Oleh AGUSTINE DWIPUTRI
Acapkali kita berpikir bahwa kita memiliki ingatan yang buruk. Misalnya, kita tidak dapat menemukan cincin yang kemarin baru dilepas, atau lupa meninggalkan uang belanja di rumah, bahkan mungkin lebih buruk lagi, lupa bahwa hari ini adalah ulang tahun perkawinan.
Gejala-gejala penurunan daya ingat atau pikun atau mulai demensia memang menimbulkan perasaan khawatir dan tidak tenang pada yang mengalaminya. Apalagi kita membaca di sejumlah media bahwa salah satu bentuk demensia, yakni gangguan Alzheimer, ternyata makin banyak jumlahnya beberapa tahun terakhir ini. Patut diapresiasi berbagai pihak yang melakukan sosialisasi dan kegiatan lainnya sebagai gerakan peduli pada penyandangan gangguan ini.
Dalam kesempatan kali ini, penulis juga ingin sedikit berbagi pengetahuan mengenai cara mencegah penurunan fungsi memori sebagai salah satu gejala yang tampil pada penyandang Alzheimer, selain penurunan cara berpikir berkomunikasi, dan berhubungan sosial yang tentunya akan berdampak buruk pada cara penyandang dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.
Scott Hagwood (2006) menemukan bahwa memori seseorang sangat mirip dengan tubuhnya, makin dilatih akan menjadi makin kuat. Caranya terletak pada mengetahui bagaimana melakukan latihan untuk memorinya. Adanya daya ingat yang kuat membantu menjelaskan siapakah diri kita. Hanya pertanyaannya, berapa banyak waktu yang benar-benar kita gunakan untuk melatih memori kita? Kita tidak akan berpikir dua kali untuk pergi ke pusat kebugaran dan menghabiskan 30 menit berjalan di atas treadmill. Hal ini disebabkan karena kita yakin bahwa aktivitas tersebut memang benar bermanfaat untuk kebugaran fisik. Tetapi, untuk melatih ingatan kita, rasanya kita perlu berpikir beberapa kali, benarkah kegiatan ini akan efektif dan berhasil?
Apabila membicarakan kesehatan fisik, penting untuk mencamkan bahwa hal ini merupakan suatu perjalanan, bukan tujuan. Begitu pula halnya dengan kesehatan daya ingat, perlu ada latihan yang terus-menerus diulang. Di dalam bukunya yang berjudul Memory Power, Scott Hagwood (2006) menuliskan, berbagai penelitian telah membuktikan bahwa dengan melakukan beberapa kegiatan di bawah ini setidaknya empat kali seminggu, seseorang dapat mengurangi risiko mengalami kepikunan apabila dibandingkan dengan orang yang tidak melakukannya sama sekali.
1. Membaca secara kritis dan analitis
Berhentilah sesering mungkin setelah membaca beberapa kalimat dan coba ajukan pertanyaan. Apa yang dimaksud penulis mengatakan kalimat tersebut? Apa latar belakang dia mengatakannya? Bagaimana hubungan yang terjadi di antara mereka? Penelaahan secara berkala selama membaca akan memperkuat memori dengan menjaga agar berbagai fakta, peristiwa, dan detail karakter tetap segar dalam pikiran.
2. Gunakan tangan yang tidak dominan secara lebih sering
Ingatlah, otak sebelah kiri Anda mengontrol sisi kanan tubuh Anda, dan sebaliknya. Jika Anda dominan dengan anggota tubuh sebelah kanan, cobalah memutar atau menekan tombol nomor telepon atau menyikat gigi dengan tangan kiri Anda. Anda akan menemukan bahwa Anda pasti harus memikirkan kembali bagaimana melakukannya. Kegiatan-kegiatan semacam ini membantu untuk memperkuat berbagai koneksi kognitif.
3. Tulis dan simpanlah buku harian
Setiap malam, tuliskanlah berbagai kegiatan, perasaan, ataupun penilaian Anda mengenai hal-hal yang telah terjadi pada hari tersebut. Hal ini akan membantu memperbaiki pemikiran, seperti mengatur pikiran kita dan meletakkannya dalam suatu pola logis yang masuk akal bagi kita, atau kepada seseorang dengan siapa kita peduli untuk berbagi mengenai isi buku harian itu.
4. Mengisi teka-teki silang
Aktivitas ini tidak harus melibatkan soal-soal yang sangat sulit. Yang Anda lakukan adalah menggunakan sisi kiri otak Anda untuk secara logis memproses suatu petunjuk, kemudian sisi kanan otak Anda menggabungkan berbagai petunjuk lain untuk menemukan apa yang oleh para ilmuwan disebut “aha! moment”. Dalam gambaran resonansi magnetic, ada secercah pikiran yang muncul secara tiba-tiba di sisi kanan otak, yang terjadi ketika jawaban untuk teka-teki tertentu telah ditemukan.
5. Memperluas kosakata
Dimilikinya kosakata yang luas akan meningkatkan proses kreatif seseorang dan membantunya untuk memecahkan berbagai hambatan sosial dan bisnis, yang acapkali dibentuk dengan suatu leksikon (kamus) khusus. Lebih penting lagi, adanya kosakata yang luas membantu Anda menafsirkan dunia di sekitar Anda, membantu Anda menyaring berbagai pikiran dan ide-ide yang kompleks ke dalam kata-kata ataupun kalimat yang tunggal. Tujuan dari dimilikinya kosakata yang luas tidak untuk menimbulkan kesan hebat, tetapi untuk menafsirkan.
6. Lakukan permainan
Ambil kotak catur, papan main dam, atau permainan strategis lainny. Permainan semacam ini meningkatkan kesadaran spasial, logika, imajinasi, dan kreativitas kita.
7. Berolahraga
Latihan fisik jelas membantu proses mental kita (menurut penulis termasuk di sini melakukan yoga, menari poco-poco dan olah tubuh lainnya). Orang-orang yang terlibat dalam latihan aerobic secara teratur melaporkan bahwa daya perencanaan mereka menjadi lebih lancar, perhatian mereka lebih terfokus, dan kurang mengalami stress.
8. Mainkan sebuah alat musik
Anda tidak harus berharap dapat terlibat dalam kegiatan manggung bersama suatu grup band, cukup hanya menghadapi adanya tantangan untuk belajar memainkan suatu alat music. Studi mengenai sel-sel otak yang dimiliki para musikus menunjukkan bahwa mereka memiliki hingga sepuluh ribu dendrit pada setiap sel otaknya, suatu penghargaan untuk kompleksitas yang diperoleh dari belajar membaca, menafsirkan, dan bermain musik selama ini.
9. Belajarlah sebuah bahasa lain
Sekali lagi, Anda tidak perlu bercita-cita untuk menjadi lancar. Belajar bahasa lain melibatkan penggunaan berbagai area otak dan keterampilan sekaliguas, termasuk kosakata, keterampilan mendengar, berimajinasi, membaca, dan banyak hal lainnya.
Mari terus melatih memori kita.
Kompas, Minggu, 4 Oktober 2015