Hipoksia/anoksia adalah kondisi akar yang kekurangan dan, bahkan, tidak mendapat oksigen. Beragam bentuk gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat ditemui pada kantong semar yang menggunakan media dengan aerasi dan drainase buruk.
Akar mendapatkan oksigen dari udara yang ada di antara dan di dalam partikel media. Media berpartikel halus menyebabkan volume ruang udara antarpartikel ini menjadi berkurang. Imbasnya, jumlah oksigen yang bisa diperoleh akar pun semakin kecil.
Pada kondisi basah, air mengisi rongga-rongga udara. Difusi perpindahan oksigen melalui air 10.000 kali lebih lambat dibandingkan di udara (Jackson dan Colmer, 2005). Karena itu, adanya air diam di dalam media menurunkan kapasitas perpindahan gas media. Dengan pergerakan air yang kecil bahkan cenderung diam, oksigen yang sudah terambil akar akan sulit tergantikan yang baru. Oksigen menipis, tergantikan karbondioksida, metana, asam lemak atsiri, dan hormon gas seperti etilena dari metabolisme fermentasi (Dat et al, 2006).
Memang benar tanaman berfotosintesis menghasilkan oksigen sebagai hasil samping. Namun, tidak adanya sistem transportasi oksigen ke organ tidak berfotosintesis menyebabkan akar tetap akan mengalami hipoksia jika tidak mendapatkan oksigen dari luar (Loreti et al, 2016).
Gangguan dan kerusakan akar menimbulkan beragam gejala. Pucuk tanaman dapat mengering atau menghitam. Daun bisa mengalami epinasti, klorosis, nekrosis, dan layu meskipun media tidak kering. Kondisi tanaman yang melemah menyebabkan mudah terserang penyakit karena serangga dan mikroba patogen oportunis. Yang paling parah, infeksi jamur Phytophthora dan Phytium menimbulkan penyakit busuk akar yang dapat berujung kematian tanaman.
Jenis kantong semar tertentu, dari habitat rawa gambut, sudah beradaptasi dengan lingkungan yang tergenang. Jenis-jenis ini tentunya sudah memiliki sistem untuk mencegah hipoksia/anoksia, seperti adanya jaringan parenkim udara atau aerenkim pada akar.
Di tangan penghobi, ada kalanya tanaman berhasil beradaptasi menghadapi media yang selalu basah. Bentuk adaptasi bisa berupa pembentukan akar serabut (adventitious root) pada pangkal batang di dekat permukaan media atau mengembangkan perakaran dangkal hingga batas kedalaman oksigen masih bisa diperoleh dengan mudah.
Untuk mengatasi dan mencegah masalah hipoksia/anoksia akar, media yang memadat sebaiknya diganti dengan media yang lebih berpori. Media dijaga lembap, tidak basah terus-menerus, misalnya dengan mengurangi frekuensi dan intensitas penyiraman. Jika diperlukan, media diganti dengan jenis yang tidak banyak menyimpan air.
Sistem irigasi nampan seringkali digunakan penghobi. Seharusnya sistem ini hanya digunakan sebagai reservoir, untuk mengatasi kekurangan air yang dibutuhkan tanaman yang sudah tinggi karena keterbatasan kapasitas penampungan air media. Amannya, air sebaiknya tidak menggenang diam lebih dari dua hari. Air diberikan seperlunya, cukup untuk bisa dihabiskan tanaman dalam sehari. Pagi diisi, sore sudah habis atau tinggal tersisa sedikit.
Referensi:
Dat JF, Folzer H, Parent C, Badot PM, Capelli N (2006) Hypoxia Stress: Current Understanding and Perspective. Dalam: Teixeira da Silva JA (Editor) Floriculture, Ornamental and Plant Biotechnology: Advances and Topical Issues, Volume III. London: Global Science Books, pp. 183-193
Jackson MB, Colmer TD (2005) Response and adaptation by plants to flooding stress. Ann. Bot. 96: 501-505
Loreti E, van Veen H, Perata P (2016) Plant responses to flooding stress. Curr. Opin. In Plant Biol. 33: 64-71
No comments:
Post a Comment