Oleh AHMAD ARIF
Kajian terbaru menunjukkan potensi tsunami di selatan Jawa bisa mencapai ketinggian 20 meter. Ini agar diwaspadai dengan penguatan mitigasi di wilayah itu melalui tata ruang dan sistem peringatan dini tsunami.
JAKARTA, KOMPAS — Zona subduksi di selatan Pulau Jawa
diketahui menyimpan potensi gempa besar. Kajian terbaru menunjukkan, ketinggian
tsunami yang diakibatkan gempa bumi di zona ini dapat mencapai 20 meter dan
rata-rata 4,5 meter di sepanjang pantai selatan Jawa. Temuan ini perlu menjadi
perhatian mengingat pesatnya pembangunan di pesisir selatan Jawa.
Kajian ini dipublikasikan di jurnal internasional Nature pada Kamis (17/9) oleh tim
peneliti dengan penulis pertama S Widiantoro dari Global Geophysics Research
Group, Institut Teknologi Bandung (ITB). Tim peneliti lain terdiri dari E
Gunawan, A Muhari, N Rawlinson, J Mori, NR Hanifa, S Susilo, P Supendi, H A
Shiddiqi, AD Nugraha, dan HE Putra.
Dalam studi ini, peneliti menggunakan data relokasi gempa
bumi yang dicatat oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan
inversi data sistem penentuan posisi global (GPS) untuk menyelidiki celah
seismik di selatan Pulau Jawa. Hasil relokasi gempa itu menunjukkan adanya zona
memanjang di antara pantai selatan Jawa dan palung Jawa, yang tidak memiliki
kegempaan. Zona diidentifikasi sebagai celah seismik, yaitu zona kegempaan
aktif yang tengah menyimpan tenaga dan berpotensi terjadi gempa besar di masa
depan.
Celah seismik yang memanjang ini disebut bisa pecah secara
terpisah atau bersamaan saat terjadi gempa. Jika segmen di selatan Jawa Barat
saja yang lepas, maka gempa bumi yang dihasilkan bisa berkekuatan M 8,9 dengan
periode ulang 400 tahun. Untuk periode ulang yang sama, segmen di Jawa Tengah
dan Jawa Timur bisa memicu gempa M 8,8. Sementara jika kedua segmen pecah dalam
satu gempa, maka akan berkekuatan M 9,1 atau setara gempa Aceh pada 2004.
Peneliti Pusat Studi Gempa Nasional, Rahma Hanifa, yang
turut dalam kajian ini, diwawancara pada Jumat (18/9), mengatakan, periode
ulang 400 tahun ini berdasarkan perhitungan Emile A. Okal di GeophysicalJournal International (2012) dan kajian Ron Harris di Society of ExplorationGeophysicist (2019).
Tiga skenario
Berikutnya, peneliti mengukur potensi ketinggian tsunami di
sepanjang pantai selatan Jawa jika gempa itu terjadi dengan tiga skenario,
yaitu hanya segmen Jawa Barat yang lepas (M 8,9), segmen Jawa Tengah dan Jawa
Timur saja yang lepas, dan segmen Jawa bagian barat dan timur lepas bersamaan.
Skenario terburuk, yaitu jika segmen Jawa Barat hingga Jawa
Timur runtuh bersaman, dengan asumsi periode ulang 400 tahun, dapat
menghasilkan tsunami yang sangat besar dengan ketinggian maksimum 20,2 meter di
dekat pulau-pulau kecil di sebelah selatan Banten. Sementara tinggi tsunami
rata-rata di sepanjang pantai selatan Jawa mencapai 4,5 meter. Ketinggian
tsunami bahkan bisa lebih besar lagi jika gempa memicu longsor bawah laut,
seperti yang terjadi dalam gempa gempa bumi M 7,5 di Palu pada 2018.
Rahma mengatakan, kajian ini ingin memberikan pesan
pentingnya penguatan mitigasi bencana di selatan Jawa, meliputi penguatan di
semua lini, termasuk sistem peringatan dini tsunami (InaTEWS), tata ruang,
hingga komunitas. Mitigasi menjadi sangat penting karena di selatan Jawa telah
tumbuh banyak bangkitan ekonomi baru, di antaranya Bandara Internasional
Yogyakarta.
Peneliti paleotsunami Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Purna S Putra, yang tidak terlibat dalam
publikasi ini mengatakan, berdasarkan jejak deposit tsunami tua yang ditemukan
timnya, tsunami besar yang dipicu gempa di atas M 9 sudah berulang kali terjadi
di selatan Jawa. ”Jejak yang kami temukan tsunami itu terjadi 400-500 tahun
lalu, 1.000 tahun lalu, 1.800 tahun lalu, dan 3.000 tahun lalu,” ujarnya.
Data perulangan tsunami di Selatan Jawa ini kemungkinan
lebih banyak lagi karena keterbatasan penelitian. ”Di pesisir Sukabumi, kami
juga menemukan sembilan lapisan deposit tsunami di kedalaman 14 meter, tetapi
ini belum diperiksa penanggalannya kapan terjadi,” ujarnya.
Selain tsunami besar tersebut, menurut Purna, timnya juga
menemukan tsunami relatif lebih kecil, seperti terjadi di Pangandaran pada
tahun 2006 lalu. ”Ini, misalnya, kami temukan jejak tsunami 1921,” katanya.
Purna meyakini, jika lebih banyak dilakukan kajian
paleotsunami, akan ditemukan lebih banyak data tentang keberulangan tsunami di
selatan Jawa. ”Namun, itu tidak murah biayanya. Apalagi, untuk tahun ini tidak
bisa ke lapangan sama sekali. Jadi, sekarang kami fokus untuk menulis dan
memasukkan paper dari kajian-kajian lapangan yang sudah kami lakukan
sebelumnya,” katanya.
Kompas, "Potensi Tsunami hingga 20 Meter", Sabtu, 19 September 2020, halaman 15
No comments:
Post a Comment