Thursday 23 October 2014

Kala Alam Membalas

Oleh AGNES ARISTIARINI
Manusia tampaknya masih saja menyepelekan mikroba meski kenyataan menunjukkan bahwa mikroba sudah banyak menang. Laurie Garrett, "The Coming Plague", 1994
Hari-hari ini, dunia kembali dikhawatirkan dengan merebaknya ebola di kawasan Afrika Barat. Berawal Desember 2013 dan sempat menurun April 2014, kasus ebola meningkat lagi Juli dan belum menunjukkan tanda-tanda mereda hingga sekarang. Di Guinea, Liberia, dan Sierra Leone, korban terus berjatuhan.
Persis seperti yang digambarkan Albert Camus dalam novelnya, The Plague (1960) - ketika pemerintah Oran menutup pintu gerbang kota begitu wabah sampar meluas - Pemerintah Liberia memasang garis pembatas untuk mengisolasi kawasan yang terinfeksi ebola dan melarang setiap orang untuk meninggalkan Monrovia, ibu kota negeri itu. Mayat bergelimpangan dan dibiarkan membusuk di jalanan (Time, 25/8/2014).
Untuk kesekian kali, manusia tidak berdaya menghadapi ebola. Kisah ebola berawal di Rumah Sakit Misi Yambuku di kawasan Bumba Zone, Agustus 1976. Bumba Zone berada di perbatasan utara Zaire, kini Republik Demokratik Kongo, dengan padang sabana dan hutan hujan tropis yang kaya monyet hijau, babon, simpanse, gajah, kuna nil, antelop, dan kerbau liar.
Dalam Yambuku (bab V, The Coming Plague), Garrett menulis tentang Mabalo Lokela (44), yang akhir Agustus 1976 datang ke rumah sakit minta suntikan antimalaria karena demam. Ini gejala biasa jika malarianya kambuh.
Belum seminggu, Lokela balik ke rumah sakit. Ia panas tinggi, muntah, diare, sakit kepala, dan hidungnya terus mengalirkan darah. Tak ada laboratorium di rumah sakit itu untuk membantu diagnosis. Para suster mengupayakan segala cara, tetapi selang tiga hari Lokela meninggal.
Dua minggu kemudian, kecemasan meluas. Ibu dan ibu mertua Lokela, juga bayinya, meninggal dengan gejala sama. Total 21 keluarga dan teman Lokela tertulas, 18 orang meninggal. Suster Beata yang merawatnya juga meninggal.
Kecemasan berkembang menjadi kepanikan nasional ketika korban terus berdatangan. Pemerintah mengirim dua profesor dari Universitas Nasional Zaire untuk meneliti. Menurut Centers of Disease Control and Prevention (CDC) yang bermarkas di Atlanta, Amerika Serikat, dari 318 kasus yang tercatat saat itu, 280 korban meninggal. Berarti tingkat kematiannya 90 persen.
Terus merebak
Dinamai seperti nama sungai kecil di Kongo - awal virus ditemukan - ebola terus merebak di kawasan Afrika. Sepanjang 1976-2014, ebola telah menyerang 11 negara di Afrika, juga Spanyol dan AS meski strainnya berbeda.
Dengan tingkat kematian yang tinggi, yaitu 40-90 persen, dan penularan yang mudah lewat kontak langsung dengan cairan tubuh penderita, seperti ludah, darah, muntahan, air seni, dan tinja, ebola menjadi momok manusia modern saat ini.
Virus ebola tremasuk famili Filoviridae. Berasal dari kata filum - bahasa Latin yang berarti benang - virus ini memang mirip benang di bawah mikroskop. Peter Piot, salah satu penemu ebola, seperti melihat kumpulan tana tanya "????" di mikroskop.
Menurut Garrett, kemunculan virus yang mematikan ini tak lepas dari kerusakan lingkungan masif yang mengubah ekosistem. Mulai dari pembabatan hutan, sistem pertanian yang intensif dan monokultur, hingga perubahan iklim membuat puluhan penyakit baru ditemukan.
Semua itu berpadu dengan kepadatan penduduk dan mobilitas manusia yang luar biasa terkait dengan perbaikan infrastruktur dan kemajuan transportasi. Jadi, ketika pedalaman hutan menjadi obyek wisata baru, seseorang yang tak sadar terinfeksi bisa saja membawa penyakit pulang.
Serangga yang terangkut di kargo atau monyet-monyet untuk menguji coba vaksin dan obat baru bisa saja terkontaminasi virus dan kemudian menyebarkannya ke seluruh dunia.
Seperti kasus tahun 1967 di pabrik vaksin Behring Works, virus berpindah dari monyet hijau Afrika ke petugas kandang dan penduduk kota. Virus yang juga famili Filoviridae ini kemudian dinamai marburg, kota tua di Jerman tempat pabrik berada.
Berasal dari jauh
Subtipe ebola-reston juga pernah dideteksi di pusat karantina Virginia, Pennsylvania, dan Texan (AS) tahun 1989-1990. Setelah diteliti, ebola-reston ini ternyata ditularkan oleh monyet yang didatangkan dari Filipina.
Pada orangutan Kalimantan yang sehat ternyata juga ditemukan subtipe ebola dari Afrika, ebola-reston, dan virus marburg. Penelitian ini dilakukan Universitas Airlangga bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan Hokkaido University, Jepang.
"Artinya, virus dari famili Filovirus, baik ebola maupun marburg, pernah ada di Indonesia," kata CA Nidom dari Universitas Airlangga yang terlibat penelitian (Kompas, 12/9/2012).
Menurut Rene Dubos, mikrobiolog Perancis, dalam Mirage of Health, 1959, setiap organisme akan beradaptasi untuk bertahan pada setiap perubahan lingkungan. Jadi, nasib manusia menjadi taruhan karena alam akan membalas dengan cara tak terduga.
Kompas, Sabtu, 11 Oktober 2014

Tuesday 21 October 2014

Cerita Perubahan dari Cikeas Udik

Oleh WISNU NUGROHO
Kita tengah berdusta jika menampik hadirnya perubahan selama dua periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2014). Angka-angka statistik dan fakta yang kasatmata serta bisa diraba dengan mudah akan membungkam upaya kita berdusta. Karenanya, spanduk ucapan terima kasih kepada SBY menjelang akhir masa tugasnya ada dasarnya juga. Spanduk itu terlihat bersaing dengan centang-perenangnya iklan luar ruang di ruas jalan menuju kediaman SBY di Puri Cikeas Indah, Gunung Putri, Bogor.
Terkait perubahan dalam fakta kasatmata dan mudah diraba, cerita dari Cikeas Udik ini perlu dikemukakan. Cikeas Udik ini adalah kawasan berjarak sekitar 5 kilometer dari kediaman SBY. Di Cikeas Udik, tepatnya di Desa Bojong Nangka, SBY bertemu Pak Mayar saat kampanye pilpres, Agustus 2004. Mendapat tekanan dari Koalisi Kebangsaan (gabungan partai besar) yang mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai capres, SBY mendeklarasikan Koalisi Kerakyatan di rumah Pak Mayar. Di pilpres langsung pertama itu, citra SBY yang dekat dengan rakyat lebih memikat dibandingkan citra Megawati yang lekat dengan elite politik.
Tidak hanya deklarasi Koalisi Kerakyatan yang tercatat di rumah Pak Mayar. Kepada ratusan warga yang umumnya buruh lepasan dan buruh tani seperti Pak Mayar, SBY menyampaikan tiga janji perubahan. Tiga janji itu adalah mengaspal jalan, membangun SMA negeri, dan membangun irigasi.
Belum satu periode SBY berakhir, jalan di Cikeas Udik halus beraspal. SMA Negeri 1 Gunung Putri didirikan di sebagian tanah lapang yang biasa dilalui Pak Mayar pergi ke ladang. Hanya irigasi tidak bisa diwujudkan sampai 10 tahun pemerintahan SBY berakhir.
Namun, tidak mewujudnya janji irigasi untuk buruh tani seperti Pak Mayar dan warga Cikeas Udik bukan tanpa alasan. Halusnya aspal jalan memunculkan banyak pembangunan perumahan. Hadirnya SMA Negeri 1 Gunung Putri menjadi daya tarik tambahan bagi penjual perumahan. Membiarkan lahan ditanami padi, serai, dan lengkuas tidak lagi menjanjikan pemilik lahan. Dengan perubahan ini, janji pembangunan irigasi menjadi tidak relevan.
Mendatangi lagi Cikeas Udik, alasan tidak mewujudkan pembangunan irigasi, seperti dijanjikan kepada Pak Mayar, mendapat pembenaran. Rumah tempat SBY bertemu Pak Mayar sudah dirobohkan. Ladang berkontur seperti bukit di sekitar rumah Pak Mayar itu sudah diratakan. Rabu (15/10) lalu, dua truk hilir mudik membawa tanah merah yang dikeruk backhoe di gundukan tanah. Di kejauhan, alat berat lain meratakan lahan. Belasan buruh bangunan membuat tembok setinggi 2 meter. Lahan yang sebelumnya hijau memerah karena urukan tanah. Perumahan sedang disiapkan. Di gerbang masuk telah dipasang spanduk penjualan dengan cicilan jutaan rupiah per bulan.
"Jalan aspal menghadirkan para pendatang di perumahan-perumahan," ujar Afit (30), pendatang dari Jawa Tengah yang sejak 2005 tinggal di Cikeas Udik.
Tidak lagi relevan
Perumahan tidak hadir sendiri di Cikeas Udik. Di sekitarnya berdiri sejumlah gugusan rumah toko dan minimarket yang berhadap-hadapan. Lahan yang semula dipakai warga Cikeas Udik seperti Pak Mayar untuk menanam padi, serai, dan lengkuas makin berkurang. Sekali lagi, janji membangun irigasi menjadi tidak relevan.
Untuk janji membangun irigasi ini, Pak Mayar memang tidak lagi bisa berharap, apalagi menuntuk. Pada 28 Desember 2008, Pak Mayar meninggal di usia 89 tahun. Sebelum meninggal, Pak Mayar melihat jalan halus beraspal dan SMA negeri sudah didirikan. Namun, perubahan itu justru menjadi seperti petaka buatnya dan keluarga. Selain lahan garapan berkurang, tak satu pun cucu Pak Mayar bisa sekolah di SMA Negeri 1 Gunung Putri karena biaya yang mahal.
"Untuk penghuni perumahan kena Rp 6 juta, sementara warga kampung Rp 5 juta. Meski lebih murah, masih tidak terjangkau," ujar Nesi (48), putri Pak Mayar, yang tengah menunggu puterinya pulang menjadi buruh.
Seperti putrinya, lima cucu Pak Mayar yang lain juga menjadi buruh. Dengan hanya lulus SMP tanpa punya lahan garapan untuk bercocok tanam, menjadi buruh adalah pilihan terbaik meski tidak memberi banyak jaminan. Tiap tahun, kontrak buruh dievaluasi. Kerap tanpa alasan jelas, kontrak disudahi.
Menghadapi situasi mengimpit ini, Nesi seperti juga Pak Mayar, tidak banyak mengeluh apalagi menuntut. Kepada SBY yang mendatangi dan memberi tiga janji, mereka terus memberi dukungan nyata setiap diminta.
Dalam Pilpres 2014, rakyat jadi bahan jualan lagi. Ada Ibu Eli (tukang cuci dari Sulawesi Utara), Pak Abdulah (nelayan dari Sumatera Utara), Ibu Satinah (buruh tani di Jawa Tengah), dan Pak Asep (guru dari Jawa Barat). Lima tahun lagi, perubahan akan diceritakan. Namun, siapa yang menikmati? Rakyat? Kita tunggu nanti.
Kompas, Sabtu, 18 Oktober 2014

Sunday 19 October 2014

Rekonsiliasi: Cair di Kertanegara

Oleh EDNA C PATTISINA
Jam menunjukkan pukul satu siang. Di sebuah foodcourt di kawasan Jakarta Selatan, Prabowo Subianto yang baru saja menunaikan shalat Jumat datang bersama beberapa petinggi Partai Gerindra. Rupanya, kawan-kawan dekat Prabowo telah memesan sederetan meja kecil digabung-gabung untuk makan siang bersama.
Jumat (17/10) ini adalah hari ulang tahun Prabowo ke-63. Konon, Prabowo selalu enggan merayakan ulang tahunnya karena, menurut dia, akan merepotkan banyak orang.
Prabowo tampak ceria dan didaulat duduk di tengah. Ia ditodong dulu untuk berfoto bersama. Begitu duduk, para sahabat berdoa, bersyukur atas masa lalu dan masa depan. Prabowo lalu didaulat meniup lilin. Tapi, ia menolak mentah-mentah. "Nggak... nggak. Gak mau ada lilinnya," katanya.
Kue red velvet lalu disorongkan ke tengah meja untuk dipotong Prabowo diiring lagu "Selamat Ulang Tahun". Beberapa kado diterimanya, tanpa dibuka. Makan siang berlangsung seru dengan obrolan-obrolan santai. Dengan lahap, Prabowo menyantap gado-gado, soto mie, dan ditutup es cincau.
Usai makan, ia kembali ke rumah keluarganya di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru. Kemarin, jadwal Prabowo memang padat. Tepat di hari ulang tahunnya itu, ia menerima tamu istimewa, yaitu presiden terpilih Joko Widodo.
1337564jokowiprabowo111413525598-preview780x390.jpg
Presiden Republik Indonesia terpilih Joko Widodo mengunjungi Ketua Umum Partai Gerindra yang juga mantan pesaingnya dalam Pilpres lalu, Prabowo Subianto, di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2014). (Tribunnews/Dany Permana)
Pertemuan Prabowo dengan Jokowi kemarin adalah pertemuan paling emosional bagi rakyat Indonesia. Tepat pukul 10.00, Jokowi datang. Mendengar suara pengawalan, Prabowo segera keluar menyambut. Usai bersalaman dan beradu pipi kiri dan kanan, Prabowo memberi hormat layaknya prajurit memberi hormat pemimpinnya. Jokowi membalas hormat dengan membungkukkan badan.
Mereka lalu masuk dan bercakap-cakap di ruang tamu yang dindingnya diisi lukisan kedua orangtua Prabowo. Di ruang tamu ini, Prabowo mengucapkan selamat kepada Jokowi yang terpilih menjadi presiden ke-7 RI. Beberapa menit kemudian, pembicaraan dilakukann empat mata. Pembicaraan yang terjadi tak hanya seputar politik, tetapi juga soal kebangsaan seperti bagaimana menjadikan Indonesia kuat dan mandiri dengan dasar Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Cairnya hubungan keduanya terlihat dalam konferensi pers. Meskipun hanya beberapa menit, ketegangan berbulan-bulan belakangan ini mencair. Prabowo mengajak Jokowi berkunjung ke rumahnya di Hambalang. Jokowi menyanggupi. Januari ia akan ke Hambalang dengan helikopter Prabowo. Namun, ia menolak ajakan menyanyi, "Kalau disuruh nyanyi... wah, saya tidak bisa memenuhi. Soalnya saya tidak bisa nyanyi," kata Jokowi disambut Prabowo yang tertawa terbahak-bahak.
Jokowi juga menyampaikan ucapan selamat ulang tahun. "Tapi Pak Prabowo tidak mau kasih tau berapa umurnya," kata Jokowi yang melirik Prabowo yang terbahak di sampingnya.
Di balik layar
Di balik cairnya kebekuan hubungan Prabowo dan Jokowi lantaran pemilu adalah Aria Bima dan Edhi Prabowo. Keduanya adalah mantan mitra kerja di Komisi VI DPR periode 2009-2014. Aria dari Fraksi PDI-P, sedangkan Edhy dari Fraksi Gerindra.
Aria menuturkan, ia berkomunikasi dengan Edhy sejak Selasa lalu di lapangan bulu tangkis Kompleks Parlemen, Senayan. Aria mengutarakan rencana Jokowi bertemu Prabowo. Ia menanyakan kepada Edhy, apakah informasi tersebut sudah sampai ke Prabowo atau belum. Edhy menjawab, rencana Jokowi yang dirancang sejak 2-3 minggu itu belum sampai.
"Dari situ saya aktif menelepon dan berkomunikasi langsung dengan Edhy. Pesan pun langsung disampaikan dan saya bertemu Pak Prabowo di Apartemen Dharmawangsa, Kamis, usai Rapat Paripurna DPR," kata Aria di ruang kerjanya di DPR.
Edhy membenarkan apa yang disampaikan Aria. "Pak Prabowo menyampaikan, untuk mengurus negara sebesar ini tidak bisa sendiri-sendiri," kata Edhy.
Setelah bertemu Prabowo, Aria mendapatkan sinyal positif dan langsung disampaikan ke Jokowi. Jokowi langsung mengiyakan dan mengatur jadwal bertemu Prabowo. Waktu pertemuan disepakati Jumat pagi. Jalan Kertanegara ditentukan kemudian, juga komitmen saling memberi dukungan.

Kompas, Sabtu, 18 Oktober 2014