Wednesday, 13 September 2017

Tipe dan Bahan Filter untuk Sterilisasi

Ada dua tipe filter, yakni tipe depth dan tipe membran (Levy dan Jornitz, 2006). Filter tipe depth tersusun dari bahan serabut tidak teranyam (non-woven), yang ditumpuk secara acak ke dalam matriks dan diikat satu sama lain dengan penekanan, pemanasan, pengeleman, atau cara pengikatan yang lain. Serabut tersebut bisa berbahan dasar polipropilena, poliamida, ester selulosa, gelas, dan logam. Pori terbentuk dari celah-celah antarserabut.
type.jpg
Mikrograf SEM filter tipe depth (atas) dan tipe membran (bawah) (Levy dan Jornitz, 2006)
Filter tipe depth tidak bisa berdiri sendiri sebagai filter untuk sterilisasi, melainkan harus dikombinasi dengan filter tipe membran di bagian hilir. Dengan kata lain, filter tipe depth berperan sebagai prafilter. Hal ini disebabkan karena filter tipe depth rentan melepaskan serabut, terutama akibat fluktuasi tekanan cairan.
Filter berbasis membran memiliki struktur pori yang lebih rapi dan teratur, dengan rentang porositas yang konsisten, dibandingkan filter tipe depth. Filter tipe ini tidak melepaskan serabut, tetapi masih mungkin melepas partikel (lihat bagian Pelepasan Partikel). Istilah serabut (fiber) digunakan untuk menyebut partikel yang memiliki aspek rasio panjang dan lebar minimal 3:1 (Jornitz dan Meltzer, 2001, p. 94).
21 CRF part 211.72 (2016) menyatakan bahwa filter yang digunakan dalam manufaktur, proses, atau pengemasan produk injeksi untuk manusia tidak boleh melepas serabut ke dalam produk. Filter pelepas-serabut hanya boleh digunakan jika tidak mungkin membuat produk tanpa menggunakan filter tersebut. Jika filter pelepas-serabut perlu sekali digunakan, maka harus disertai pemasangan filter yang tidak melepas serabut (NFR, nonfiber-releasing filter) berpori maksimal 0,2 mikron (atau 0,45 mikron jika kondisi manufaktur memaksa) untuk menurunkan jumlah partikel dalam produk obat injeksi.
Semua filter mengandung asbestos tergolong filter pelepas-serabut. 21 CFR part 211.72 (2016) menyatakan pelarangan penggunaan filter mengandung asbestos.

Bahan filter

Saat ini sudah banyak ragam polimer yang digunakan sebagai bahan konstruksi filter, seperti ester selulosa, poliamida (nilon), poliester, politetrafluoroetilena (PTFE, teflon), poliviniliden fluorida (PVDF), polikarbonat, polipropilena (PP), polietersulfon (PES), dan polisulfon (PS).
Di antara bahan tersebut, PE dan PP bersifat paling hidrofobik dan sulit dimodifikasi. Sebaliknya, ester selulosa, seperti selulosa asetat (CA) bersifat paling hidrofilik. Bahan lainnya, PES, PS, PTFE, dan PVDF cenderung bersifat hidrofobik tetapi dapat dicampur dengan sejumlah kecil bahan, seperti surfaktan, untuk memudahkan pembasahan atau mengatur sifat hidrofil-hidrofob membran filter (Pearce, 2007). Membran hidrofilik umumnya digunakan untuk cairan berbasis air, sedangkan membran hidrofobik lebih banyak digunakan untuk pelarut organik, gas, dan saluran udara.
Selulosa merupakan polisakarida dengan bobot molekul dapat mencapai 1.500.000. Bahan ini dapat dibentuk menjadi ester (selulosa asetat, selulosa nitrat) atau eter (etil selulosa). Dalam pembuatan ester, gugus alkohol primer pada selulosa yang bersifat polar disubstitusi dengan gugus nukleofilik di bawah kondisi asam (Reif, 2006).
cellulose ester.jpg
Struktur selulosa (atas); struktur dan mikrograf SEM membran selulosa asetat (kiri); struktur dan mikrograf SEM membran selulosa nitrat (kanan).
Membran selulosa asetat (CA) bersifat hidrofilik dan tahan pelarut dalam rentang pH 4-8 (Pearce, 2007). Bahan ini stabil terhadap suhu tinggi dan stres fisik, tetapi tidak dapat di-otoklaf kering. Selain itu, selulosa asetat menunjukkan adsorpsi non-spesifik yang sangat rendah.
Berkebalikan dengan selulosa asetat, kelemahan utama selulosa nitrat (CN) adalah adsorpsi non-spesifik yang tinggi. Oleh karena itu, bahan yang disebut juga dengan nitroselulosa ini lebih banyak digunakan untuk aplikasi yang memerlukan sifat tersebut, seperti untuk aplikasi analitikal, diagnostik, atau mikrobiologi. Membran filter berbahan selulosa nitrat tidak dapat di-otoklaf kering dan tahan pelarut dalam rentang pH 4-8.
Sesuai dengan namanya, poliamida dapat dikenali dengan adanya gugus amida sebagai rantai penghubung dalam pembentukan polimer. Polimer yang dikenal dengan nama nilon ini telah secara umum digunakan sebagai membran filter karena memiliki kompatibilitas yang baik secara kimia, fisik, dan termal. Namun, poliamida kurang tahan terhadap air panas (Jornitz dan Meltzer, 2010). Rentang ketahanan terhadap pH lebar, meskipun ada keterbatasan pada pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Karena bermuatan lemah, membran poliamida alifatik bersifat hidrofilik dan menunjukkan kapasitas adsorpsi sangat tinggi. Penyerapan air ke dalam matriks dapat memberikan efek pengembangan, tetapi tidak mempengaruhi ketahanan membran.
Polikarbonat merupakan polimer yang sangat keras, tahan suhu tinggi, serta memiliki kompatibilitas yang baik terhadap air, alkohol, dan pelarut alifatik. Namun, porositas membran berbahan dasar polikarbonat sangat rendah dibandingkan membran polimer lainnya. Imbasnya, total lewatan membran ini rendah.
polycarbonate.jpg
Struktur polikarbonat bisfenol A dan mikrograf SEM membran polikarbonat, yang memperlihatkan porositas yang rendah.
Istilah polisulfon digunakan untuk menyebutkan semua polimer yang mengandung gugus sulfon. Kelompok polimer yang relatif polar ini memiliki arti penting dalam dunia membran karena kemudahannya untuk dibentuk dan ketahanannya. Membran polimer polisulfon sangat tahan terhadap hidrolitik dalam rentang pH lebar, yakni antara 1,5-13, bahkan terhadap air atau uap panas (Pearce, 2007). Resistensi terhadap radiasi pengion dan suhu hingga di atas 200°C juga sangat baik. Namun, pelarut yang memiliki polaritas sama (misalnya DMF, DMSO) atau hidrokarbon berklorin tertentu dapat melarutkan polisulfon.
Dari golongan ini, polisulfon (PS, PSU, PSF) dan polietersulfon (PES) paling banyak digunakan sebagai polimer membran. Porositas membran kedua polimer tersebut sangat tinggi sehingga memberikan memberikan laju filtrasi dan lewatan total yang tinggi pula. PES menunjukkan adsorpsi non-spesifik yang rendah hingga menengah, tergantung pada modifikasi permukaannya. Namun, PS memberikan adsorpsi non-spesifik dalam tingkat menengah hingga tinggi (Jornitz dan Meltzer, 2010).  
PS-PES.jpg
Struktur polisulfon (atas) dan polietersulfon (bawah). (Polymer Properties Database)
Ada dua fluoropolimer yang umum digunakan untuk filter membran, yakni PTFE dan PVDF. Fluoropolimer memiliki resitensi kimia, mekanik, dan suhu yang tinggi, tetapi tidak tahan radiasi.
PTFE bersifat sangat hidrofobik dan tahan terhadap banyak ragam pelarut organik. Karena sifat ini, PTFE lebih banyak digunakan untuk filter udara dan bahan kimia. Adsorpsi non-spesifik PTFE tergolong tinggi, terutama melalui interaksi hidrofobik.
Filter membran PTFE dibuat dengan cara penarikan selapis tipis massa polimer sehingga sebagian dari massa tersebut membentuk fibril, serabut yang sangat tipis. Namun, karena merupakan satu kesatuan utuh dan bukan tersusun dari tumpukan serabut, masalah pelepasan serabut tidak terjadi dari filter membran PTFE (Wikol et al, 2008, p. 622; Meltzer dan Jornitz, 2009, p. 39).
PVDF memiliki ketahanan fisik yang setara PTFE. Namun, ketahanan terhadap pelarut organik lebih rendah dari PTFE, dalam hal jenis. Lebih banyak jenis pelarut organik yang mampu melarutkan PVDF dibandingkan PTFE.
Rentang toleransi PVDF terhadap pH tidak selebar polisulfon. PVDF mampu menoleransi asam, tetapi terbatas hingga pH 11 untuk kondisi basa (Pearce, 2007).
Karena sifat hidrofobisitas yang tidak sekuat PTFE, pemakaian PVDF untuk filter udara lebih terbatas. Membran polimer ini lebih banyak digunakan untuk filtrasi cairan, termasuk yang berbasis air. Untuk bisa digunakan untuk filtrasi cairan berbasis air, hidrofilisitas permukaan membran perlu ditingkatkan. Modifikasi permukaan membran ini bisa secara fisika atau kimia. Pembagian kelompok metode tersebut tergantung pada ada tidaknya reaksi kimia selama proses modifikasi (Fang et al, 2013).
Modifikasi permukaan membran secara fisika, yang hanya mengandalkan adsorpsi, cenderung mudah melepas bahan pelapis ke dalam cairan yang melewati filter. Bahan yang diikat secara kimia (grafting) bersifat lebih stabil lebih, meskipun masih bisa terekstraksi dengan pelarut atau suhu tertentu (Jornitz dan Meltzer, 2001, p. 86).
Pada dasarnya, PVDF merupakan polimer yang stabil. Namun, adanya modifikasi untuk meningkatkan hidrofilisitas memberikan konsekuensi penurunan ketahanan membran secara keseluruhan, terutama terhadap bahan kimia. Penurunan ini terjadi karena bahan yang ditambahkan biasanya memiliki stabilitas di bawah PVDF (Reif, 2006). Oleh karena itu, informasi ketahanan suatu filter membran hidrofobik yang dimodifikasi perlu ditanyakan ke produsen, sebagai pemilik formula polimer.
fluoropolymers.jpg
PTFE wikol.jpg
Struktur kimia PTFE (kiri atas) dan PVDF (kanan atas); mikrograf SEM beberapa membran PTFE (bawah) (Wikol et al, 2008)
Polimer hidrokarbon atau poliolefin yang digunakan sebagai bahan filter membran mikropori adalah polipropilena (PP). Bahan dasar membran ini bersifat hidrofobik, tetapi masih bisa dimodifikasi menjadi lebih hidrofilik. Kompatibilitas yang baik terhadap sebagian besar pelarut, termasuk larutan asam dan basa, membuat PP memiliki rentang cakupan pemakaian yang luas. PP kurang tahan bahan pengoksidasi dan pelarut aromatik.
Radiasi menyebabkan degradasi otokatalitik. Namun, peruraian ini masih dapat dihambat dengan penambahan bahan yang mengurangi radikal bebas.
Meskipun titik lebur PP komersial umumnya berada dalam rentang 150-180°C, lebih baik bekerja dengan suhu maksimal antara 100-120°C, tergantung stres yang diberikan. Bahan biasanya mulai melunak pada suhu sekitar 80°C, sehingga kurang bisa disterilkan dengan uap panas (121-134°C).
PP dapat menyerap beberapa pelarut sehingga menyebabkan pengembangan matriks. Lebih lanjut, pengembangan ini berdampak pada perubahan struktur dan ukuran pori (Reif, 2006).
Referensi
Fang Y, Xu ZK, Wu J (2013) Surface Modification of Membranes. Dalam: Hoek EMV, Tarabara VV (Editor) Encyclopedia of Membrane Science and Technology. Hoboken: John Wiley & Sons
Jornitz MW, Meltzer TH (2001) Sterile Filtration: A Practical Approach. New York: Marcel Dekker
Jornitz MW, Meltzer TH (2010) Filters and Filtration. Dalam: Nema S, Ludwig JD (Editor) Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications, 3rd Ed. Vol. 2: Facility Design, Sterilization and Processing. New York: Informa Healthcare, pp. 297-333
Levy RV, Jornitz MW (2006) Types of filtration. Adv. Biochem. Engin./Biotechnol. 98: 1-26
Meltzer TH, Jornitz MW (2009) The Anatomy of a Pharmaceutical Filtration. Bethesda: PDA
Pearce G (2007) Introduction to membranes: Membrane selection. Filtr. Separat. 44(3): 35-37
Reif OW (2006) Microfiltation membranes: Characteristics and manufacturing. Adv. Biochem. Engin./Biotechnol. 98: 73-103
Wikol M, Hartmann B, Brendle J, Crane M, Beuscher U, Brake J, Shickel T (2008) Expanded Polytetrafluoroethylene Membranes and Their Applications. Dalam: Jornitz MW, Meltzer TH (Editor) Filtration and Purification in the Biopharmaceutical Industry, 2nd Ed. New York: Informa Healthcare, pp. 619-640


4 comments:

  1. Thanks for sharing such a nice blog !! We provides Syringe Filters at an affordable cost.

    ReplyDelete
  2. mohon rekomendasi untuk final filter baiknya menggunakan nylon, pvdf atau pes untuk sediaan cair.. terima kasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. mana yang terbaik tergantung sifat cairan produk dan interaksinya dengan filter https://syx-gf.blogspot.com/2017/09/interaksi-filter-dengan-aliran-cairan.html

      Delete
  3. ini gak bisa buat filter air ..?

    ReplyDelete