Sunday 12 May 2019

Osmolaritas, Osmolalitas, dan Tonisitas

Kita seringkali dibingungkan dengan osmolaritas dan osmolalitas. Pemakaian istilahnya pun sering tertukar. Osmolaritas adalah jumlah solut dalam tiap satu liter pelarut, sedangkan osmolalitas merupakan jumlah solut dalam tiap satu kilogram pelarut. Untuk larutan encer, perbedaan keduanya tidak bermakna. 
Karena berdasarkan volume, pengukuran osmolaritas menjadi tergantung pada suhu. Volume pelarut meningkat seiring suhu. Sebaliknya, karena berdasarkan bobot yang selalu tetap pada suhu berapa pun, osmolalitas tidak tergantung pada suhu. Atas dasar alasan ini, osmolalitas lebih dipilih dan banyak digunakan, terutama terkait dengan sistem biologi.
Osmolalitas memiliki satuan Osm/kg H2O. Karena larutan fisiologi bersifat encer dan berupa larutan dalam air, satuan osmolalitas yang sering digunakan adalah mili-osmol per kilogram air (mOsm/kg H2O).
Tonisitas suatu larutan berkaitan dengan efeknya terhadap volume sel. Larutan yang tidak mengubah ukuran sel disebut isotonik. Hipotonik adalah larutan yang menyebabkan sel mengembang, sedangkan larutan hipertonik menyebabkan sel mengerut.
Meskipun berkaitan dengan osmolalitas, tonisitas juga mempertimbangkan kemampuan solut untuk melewati membran sel. Sebagai contoh, larutan sukrosa 300 mmol/L dan larutan urea 300 mmol/L sama-sama memiliki osmolalitas 300 mOsm/kg H2O sehingga bisa disebut isosmotik. Jika sel darah merah, yang juga memiliki osmolalitas cairan intraseluler 300 mOsm/kg H2O, dimasukkan ke dalam dua larutan tadi, maka akan teramati dua kondisi yang berbeda pada sel darah merah tersebut. Sel yang ditambahkan pada larutan sukrosa tetap terjaga ukurannya. Namun, sel yang di dalam larutan urea mengembang dan bahkan pecah. Meskipun memiliki osmolalitas yang sama, larutan sukrosa tersebut bersifat isotonik, sedangkan larutan urea hipotonik. 
Perbedaan efek kedua larutan ini terjadi karena permeabilitas sukrosa dan urea pada membran sel tidak sama. Urea mudah melewati membran sel, atau membran bersifat permeabel terhadap urea. Karena adanya perbedaan kadar, yakni kadar urea ekstraseluler lebih tinggi dibandingkan intraseluler, terjadi perpindahan sejumlah urea dari luar ke dalam sel. Sebaliknya, membran sel darah merah tidak memiliki transporter sukrosa. Akibatnya, sukrosa tidak dapat menembus ke dalam sel. Dengan kata lain, membran bersifat impermeabel terhadap sukrosa.
(Terjemahan bebas dari: Koeppen BM, Stanton BA (2013) Renal Physiology, 5th Edition. Philadelphia: Elsevier Mosby, pp. 3-4)

3 comments: