ….” (kausal, bisa disulih karena);
“Hal ini dapat kita temukan pada hari Minggu di mana umat Kristiani ….” (temporal, bisa diganti ketika);
“... curah hujan kian besar di mana para petani menjadi kian khawatir” (akibat, bisa disulih sehingga);
“Tentu saja pendekatannya berciri etnografi di mana penulis berusaha ….” (kopulatif, bisa disulih yaitu/yakni).
Tersua juga di mana yang opsional sehingga bisa dihilangkan tanpa mengubah makna dan struktur kalimat. Misalnya, “Zaman edan adalah masa di mana semua nilai kehilangan arti …” Tampak di mana dalam kalimat itu opsional karena bisa dihilangkan.
Dari bahasan atas data tersebut, saya melihat di mana sampai saat ini belum dapat dikatakan sebagai konjungsi intrakalimat karena sebenarnya konstruksi itu hanya pengaruh dari where dan interferensinya meluas bukan hanya bermakna lokatif saja, melainkan bisa waktu, alat, sebab, dan lain-lain. Sementara itu, konstruksi “aslinya” bisa kita temukan dengan mengganti di mana, sebagaimana tampak dalam bahasan di atas, dengan kata-kata tertentu. Dengan demikian, sampai saat ini, status kata di mana, dalam konteks preskriptif masih belum berubah, masih tetap sebagai kata tanya dan konjungsi paralel.
YANWARDI
Editor pada Yayasan Obor
Kompas, Sabtu, 15 April 2017
No comments:
Post a Comment