Thursday, 1 July 2021

Menguak Tabir Peradaban Masa Lalu Situs Adan-adan di Kediri

Oleh DEFRI WERDIONO

Ekskavasi Situs Adan-adan di Kabupaten Kediri menjadi bagian dari upaya menguak tabir masa lalu tentang keberadaan candi Buddha yang diperkirakan terbesar di Jawa Timur. Satu lagi penelusuran atas peradaban bangsa di masa lampau menemukan titik terang.

Waktu menunjuk lepas pukul 10.00 saat Sumarno (40) bersama istri dan dua anaknya mengamati area candi utama Situs Adan-adan dari balik pagar kawat berduri, di Dusun Candi, Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Minggu (27/6/2021).

Suasana cukup sepi. Hanya kicau burung di pohon durian terdengar bersautan, berpadu dengan suara kendaraan roda dua yang sesekali melintas. Sementara seorang warga terlihat khusuk berdoa di makam yang berada tidak jauh dari situs.

”Kami baru pertama kali ke sini. Penasaran, mumpung liburan. Sebelumnya hanya melihat di Youtube,” ujar Sumarno, yang masih penasaran ingin tahu bentuk candi dan artefak lainnya dari situs yang berada di pinggir jalan desa tersebut.

Meski belum semua rasa ingin tahunya terjawab, keluarga kecil asal Desa Gurah itu akhirnya beranjak menuju Tondowongso, situs lain yang berada di wilayah Kecamatan Gurah. Hari itu, ia benar-benar ingin mengajak buah hatinya mengenal peninggalan masa lalu.

Dua pengunjung tengah mengamati area candi utama di Situs Adan-adan di Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sebagaimana terlihat dari luar pagar kawat berduri, Minggu (27/6/2021). (Kompas/Defri Werdiono)

Memang, sejak eskavasi dilakukan pada 2016, sejumlah artefak telah ditemukan di Adan-adan, mulai dari arca hingga struktur candi. Sebagian artefak dipindahkan ke Museum Bagawanta Bhari di lingkungan Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kediri.

Adapun sebagian lainnya ditimbun kembali lantaran ukurannya cukup besar dan agar tidak rusak terpapar cuaca. Akibatnya, secara kasatmata, orang awam hanya bisa melihat bebatuan yang sedikit menonjol di atas permukaan tanah.

Akhir-akhir ini, Adan-adan kembali menarik perhatian masyarakat setelah Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi selesai melakukan ekskavasi. Ekskavasi penelitian dilakukan pada 6-13 Juni 2021 terhadap tiga sektor di sekitar candi utama.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, penelitian kelima ini dilakukan secara diam-diam dengan alasan untuk menghindari kerumunan masyarakat karena masih dalam situasi pandemi Covid-19.

Tim Puslit Arkenas kembali mendapati sejumlah artefak yang telah berabad-abad tertimbun tanah, seperti keramik, batu pipisan, dan fragmen stupa. Saat menggali di sektor barat daya, tim menemukan dua gentong (guci) tempat air dari batu andesit di dalam ruangan terbuat dari susunan bata.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi melakukan ekskavasi terhadap Situs Adan-adan di Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, 6-13 Juni 2021. (Kompas/Dok Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab Kediri)

Pemukiman kuno

Ketua Tim Puslit Arkenas Sukawati Susetyo mengatakan, denah candi akhirnya juga terkuak, yakni berbentuk bujur sangkar dan menghadap ke barat laut dengan penampil di depannya. Tim memerkirakan luas candi ini mencapai 625 meter persegi.

”Tahun ini sebenarnya kami ingin mencari pagar sisi selatan. Saat kami ambil jarak 10-15 meter, kok, tidak ketemu, akhirnya kami dekatkan ke struktur sebelumnya. Begitu dibuka kami menemukan gentong,” katanya.

Sukawati memerkirakan gentong yang ditemukan dalam posisi berjajar itu berasal dari abad ke-14. Dengan tidak mengabaikan temuan yang lain, seperti keramik, pihaknya memperkirakan bahwa dulunya di tempat itu merupakan sebuah permukiman.

Soal permukinan ini juga didasarkan pada penelitian tahap sebelumnya. Pada ekskavasi tahun 2018, tim Puslit Arkenas menemukan struktur bata, keramik, genteng, batu gacuk (engklek mainan anak), dan fragmen tulang.

Dalam ekskavasi 2019, tim juga menemukan kepala arca Boddisatwa, lapik arca sebatas kaki, dan arca Dhuanibuddha Amitabha. Kepala arca Boddisatwa relatif utuh, sedangkan yang lain ditemukan fragmen dan kondisinya tidak utuh.

Hasil ekskavasi kali ini makin memperkuat kesimpulan sebelumnya tentang latar belakang Situs Adan-adan sebagai Candi Buddha Mahayana. ”Pada penelitian keempat sudah terungkap, sekarang memperkuat. Sebenarnya dari tahun kedua kami sudah curiga karena ada temuan Dwarapala. Di Yogyakarta, Dwarapala biasanya ada di candi Buddha,” ujarnya.

Situs Adan-adan diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Kediri, tetapi terdapat nuansa Majapahit. Bahkan, dari sisi penelitian geoarkeologi, menunjukkan bahwa candi yang berjarak sekitar 18 kilometer di sisi timur laut Kota Kediri itu diperkirakan sudah ada sejak masa sebelum Kediri. Hal ini bisa dilihat dari keramik yang ditemukan, ada yang berasal dari abad X. Arcanya juga ada yang menunjukkan gaya Mataram Kuno.

Adan-adan pun memiliki ukuran lebih besar dari candi-candi lain di wilayah Kediri. Candi Surowono di Desa Canggu, Kecamatan Pare, misalnya, hanya memiliki luas 64 meter persegi (8 meter x 8 meter), sedangkan Candi Tegowangi memiliki luas 12 m x 12 m atau 144 meter persegi. Kedua candi ini dibangun pada masa Majapahit.

Pertanyaan kemudian, apakah Adan-adan merupakan candi Buddha terbesar di Jawa Timur? Sukawati menjelaskan, di Jawa Timur terdapat beberapa candi Buddha, tetapi ukurannya relatif tidak sebesar Adan-adan. Candi Sumberawan di Malang, misalnya, memiliki stupa yang tidak terlalu besar.

”Adan-adan istimewa karena makaranya juga tinggi sekali 2,3 meter. Ini makara tertinggi di Indonesia. Arca Dwarapala juga di kanan makara. Selama ini Dwarapala menjaga bangunan candi, dia berada di luar pagar keliling, tetapi dia di kanan,” ucapnya.

Di luar bentuk fisik yang berbeda, Adan-adan memiliki kemiripan nasib dengan situs purbakala lain di kawasan timur Kabupaten Kediri, yakni umumnya tertimbun material vulkanik Gunung Kelud cukup tebal. Adan-adan ditemukan tiga meter di bawah permukaan tanah.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kediri Adi Suwignyo mengatakan, pihaknya menunggu hasil rekomendasi dalam penelitian berikutnya pada 2022. Hasil rekomendasi itu akan menjadi pijakan tentang langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.

”Tahun 2022 rencananya ada penelitian lagi. Harapannya muncul rekomendasi dari pihak peneliti sehingga kita bisa mencoba mengatur strategi mau diapakan situs ini? Apakah semua artefak akan dimunculkan,” katanya.

Arca kepala Boddisatwa yang ditemukan dalam penelitian tahap keempat oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Situs Adan-adan di Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Juli 2019. (Dokumentasi Disparbud Kabupaten Kediri)

Erupsi Gunung Kelud

Sejarawan Universitas Negeri Malang, M Dwi Cahyono, mengatakan, keberadaan benda cagar budaya di kawasan itu tidak terlepas dari masa lalu wilayah timur Kediri. Sebagaimana diketahui, wilayah timur Sungai Brantas (yang membelah Kediri) merupakan kawasan agraris yang subur oleh material vulkanik.

Dari sisi kesejarahan, Gurah dan sekitarya merupakan wilayah penting di lereng Kelud. Tinggalan benda arkeologisnya kaya, mulai dari daerah Katang, Gurah, sampai ke Pare, Kepung, dan Kandangan, meski sejauh ini yang ditemukan belum sebesar potensi yang ada.

”Kesusastraan dari era Kadiri kaya, tetapi kenapa, kok, jejak arsitekturnya ’miskin’? Mestinya seimbang. Di benak saya waktu itu, mustinya Kediri timur banyak temuan. Rupanya paparan material vulkanik Kelud yang menimbun mereka,” katanya.

Dwi berkisah bahwa di kawasan itu dulunya ada tiga wilayah pusat vasal (bawahan kerajaan Majapahit), yakni Keling, Dhaha, dan Paguhan (Pagu), sehingga daerahnya kental dengan aktivitas sosial dan budaya. Tidak hanya pada satu masa saja, tetapi juga mulai dari Kediri, Singosari, Majapahit, bahkan beberapa dari masa Mataram Kuno.

Terkait masalah pemujaan, Dwi menyebut akulturasi telah ada sejak lama di Kediri. Meski Kediri dikenal memuja Siwa, ada juga pemuja Buddhisme sehingga jejak-jejak pemujaan terhadap Buddha bisa didapati di wilayah itu.

”Dalam mitos Calon Arang, misalnya, bagaimana Calon Arang yang memuja Durga, pasangan Siwa, berhadapan dengan Mpu Baradah yang Buddha Mahayana. Kemungkinan komunitas Buddhis di Adan-adan ini juga berkontribusi terhadap Raden Wijaya ketika dia mengalahkan Jayakatwang untuk mendirikan Majapahit (1293 M),” tutur Dwi.

Enam tahun terakhir, Adan-adan telah melalui serangkaian penelitian. Tahap demi tahap misteri yang terpendam di dalamnya pun kian terbuka dan menambah literasi tentang masa lalu yang ada di Bumi Kediri.

Suasana sepi menyeliputi Situs Adan-adan di Desa Adan-adan, Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sebagaimana terlihat dari luar pagar kawat berduri, Minggu (27/6/2021). (Kompas/Defri Werdiono)

No comments:

Post a Comment