Oleh IWAN SANTOSA
Indonesia
punya WR Supratman, pengarang lagu kebangsaan ”Indonesia Raya”. Di negara jiran
Singapura, mereka punya Zubir Said, putra Bukittingi, yang mengarang lagu
kebangsaan ”Majulah Singapura”.
Indonesia
punya Wage Rudolf Supratman pengarang lagu kebangsaan ”Indonesia Raya”. Di
negara jiran Singapura, mereka punya Zubir Said, putra Bukittingi, Sumatera
Barat, yang mengarang ”Majulah Singapura”, lagu kebangsaan Republik Singapura.
Penulis
buku 101 Tokoh Minang di Pentas Sejarah, Hasril Chaniago yang dihubungi,
menjelaskan, Zubir Said, yang lahir di Bukittinggi tahun 1907, menempuh jalan
hidup seperti WR Supratman, yakni bekerja sebagai wartawan dan musisi.
Sepanjang
karier musik, Zubir Said mengarang 1.500 lagu. Dia juga mengajarkan musik dan
menyanyi kepada aktor besar Malaya, P Ramlee, yang keturunan Aceh. P Ramlee
seniman legendaris yang dikenal di Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Brunei.
”Zubir Said
satu kampung halaman dengan Bung Hatta. Sekolahnya di Kweek School yang sama
dengan Tan Malaka. Zubir Said kemudian merantau ke Singapura. Perantau Minang
sudah lazim merantau ke Malaya dan Singapura pada zaman itu,” kata Hasril.
Zubir
adalah anak tertua dari sembilan bersaudara dengan tiga adik lelaki dan lima
adik perempuan. Ibunya meninggal ketika dia berusia tujuh tahun.
Zubir Said
sejak kecil belajar suling, gitar, dan drum secara otodidak. Dia sempat pergi
belajar ke Belanda tetapi kembali pada 1928 untuk mengejar keinginan hati
mendalami dunia seni, meski ditentang ayahnya. Lalu dia merantau ke Singapura
dan bergabung dengan rombongan Stambul Bangsawan—sejenis opera keliling zaman itu—dengan
para pemain dari Bangsa Melayu.
Tidak lama
bergabung dengan kelompok seni panggung, Zubir berhenti dan pindah bekerja di
perusahaan rekaman His Master’s Voice tahun 1936. Dia bertemu teman kerjanya di
sana Tarminah Kario Wikromo, seorang penyanyi keroncong, yang dinikahinya pada
1938.
Setelah
berumah tangga, Zubir—Tarminah sempat mudik ke Kota Bukittinggi. Mereka baru
kembali ke Singapura tahun 1941. Zubir menetap di Singapura hingga akhir
hayatnya tahun 1987.
Saat
kembali ke Singapura, dia menggeluti profesi wartawan di surat kabar Utusan
Melayu sebagai fotografer dan penulis lepas. Bekerja sebagai penulis lepas
dipilihnya agar dia leluasa menyalurkan kesenangannya bermain musik dan menulis
lagu-lagu ciptaannya di surat kabar.
Mulai dikenal publik
Kerja keras
Zubir Said mulai dikenal masyarakat Singapura. Pada 1957 untuk pertama kali,
gubahannya dipentaskan untuk umum di Victoria Theatre. Lalu pada 1958, Dewan
Kota Singapura menetapkan salah satu lagu gubahan Zubir Said, yakni ”Majulah
Singapura”, menjadi lagu resmi Kota Singapura.
Lagu
”Majulah Singapura” kelak ditetapkan menjadi lagu kebangsaan Singapura ketika
negara itu merdeka pada 9 Agustus 1965. Hingga tahun 1960-an, Zubir Said
menciptakan aneka lagu termasuk untuk soundtrack film yang dibuat rumah
produksi Cathay Keris. Salah satu lagu karyanya yang dibuat untuk film Dang
Anom memenangi penghargaan Festival Film Asia ke-9 di Seoul, Korea Selatan
1962.
Karya Zubir
Said dinilai pengamat seni sebagai genre Melayu sejati karena mengeksplorasi
sejarah dan nilai-nilai Melayu, terutama Minangkabau dan juga membangkitkan
semangat kebangsaan.
Sebelum
didera sakit yang menyebabkan kematiannya pada 1987, Zubir Said belum
memublikasikan semua karyanya karena terlalu sibuk mengajar para seniman muda.
Beberapa lagu karya Zubir Said yang terkenal di antaranya ”Sang Rembulan”,
”Sayang Disayang”, ”Cinta”, ”Selamat Berjumpa Lagi”, ”Nasib Malang”, ”Anak
Daro”, ”Setangkai Kembang Melati”, dan ”Kumbang dan Rama-Rama”.
Atas
pengabdiannya di bidang musik, Zubir Said diganjar sejumlah penghargaan, yakni
Certificate of Commendation and the Public Star Service (1962), Jasawan Seni
Award dari Malay Cultural Organizations (1971), ASEAN Cultural and
Communication Awards (1987), Lifetime Achievement Award dari Masyarakat
Komposer dan Pengarang Singapura (1995).
Zubir Said
yang dimakamkan di Kampong Gelam juga dihormati Pemerintah Singapura yang mendirikan
patung dirinya di depan Istana Kampung Gelam di Taman Warisan Melayu Singapura.
Sejak 2003, Pemerintah Singapura dengan biaya 17 juta dollar Singapura
merenovasi Istana Kampong Gelam yang merupakan peninggalan Sultan Ali, putra
Sultan Hussein Shah dari Kesultanan Johor–Riau yang dibangun 167 tahun silam.
Zubir Said, putra Bukittingi jadi jembatan persahabatan Indonesia-Singapura.
No comments:
Post a Comment