Oleh YULIANA
Songket palembang atau songket Palembang? Harimau sumatera atau harimau Sumatera? Masih banyak kebingungan dalam penulisan nama geografis, menggunakan huruf kecil atau kapital? Aturan apa yang harus diperhatikan?
Ketidakkonsistenan dalam menerapkan aturan bahasa yang sudah
disepakati dapat menimbulkan kebingungan pembaca. Salah satu ketidakkonsistenan
itu terkait penulisan nama geografis pada frasa nama jenis. Selain pada berita
surat kabar atau media lainnya, ketidakkonsistenan juga ditemukan pada iklan
ataupun karya tulis ilmiah.
Penentuan apakah nama geografis pada sebuah frasa termasuk
nama jenis atau nama wilayah merupakan hal penting. Karena ini menentukan
bagaimana penulisan katanya, apakah diawali dengan huruf kapital atau huruf
kecil. Kebingungan menentukan jenis nama geografis berakibat masih ditemukannya
kesalahan penulisan di banyak media massa di Tanah Air. Beberapa contohnya:
Pemilik galeri ini sedang mempersiapkan tenun pandai sikek untuk menyambut rombongan ibu-ibu dari suatu
lembaga yang akan datang meninjau.
Perajin tenun Baduy,
Dalis (30), menunjukkan proses menenun kain khas masyarakat Baduy pada Pameran
Produksi Indonesia 2014 di Harris Hotel and Conventions Festival Citylink,
Bandung, Jawa Barat.
Frasa tenun pandai
sikek dan tenun Baduy ditulis
berbeda. Huruf depan sikek pada
pandai sikek ditulis dengan huruf kecil, sedangkan Baduy diawali huruf kapital. Padahal, Pandai Sikek dan Baduy
merupakan nama daerah di Indonesia. Pada contoh berikut, nama geografis yang
sama ditulis berbeda, yakni:
Karena cinta itu pula, Eri berjuang memanggungkan kopi gesing temanggung….
Eri mampu membeli sekitar 16 ton hasil panen di enam
kecamatan sentra kopi Temanggung.
Pada dua kalimat di atas, kata Temanggung dituliskan berbeda. Mengapa demikian? Lalu, bagaimana
penulisan yang benar? Bagaimana menentukan nama geografis pada sebuah frasa
merupakan unsur yang membentuk frasa nama jenis atau nama wilayah?
Pedoman EYD
Dalam Pedoman Ejaan yang Disempurnakan (EYD), yang kini
berganti nama menjadi Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), tertulis,
”Huruf pertama nama diri geografi yang dipakai sebagai nama jenis tidak ditulis
dengan huruf kapital”.
Misalnya, pada frasa jeruk bali (Citrus maxima), kacang bogor (Voandzeia
subterranea), nangka belanda (Anona
muricata), dan petai cina (Leucaena
glauca).
Frasa yang disertai nama geografis dan merupakan nama jenis
dapat dikontraskan atau disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Contohnya seperti dalam kalimat:
Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula
aren, dan gula anggur.
Kunci inggris,
kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
Sementara untuk yang bukan nama jenis, penulisannya adalah
sebagai berikut:
Dia mengoleksi batik
Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogyakarta, dan batik
Madura.
Selain film Hong Kong,
juga akan diputar film India, film Korea, dan film Jepang.
Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tarian Sumatera Selatan, tarian Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
bagian frasa yang berupa nama geografis dan merupakan nama jenis tidak ditulis
dengan awalan huruf kapital.
Pada kalimat ”Karena cinta itu pula, Eri berjuang
memanggungkan kopi gesing temanggung…”.
Frasa gesing temanggung seharusnya
ditulis dengan huruf kapital karena bukan merupakan nama jenis, melainkan nama
daerah asal kopi berasal. Gesing adalah nama sebuah desa di Temanggung, Jawa
Tengah. Penulisannya menjadi kopi Gesing
Temanggung.
Hal ini berbeda ketika kita menulis kata americano, latte, piccolo, atau affogato, misalnya dalam kalimat
berikut, ”Kini, proses belajarnya berlanjut di Anomali. Yanlani belajar membuat
minuman kopi, seperti cappuccino, caffè latte, dan americano”.
Penulisan kata americano,
latte, piccolo, atau affogato
menggunakan huruf kecil karena merupakan nama jenis kopi berdasarkan
penyajiannya.
Bagaimana dengan kata robusta,
arabika, ekselsa, racemosa, liberica (african coffee), dan kopi
luwak? Berdasarkan artikel di Kompas.com dengan judul ”Mengenal Jenis Kopi
Kelas Dunia”, robusta, arabika, ekselsa, racemosa, liberica, dan kopi luwak merupakan jenis kopi berdasarkan ciri biologisnya.
Dalam berita di beberapa media masih ditemukan
ketidakkonsistenan penulisan bentuk frasa yang memiliki unsur geografis.
Misalnya, kata palembang dalam frasa songket palembang. Ada yang ditulis
dengan huruf kecil, ada pula yang ditulis dengan huruf kapital, seperti dalam
kalimat:
Koleksi yang dimaksud Ghea tersebut adalah dua koleksi yang
telah keluar lebih dulu sebelum proyek porselen songket palembang berhasil diselesaikan.
”… saya tinggal menyambung satu demi satu benang dayan
dengan tiap helai sisa benang yang terpasang di penyincing lama,” kata Siti
yang sejak kelas VI SD piawai menenun songket
Palembang.
Palembang dalam
frasa songket Palembang merupakan
nama geografis yang ditulis dengan huruf kapital. Songket Palembang tidak akan
ditemukan di wilayah lain karena merupakan kekhasan yang hanya dimiliki
masyarakat Palembang.
Dengan kata lain, songket
Palembang bukan merupakan jenis songket, melainkan menunjukkan nama wilayah
tempat berasalnya songket, yakni dari Palembang. Songket Palembang sendiri
memiliki beberapa jenis, yaitu songket
lepus, tawur, bungo pacik, dan limar. Jenis songket ini yang kemudian ditulis menggunakan huruf
kecil.
Perlakukan yang sama juga diterapkan pada Pandai Sikek dalam frasa tenun Pandai Sikek dan Baduy pada tenun Baduy di awal tulisan, yang merupakan nama wilayah, sehingga
penulisannya menggunakan huruf kapital.
Tidak sulit
Tak sulit sebenarnya untuk menentukan apakah nama geografis
pada sebuah frasa merupakan nama jenis atau nama wilayah apabila penamaannya
dengan nama Latin.
Jika penamaannya memiliki nama Latin, bisa dipastikan nama
geografis yang melekat pada frasa merupakan nama jenis. Misalnya, harimau sumatera yang memiliki nama
Latin, Panthera tigris sumatrae, atau
jeruk bali yang memiliki nama Latin, Citrus maxima.
Penentuan sebuah kata merupakan bagian dari nama jenis atau
nama wilayah juga bisa ditelusuri dari sejarah penamaannya. Misalnya, kata ambon pada frasa bika ambon. Ambon di sini bukan merujuk pada nama kota di Maluku karena
penganan ini justru berasal dari Medan, Sumatera Utara.
Kata ambon pada bika ambon berasal dari nama sebuah
jalan di Kota Medan, Jalan Ambon. Konon, di sanalah kue bika khas Medan pertama
kali dijajakan. Lalu, bagaimana dengan penulisan frasa warung Tegal, restoran Padang,
restoran Aceh, sate Padang, atau sate ayam
Madura? Tentu saja semua ditulis menggunakan huruf kapital karena merujuk
pada nama wilayah.
No comments:
Post a Comment