JAKARTA, KOMPAS — Menyambut tahun ajaran baru, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mengeluarkan surat edaran yang mengimbau agar anak-anak tidak diajari membaca, menulis, dan berhitung lewat metode intensif. Pendidikan pada level ini bertujuan mengembangkan kemampuan dasar anak, baik fisik, mental, maupun karakter melalui permainan.
Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Km 0 (Nol) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kompas.com/Fachri Fachrudin)
Direktur Jenderal PAUD dan Dikmas Kemdikbud Harris Iskandar, ketika dihubungi di Jakarta, Minggu (10/7), mengatakan, PAUD wajib menyebarkan informasi mengenai larangan tersebut kepada orangtua. ”Pada hari pertama masuk sekolah, orangtua di semua jenjang pelajaran wajib mengantar anak ke sekolah. Pada hari itu, guru memberi tahu orangtua mengenai kebijakan sekolah dan hal-hal yang akan dipelajari anak untuk satu tahun ke depan,” ujarnya.
Ia menjabarkan, PAUD menekankan pada kegiatan bermain bagi anak. Hal ini akan mengembangkan kemampuan anak dalam hal gerak, sosial, analisis, serta pengambilan keputusan.
”Pengenalan abjad dan angka boleh-boleh saja, tetapi bukan dengan cara menghafal. Bisa dilakukan lewat permainan yang aktif,” tutur Harris.
Kategori anak usia dini sesuai dengan Peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 58 Tahun 2009 tentang Standar PAUD adalah anak yang berusia antara 0-6 tahun. Permendikbud menegaskan bahwa tingkat perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek perkembangan yang diharapkan dapat diwujudkan anak pada setiap tahap, yaitu motorik, kognitif, afektif, serta psikologis. Tingkat perkembangan itu bukan pencapaian kecakapan akademik.
Paling mudah dilihat
Secara terpisah, psikolog keluarga Anna Surti Ariani mengatakan, mayoritas orangtua menganggap kesuksesan anak, termasuk di usia dini, bertumpu di faktor akademik. Alasannya, faktor tersebut paling mudah dilihat.
Padahal, tahapan perkembangan anak secara fisik dan sosial menentukan kemampuan dan perilaku anak pada masa depan. ”Sayangnya, masih banyak orangtua yang belum memahami pentingnya tahapan perkembangan fisik anak,” ujarnya.
Anna memaparkan, melalui permainan ketangkasan fisik, anak belajar menguatkan tulang punggung serta tangan dan kaki. Mereka juga belajar mengoordinasikan gerak anggota tubuh sesuai perintah otak.
Kemampuan ini merupakan dasar dari kemampuan anak berjalan, berlari, melompat, mengenal abjad, hingga kebiasaan untuk duduk dan menulis. Di samping itu, ada pula pelatihan mengenali perbedaan bentuk, warna, arah, dan jumlah melalui pengamatan serta sentuhan.
”Tahap ini terlihat sederhana. Akan tetapi, kalau hal itu dilewatkan, anak akan mengalami kesulitan belajar apabila sudah masuk SD dan seterusnya,” tutur Anna.
Menurut dia, tahapan tersebut disesuaikan dengan perkembangan usia anak. Artinya, di setiap jenjang usia, ada kemampuan fisik yang spesifik, misalnya pada usia 2-4 tahun, anak mengembangkan kekuatan tulang punggung. Caranya, ia belajar duduk dengan postur yang benar.
”Apabila diintervensi dengan belajar menulis, kemampuan koordinasi tangan belum baik karena tulang punggung saja belum optimal kekuatannya,” ujar Anna. (DNE)
Kompas, Senin, 11 Juli 2016
No comments:
Post a Comment