Saturday, 27 October 2018

Pedoman Perawatan Nepenthes untuk Pemula

Pemilihan jenis 

Yang pertama kali perlu diperhatikan dalam memilih jenis adalah ketinggian lokasi tumbuh habitat asal. Parameter yang paling terkait adalah suhu dan fluktuasi siang-malamnya. Tanpa fasilitas khusus, di area dataran rendah Surabaya dan Sidoarjo yang panas, nepenthes dari dataran tinggi kemungkinan kecil bisa bertahan hidup. Pedoman yang sangat bagus bisa dilihat di Nepenthes: the Interactive Guide.  

Setelah ketinggian yang sesuai, berikutnya yang perlu diperhatikan adalah kondisi lingkungan habitat asal. Kondisi tumbuh dapat optimal jika dapat menyesuaikan kondisi habitat, misalnya dari segi kelembapan media dan udara. Namun, habitat asli tidak selalu merupakan kondisi ideal. “Itu hanya merupakan kondisi yang terbukti mereka bisa survive. Bukan berarti kondisi terbaik yang bisa diberikan ke nepenthes,” kata Wewin Tjiasmanto, pecinta nepenthes senior dari Surabaya.

Nepenthes globosa, salah satu jenis nepenthes dataran rendah

Media 

Dari segi media, yang perlu diperhatikan adalah porositas, komposisi substrat, pH, dan tingkat kebasahan. Porositas tinggi adalah persyaratan utama. Media yang porus ditandai dengan air siraman yang cepat turun, tidak tergenang di permukaan media. 

Nepenthes dari habitat lahan gambut dapat hidup dalam kondisi media yang becek dan asam. Media untuk nepenthes hutan rawa gambut bisa menggunakan 100 persen organik, seperti sekam bakar, cocopeat, serasah daun, dan disertai dengan perendaman air dengan pH rendah. 

Nepenthes dari habitat berbeda menyukai media yang lembap, bahkan ada yang meminta segera mengering. Misalnya, nepenthes dari hutan kerangas tidak menyukai media yang basah dan bersifat asam. Media yang basah, misalnya karena adanya rendaman atau media yang terlalu menahan air, dalam jangka panjang dapat menimbulkan gejala menguning, layu, dan berujung kematian. 

Air siraman 

Parameter yang sering digunakan para hobiis untuk menilai kelayakan air adalah TDS, yang menggambarkan seberapa banyak bahan terlarut ada dalam air. Tanaman karnivora umumnya meminta air yang murni, artinya dengan nilai TDS serendah mungkin. 

Nepenthes, terutama dari dataran rendah, tidak terlalu rewel dengan air. Air PDAM dan air sumur masih bisa digunakan dengan hati-hati untuk menyiram nepenthes. Kualitas air antarmusim dan antarlokasi perlu diperhatikan. Di Malang, Fredi Kurniawan menggunakan air sumur untuk semua jenis tanaman karnivora yang dimilikinya, mencakup drosera, sarracenia, nepenthes, venus flytrap, dan pinguicula. Namun, air sumur di Bojonegoro dengan kandungan kalsium tinggi tidak memungkinkan untuk langsung digunakan menyiram tanaman karnivora. Abdul Ghofur sudah berhasil membunuh koleksi tanaman karnivoranya dengan air sumur Bojonegoro, dengan TDS di atas 2000 ppm. 

Air PDAM pun tidak kalah bermasalah. Di Pontianak, Yuping mengalami hal buruk dengan kadar garam tinggi dalam air PDAM yang digunakan untuk menyiram nepenthes. Waktu musim kemarau, debit air Sungai Kapuas menurun hingga air laut masuk ke sungai yang airnya digunakan sebagai bahan baku air PDAM. TDS dapat mencapai 2.000 ppm, bahkan di tahun 2015 mengukir rekor TDS 5.000 ppm. Akibatnya, sebagian nepenthes mati. Spesies seperti N. treubiana dan N. mirabilis menunjukkan gejala keracunan tetapi bisa pulih. Gejala keracunan, yang disebut salt-burn, diawali dengan tepi daun menguning dan kemudian mengering, meskipun tulang daun masih terlihat baik. Yuping merekomendasikan TDS air di bawah 100 ppm. “Nepe (dengan air) 200 ppm masih bisa tahan tapi (pertumbuhannya) kurang bagus aja,” katanya. 

Beberapa tanaman karnivora masih menoleransi tanah bergaram. Empat spesies nepenthes, yakni N. albomarginata, N. reinwardtiana, N. treubiana, dan N. mirabilis disebutkan dapat tumbuh di pesisir pantai (Adlassnig et al, 2005). 

Kandungan mineral yang tinggi dalam air PDAM dan air sumur dalam jangka panjang dapat mengubah sifat media karena terbentuk deposit mineral pada media. Akibatnya, sifat media dapat berubah dari segi porositas dan pH, sehingga bisa berpengaruh pada kesehatan tanaman. Kandungan mineral mikro, misalnya zat besi dan aluminium, yang tinggi menimbulkan keracunan seperti pinggir daun menjadi kering (marginal necrosis).
Peningkatan pH karena akumulasi kalsium dan magnesium dapat menyebabkan tanaman sulit menyerap unsur mikro sehingga daun berwarna kuning (chlorosis). Kandungan mineral yang tertinggal saat air menguap dari permukaan daun menyebabkan daun menjadi kusam.

Bagi yang menggunakan sistem misting, mineral dapat terdeposit dan menyebabkan kebuntuan nozzle. 

Intensitas sinar 

Wewin menyarankan, selama bisa memberikan kelembapan tinggi, sebaiknya nepenthes dipapar sinar matahari langsung. “Nanti tinggal mainkan saja yg kurang tahan full sun taruh di naungan nepe lain yg lebih kuat full sun,” pesannya. 

Hal itu didasarkan dari pengalaman dan pengamatan Wewin di habitat. Kebanyakan nepenthes bukan hidup di bahwa naungan melainkan di tempat terbuka. Biasanya di batas pepohonan dan daerah kosong, atau ada bukaan kanopi karena pohon tumbang. “Nepe-nepe yang kena cahaya itu lebih besar dibanding yang kena naungan,” kata Wewin.

Penjemuran dapat membuat daun menjadi memerah karena memicu pembentukan antosianin, yang diduga berperan untuk melindungi jaringan fotosintetik di dalam daun dari bahaya sinar kuat (Hatier dan Gould, 2009). Cahaya juga dapat berperan penting dalam pembentukan warna merah pada kantung, meskipun hal ini tidak mutlak karena pada kantung yang tersembunyi dari cahaya pun antosianin masih dapat terbentuk. Pada jenis tertentu, paparan sinar matahari justru dapat menyebabkan warna merah tidak terbentuk atau cepat memudar. Hal ini diduga karena sinar matahari seringkali diiringi dengan panas, yang menyebabkan peruraian antosianin.

Ukuran, kecepatan pertumbuhan, dan model pertunasan tanaman setelah dewasa perlu menjadi dipelajari, untuk menjadi bahan pertimbangan jarak tanam. Nepenthes yang memiliki ukuran daun besar seperti Nepenthes bicalcarata dan N. rafflesiana memerlukan ruang tanam yang lebar. Kantong semar yang cepat tinggi dan rimbun sebaiknya tidak ditanam berdekatan dengan nepenthes yang berkembang lambat. 

Kelembapan 

Selain intensitas sinar tinggi, Nepenthes umumnya meminta kelembapan tinggi untuk mau tumbuh optimal. “Kalau pernah ke hutan Kalimantan yang masih lebat, matahari terik tapi karena lembap sekali dari penguapan sampai nafas saja susah,” cerita Wewin. 

Efek kelembapan lingkungan yang kurang tinggi menyebabkan nepenthes berpikir ulang untuk berkantong karena potensi dehidrasi akibat kehilangan banyak air melalui kantong. Lebih parah lagi, beberapa spesies dapat mengalami penghitaman pada tunas dan ujung daun, hingga akhirnya dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, bahkan mati. 
Kelembapan tinggi harus disertai tingkat pencahayaan tinggi dan sirkulasi yang memadai untuk mencegah tumbuhnya jamur. 

Pemupukan 

Nepenthes dapat dipupuk dengan cara penyemprotan pada daun (foliar application), menggunakan pupuk lepas lambat pada media, atau melalui kantong. 

Dosis pupuk dalam larutan yang digunakan untuk penyemprotan daun adalah ¼ atau ½ dari dosis yang digunakan untuk tanaman lain. Bahan perekat pupuk 0,1 mL/L dapat ditambahkan untuk meningkatkan efektivitas pemupukan. 

Akar nepenthes juga dapat menyerap nutrisi dari media. Tanaman yang masih sangat muda tergantung sepenuhnya pada penyerapan nutrisi melalui akar, sampai mulai bisa membentuk kantung (Schulze et al, 1997). Pada nepenthes dewasa, sekitar 50-80% unsur N dipasok melalui kantong, sisanya berasal dari akar (Moran et al, 2001). Jika nepenthes tidak berkantung, pasokan nutrisi otomatis mengandalkan pengambilan dari media melalui akar. 
Meskipun demikian, pemupukan pada media disarankan menggunakan pupuk lepas lambat seperti Dekastar/Osmocote. Penyiraman larutan pupuk atau penaburan serbuk/pelet pupuk pada media berpotensi menimbulkan gejala keracunan. 

Pupuk yang dipilih sebaiknya memiliki nilai P lebih tinggi dibandingkan N. Pupuk dengan nilai N tinggi P rendah dapat menyebabkan daun baru besar tetapi kantung kecil.
Pemupukan dengan Dekastar/Osmocote tidak perlu terlalu banyak. Aliran hati-hati menggunakan 1 butir per inchi pot, sedangkan aliran nekat bisa menggunakan 5-10 butir per inchi pot. 

Nutrisi juga dapat diberikan melalui kantong. Pupuk atau makanan berprotein tinggi dimasukkan dalam bentuk kering atau berupa larutan encer. Namun, pemberian terlalu banyak atau larutan terlalu pekat dapat membuat kantong mengering. 

Kantung nepenthes bisa dibagi menjadi dua area, yakni area berlilin (waxy) di bagian atas dan area digesti di bagian bawah. Area digesti yang tampak berbintik merupakan tempat mangsa dicerna dan nutrisinya diserap. Pemberian cairan nutrisi hingga di atas area digesti ini dapat menyebabkan timbulnya bagian yang kering di area berlilin, berbentuk cincin melingkari kantung. 

Pemberian nutrisi tambahan berupa tepung serangga seperti tepung belatung lalat tentara hitam Hermetia illucens

Tanaman baru datang 

Nepenthes yang baru datang atau diganti medianya sebaiknya ditempatkan di lokasi yang terang, tetapi terhindar dari sinar matahari langsung dan tidak berangin kencang.

Biasanya kantong yang masih ada akan kehilangan airnya selama pengemasan dan pengiriman. Kantong-kantong ini biasanya tidak berusia panjang, akan segera menjadi kering. Jika ingin dipertahankan tetap awet, Hadi Susilo menyarankan kantong diisi penuh dengan air. Namun, pengisian air ini tidak direkomendasikan dalam kondisi biasa, justru sebaiknya dihindari, karena dapat mengganggu proses pencernaan dalam kantong. “(Pemberian air) bisa mengubah pH, mengencerkan enzim, or something like that…,” kata Hadi.

Tanaman baru sebaiknya tidak langsung dicampur bersama tanaman yang sudah ada, melainkan ditempatkan terpisah atau diisolasi selama 1-2 bulan. Pada masa isolasi ini, tanaman yang awalnya terlihat sehat, dapat menunjukkan hama atau penyakit yang dibawanya. Langkah isolasi diharapkan dapat mencegah penyebaran hama dan penyakit ke tanaman lain (Greyes, 2015).

Tanaman bisa menunjukkan gejala lemas, sebagai tanda kelembapan kurang dan terjadi dehidrasi. Jenis tertentu dapat menunjukkan gejala penghitaman dari ujung tunas dan/atau ujung daun. Penghitaman ini bisa berkembang meluas dan menyebabkan kematian tanaman jika tidak dihentikan. Untuk mengatasi atau mencegah masalah dehidrasi ini, tanaman dapat disungkup atau ditempatkan ke lokasi yang lebih lembap.

Penyungkupan dapat dilakukan dengan kantong plastik besar. Dalam jeda 2-3 minggu, kantong plastik tersebut diberi lubang ventilasi, yang secara bertahap ditambah atau diperlebar, hingga akhirnya kantong plastiknya bisa dilepas (Chiang, 2010).

Tanaman dapat dikatakan sudah beradaptasi jika berhasil menumbuhkan daun baru. Pada kondisi ini, tanaman sudah mulai dapat dijemur, dimulai pada pagi hari selama 2-3 jam. Intensitas dan durasi penjemuran yang ditingkatkan secara bertahap setiap 7-10 hari. Adaptasi dapat dinyatakan sepenuhnya berhasil jika tanaman sudah berkantung.

Referensi 

Adlassnig W, Peroutka M, Lambers H, Lichtscheidl IK (2005) The roots of carnivorous plants.Dalam: Lambers H, Colmer TD (Editor) Root Physiology: from Gene to Function. Dordecht: Springer, pp. 127-140 

Chiang CLP (2010) Growing Carnivorous Plants in the Tropics. Singapore: Celestial
Greyes N (2015) Cultivating Carnivorous Plants. CreateSpace Independent Publishing Platform

Hatier JHB, Gould KS (2009) Anthocyanin function in vegetative organs. Dalam: Gould K, Davies K, Winefield C (Editor) Anthocyanins: Biosynthesis, Functions, and Applications.New York: Springer, pp. 1-19 

Moran JA, Merbach MA, Livingston NJ, Clarke CM, Booth WE (2001) Termite prey specialization in the pitcher plant Nepenthes albomarginata – Evidence from stable isotope analysis. Annals of Botany 88(2): 307-311 

Pavlovic A, Singerova L, Demko V, Santrucek J, Hudak J (2010) Root nutrient uptake enhances photosynthetic assimilation in prey-deprived carnivorous pitcher plant Nepenthes talangensis. Photosynthetica 48(2): 227-233 

Schulze W, Schulze ED, Pate JS, Gillison AN (1997) The nitrogen supply from soils and insects during growth of the pitcher plants Nepenthes mirabilis, Cephalotus follicularis, and Darlingtonia californica. Oecologia 112(4): 464-471

Forum Tanaman Buas: Fertilizer http://tanamanbuas.proboards.com/thread/30/fertilizer

1 comment: