Friday 15 November 2019

Waspadai Perulangan Kejadian di Laut Maluku

Jakarta, Kompas – Laut Maluku merupakan zona tektonik sangat aktif yang memiliki jejak panjang gempa bumi dan tsunami dengan skala lebih besar dan merusak. Gempa berkekuatan M 7,1 pada Jumat (15/11/2019) pukul 00.17 Wita harus menjadi pelajaran untuk mengantisipasi potensi bencana di masa datang.
Berdasarkan analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), pusat gempa kali ini berada di kedalaman 73 kilometer dengan koordinat 1,67 Lintang Utara dan 126,39 Bujur Timur atau 137 kilometer barat laut Jailolo, Halmahera Barat, Maluku Utara. Pusat gempa ini hanya sekitar 50 kilometer dari pusat gempa tahun 2014.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono mengatakan, berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa ini merupakan jenis menengah akibat penyesaran dalam Lempeng Laut Maluku, dan memiliki mekanisme pergerakan naik (thrust fault).
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengatakan, zona tektonik Laut Maluku sangat aktif dan memiliki riwayat panjang gempa bumi dan tsunami. Laut Maluku berada di persimpangan antara lempeng besar Sunda, Lempeng Australia, Pasifik, dan Filipina. Selain itu, di zona ini juga terdapat pecahan lempeng-lempeng kecil yang saling menekan. "Laut Maluku dijepit dua subduksi arah busur Sangihe dan busur Halmahera yang berhadapan. Jadi, selain ditekan, juga dijepit sehingga tektoniknya sangat kompleks dan aktif," katanya.
Catatan sejarah menunjukkan, Laut Maluku beberapa kali mengalami gempa lebih kuat dan merusak dibandingkan saat ini. Gempa itu antara lain gempa Sangir (1 April 1936), gempa Pulau Siau (27 Pebruari 1974), gempa Sangihe-Talaud (22 Oktober 1983). Adapun gempa yang memicu tsunami terjadi pada 1858, 1859, 1871, 1889, 1907, dan 1936.
Peta Sumber dan Bahaya Gempa Bumi Nasional 2017 menyebutkan, potensi gempa dari zona subduksi di Laut Maluku bisa mencapai maksimal M 8,2. (AIK)
Kompas, Sabtu, 16 November 2019

No comments:

Post a Comment