Tuesday 24 December 2019

Harmoni Pecel Tumpang Kediri

Oleh DWI BAYU RADIUS
Pedagang pecel tumpang berserak di Kota Kediri, Jawa Timur, hingga sudut-sudutnya. Tak berarti mereka enteng beradu mulut. Cita rasa pecel yang khas membentuk segmentasinya sendiri-sendiri. Penjual pecel di rumah makan hingga emperan toko mengais rezeki dengan guyub.
Beberapa pembeli terlihat bingung memilih lauk. Tempe goreng, bakwan, dan perkedel jagung, semua tampak lezat. Di belakang nampan sajian pendamping, berjejer panci saus pecel, sambal tumpang, dan sayur-mayur.
Pecel Bu Darmo di Kelurahan Banjaran, Kota Kediri, Jumat (6/12/2019)
Nasi Pecel Bu Darmo yang menempati rumah di Jalan Banjaran I, Jumat (6/12/2019), itu ramai dengan puluhan pelanggan. di samping rumah, beberapa pekerja menggoreng rempeyek dan menyangrai kacang tanah untuk dibuat saus pecel.
Nyaris separuh abad rentang waktu Nasi Pecel Bu Darmo menyajikan hidangan khas Kediri itu menjadi tolok ukur kesetiaan pelanggannya. "Mulai buka sejak 1971. Sampai sekarang, tempatnya sudah pindah tujuh kali," kata Hari Supriyanto (56).
Hari adalah anak keempat Darmo Parlan yang mendirikan usaha itu bersama istrinya, Juminah. Pecel pertama kali dijual Juminah sehingga lebih dikenal dengan nama Bu Darmo. "Sejak kecil, saya juga sudah diajari masak. Rasa pecel dari dulu tetap sama," ujar Hari.
Pecel itu disajikan dengan sambal tumpang bertaburkan rempeyek kacang dan teri. Campuran taoge, kenikir, ubi, pare, kembang turi, dan daun singkong, sedikit pedas berlumur saus pecel. Pahitnya daun pepaya sesekali menyeruak.
Sementara itu, sambal tumpang tercecap sedikit gurih dengan rasa tempe yang kuat. Kuah sambal itu kental berwarna coklat muda dengan serpihan kecil cabai, bongkahan tempe, dan cacahan rebon.
Hari sudah bangun pukul 02.30 untuk menyiapkan pecel. Ia lalu merebus tempe bosok dengan cabai merah, bawang merah, laos, dan bawang putih hingga menjadi sambal tumpang yang mengental. Sementara saus pecel diramu dari kacang tanah, cabai merah, garam, asam, dan gula.
Mulai pukul 05.00, pecel dan lauk-pauknya sudah disajikan hingga pukul 12.00. Nasi Pecel Bu Darmo muat untuk sekitar 30 pembeli yang ingin langsung makan. Sekitar 300 porsi pecel terjual setiap hari kerja. Setiap Jumat atau Sabtu, penjualan itu meningkat menjadi sekitar 400 porsi. Pecel paling banyak terjual pada hari Minggu atau sekitar 600 porsi. Harga nasi pecel Bu Darmo Rp 8.000 per porsi.
Pecel semakin sedap dengan aneka lauk, seperti tempe seharga Rp 1.000, tahu seharga Rp 1.000, dan terasi dele (kedelai) seharga Rp 1.000. "Kalau mahal, percuma. Enggak laku. Biar untung sedikit, asal pembelinya banyak. Meski pecel di Kediri banyak, penjualnya rukun. Bersaing dengan sehat," ujarnya.
24 jam
Presumsi Hari tergambarkan dengan harmoni pedagang pecel tumpang yang berjualan di seantero Kota Kediri. Pecel bisa dinikmati 24 jam. Jalan Dhoho menjadi pelintasan paling terkenal untuk menikmati pecel.
Di jalan itu, puluhan tukang pecel tumpang silih berganti mencari nafkah dengan tenggang rasa. Di pusat perbelanjaan Kota Kediri tersebut, mereka berjualan di emperan toko yang telah tutup. Sekitar 15 penjual pecel sudah muncul, Kamis (5/12/2019), saat jam baru menunjukkan pukul 21.00.
Larut malam, jalan sepanjang hampir 1 kilometer itu semakin marak dengan pedagang pecl. Emperan toko kian padat saat malam Minggu yang ditempati pula dengan pedagang nasi goreng, bakmi jawa, dan minuman. Mereka bergiliran mangkal hingga subuh, bahkan pagi hari menjelang pertokoan buka.
Menikmati pecel di Jalan Dhoho tak kalah dengan romantika menyantap gudeg di Jalan Malioboro, Yogyakarta. Pembeli duduk di tikar ditemani alunan musk pengamen. Sama-sama terletak di jalan protokol, kendaraan tak henti hilir mudik. Hawa malam pun menjadi hangat ditemani wedang jahe atau secang.
Pecel tumpang Lesehan Dhoho yang dijual Tri Hariani (44) termasuk paling banyak dikunjungi pembeli. Ia menyajikan pecel di antara meja rendah dengan deretan baki, panci, dan baskom, Sekitar 20 orang asyik makan pecel di lembaran-lembaran alas berkapasitas 40 orang itu.
"Kalau pecel saya, spesialnya karena pedas. Di lesehan lain, agak manis. Sehari, saya bisa menjual sekitar 130 porsi pecel," ujarnya. Harga pecel lesehan Dhoho Rp 8.000 per porsi. Tak ketinggalan, aneka lauk berderet-deret. Harga setiap potong paru Rp 6.000, dendeng ragi Rp 10.000, dan ayam goreng Rp 8.000.
Tri meracik sambal tumpang dengan mengolah tempe yang dibungkus daun pisang dan disimpan selama satu hari. Tempe kemudian dicuci, dilumatkan, dan direbus dengan bumbu-bumbu selama sekitar 15 menit. "Pakai bawang merah, bawang putih, santan, daun jeruk dan salam, cabai merah besar dan rawit, serta garam," ucapnya.
Daun pepaya dan singkong, taoge, pepaya serut, kembang turi, dan petai cina diguyur saus pecel serta sambal tumpang. Sambal tumpang terasa gurih bercampur pedas yang lumayan menyengat. Kuah sambal pekat berwarna kecoklatan itu dihidangkan dengan gumpalan tempe yang mirip tauco. Ditambah sedikit tepung beras, sambal tumpang didominasi rasa tempe rebus dengan aroma fermentasi yang lebih kuat.
Beragam lauk ditawarkan di warung pecel tumpang lesehan di emperan toko Jalan Dhoho, Kota Kediri, Senin (2/12/2019)
Turun-temurun
Sebelumnya, orangtua Tri juga berdagang pecel di lokasi yang sama sejak 1977. Tri lantas meneruskan loyalitas melayani konsumen yang juga berlangganan turun-temurun. "Saya jualan pecel mulai 2008," ujar Tri yang berdagang sejak pukul 17.00 itu.
Ia berjualan hingga pecel habis, biasanya sekitar pukul 22.30. Setelah itu, pedagang lain berjualan pecel hingga pukul 04.30. "Kadang pecel saya belum habis, ia sudah datang. Tak apa. Ditunggu saja," ujar warga Desa Sidomulyo, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, itu.
Hidangan serupa yang acap kali disebut dalam khazanah kuliner Kota Kediri yaitu Pecel Punten di Kelurahan Ketami, Kecamatan Pesantren. Musik campursari membelai lembut pendengaran pada siang yang terik, Senin (2/12/2019). Sekitar pukul 14.00, pembeli masih berdatangan ke Pecel Punten.
Pecel disantap dengan olahan beras yang mirip jadah, tetapi lebih lunak. Rasa pecel diselingi tajam kenikir, saus olahan yang kentara dengan gumpalan bumbu kacang, dan kembang turi. Setiap tamu yang pergi akan diantar seruan pegawai Pecel Punten. "Mbenjing mriki malih, nggih (besok ke sini lagi ya)," ujarnya.
Anggota Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Kediri, Wisnu Tri Andika, mengungkapkan keselarasan penjual pecel yang dilandasi loyalitas pelanggannya. "Mereka sudah punya pelanggan sendiri-sendiri. Tak akan tertukar meski mereka jualan bergerombol," ucapnya.
Pedagang pecel tampaknya meresapi kultur bahwa rezeki sudah ada yang mengatur.
Kompas, Minggu, 22 Desember 2019, halaman 18

No comments:

Post a Comment