JAKARTA, KOMPAS — Gempa bumi dangkal berkekuatan M 6,1 melanda sebagian besar wilayah Kalimantan Utara, Senin (21/12) pukul 02.47 Wita, dan merusak bangunan. Gempa merusak beberapa kali melanda kawasan itu. Masyarakat perlu beradaptasi dengan bangunan tahan gempa.
Menurut data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa bumi terletak pada koordinat 3,61 Lintang Utara dan 117,67 Bujur Timur, berjarak 29 kilometer timur laut Kota Tarakan. Kedalaman hiposenter sekitar 10 km sehingga digolongkan gempa dangkal.
Gempa dangkal itu menyebabkan guncangan kuat. Di Tarakan dan Nunukan, kekuatan yang dirasakan IV-V Modified Mercalli Intensity (MMI) dan di Tanjung Selor III-IV MMI. "Hingga kini, gempa bumi susulan terus terjadi," kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Senin.
Lopo, Kepala Humas Pemerintah Kota Tarakan, mengatakan, gempa membangunkan warga. Sebagian bergegas ke tempat tinggi, seperti perbukitan. Mereka belum tahu yang terjadi. "Untung tersebar kabar gempa tak berpotensi tsunami. Kami pernah alami beberapa gempa, kali ini gempa terkuat," ujarnya.
Di Pulau Sebatik, Nunukan, warga berlarian meski hujan turun. Di Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, ibu kota Kaltara, gempa juga kuat. "Kali ini cukup kuat. Jika gempa sebelumnya hanya terasa tanah bergetar, gempa kali ini mengayun-ayun tubuh," kata Drajat, warga Bulungan.
Menurut Daryono, gempa bumi di Tarakan merupakan gempa bumi kerak dangkal jenis intraplate akibat aktivitas sesar aktif. "Sumber gempa bumi ini patahan mendatar," ujarnya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, gempa dipastikan tidak memicu tsunami. Namun, sejumlah bangunan rusak. Di Kelurahan Selumit Pantai, Tarakan Tengah, 2 rumah rusak berat; di Kelurahan Juata Kerikil, 4 rumah rusak; dan di Kelurahan Juata Laut, 1 rumah yang dibangun rusak parah.
Perlu kajian
Peneliti gempa bumi dan tsunami dari Balai Pengkajian Dinamika Pantai Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko, menyatakan, gempa bumi besar sangat jarang terjadi di Tarakan. "Kami butuh kajian lebih detail semua potensi kegempaan di Indonesia, bahkan di daerah yang selama ini dianggap 'aman' dari gempa, seperti Kalimantan," katanya.
Kalimantan memang dianggap zona paling aman gempa. Bahkan, peta gempa bumi Indonesia saat ini, menurut ahli gempa Institut Teknologi Bandung, Irwan Meilano, belum memasukkan ada sumber gempa di Kalimantan. "Pelajaran penting gempa ini, mendesak melakukan karakterisasi sumber gempa di Kalimantan Timur," ucapnya. "Perspektif tentang Kalimantan yang aman dari gempa harus diubah sehingga masyarakat di zona rawan bisa beradaptasi dengan bangunan tahan gempa."
Daryono menambahkan, secara historis Kalimantan Timur dan Utara beberapa kali dilanda gempa bumi merusak. Contohnya, gempa bumi Sangkulirang pada 9 Mei 1921 berintensitas VIII MMI. Gempa itu diikuti tsunami yang merusak beberapa rumah di sepanjang pantai dan muara sungai.
Pada 19 April 1923, gempa berkekuatan M 7 juga melanda Tarakan. Banyak rumah rusak, sementara tanah di Tarakan dan sekitarnya merekah. Gempa kuat di Tarakan juga terjadi pada 14 Februari 1925.
Daryono mengatakan, kerentanan gempa Nunukan-Tarakan disebabkan secara geologis wilayah itu diapit beberapa struktur sesar mendatar aktif. Sistem sesar itu berada di selatan yang mengarah ke barat daya-tenggara, yaitu zona sesar Mangkalihat dan Maratua.
Minimnya studi dasar kegempaan di Kalimantan, kata Irwan, membuat banyak pertanyaan belum dijawab dan analisis sumber gempa kali ini spekulatif. "Berapa magnitudo maksimum gempa yang bisa dihasilkan dari zona sesar Sampurna, Mangkalihat, dan Maratua?" katanya. (AIK/PRA)
Kompas, Selasa, 22 Desember 2015
No comments:
Post a Comment