Wednesday 11 May 2016

Sadiq Khan: Mengalahkan Isu Sektarian

Oleh PASCAL S BIN SAJU
Terpilihnya Sadiq Khan sebagai Wali Kota London, Inggris, Jumat (6/5) pekan lalu, adalah kejutan. Berasal dari etnis minoritas, imigran, dan Muslim, dia meraih kepercayaan sebagai pemimpin ibu kota Inggris. Sosoknya memberi inspirasi luas, bahwa isu-isu sektarian bisa dikalahkan.
Sadiq Khan
Sadiq Khan (Reuters/Jeff Overs)
Kemenangan historis Khan itu serta-merta menjadi trending topic media sosial dan berita daring (dalam jaringan) di berbagai belahan dunia. Obrolan tentang sosok itu terus bertengger di papan atas hingga Senin (9/5), hari pertama dia mulai bertugas sebagai wali kota.
Optimisme, pujian, harapan, sikap toleran, dan cerita inspiratif demokrasi menyambut Khan tidak saja di London, tetapi juga di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Berita kemenangannya sebagai wali kota Muslim pertama di ibu kota Inggris itu diangkat sebagai berita utama dan ulasan editorial di media-media besar dunia.
Ucapan selamat dari para politisi dunia untuk Khan juga mengalir melalui media sosial, seperti Twitter dan Facebook, atas kegigihannya berjuang. Di antara mereka ada Wali Kota New York Bill de Blasio yang berasal dari kelompok sayap kiri. Ia memuji Khan sebagai sosok inspiratif. Dia berharap bisa ”bekerja sama” dengan wali kota baru itu untuk masa depan yang lebih baik.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama juga ikut menyambut Khan. Proses pencalonan hingga Khan terpilih merupakan ”cerita inspiratif demokrasi, prestasi, dan toleransi”, kicau Basuki di akun Twitter- nya.
Majalah berita Jerman, Der Spiegel, menyebut kemenangan Khan sebagai kemenangan atas islamofobia. ”Pemilihan Khan menunjukkan London lebih liberal, pintar, dan toleran dibandingkan dengan kaum konservatif,” tulis media itu.
London merupakan salah satu pusat peradaban dunia, pusat keuangan, dan tujuan pariwisata yang ramai. Menjadi salah satu kota dengan penduduk terpadat di Eropa, sebagian besar warga London merupakan keturunan Britania, kemudian Irlandia, dan etnis lain. Ada juga beragam etnis lain di sini, seperti keturunan negara-negara Afrika, Timur Tengah, Tiongkok, India, Banglades, dan Pakistan.
Mayoritas warga kota ini beragama Kristiani. Sebagian kecil beragama lain, seperti Islam, Hindu, Buddha, Yahudi, atau Sikh. Dengan tradisi Kristen yang kuat, acara-acara penting di London banyak digelar di gereja atau katedral.
Kemenangan Khan kini memberi tanda bahwa isu sektarian dan rasial—yang sangat dominan menyerangnya selama masa kampanye pemilihan—sudah usang di era global yang tak lagi bersekat. Salah satunya, dia dituduh oleh pesaingnya terkait dengan ekstremisme. Padahal, Khan menolak radikalisme yang disebutnya sebagai ”kanker” dan berjanji menangkalnya sekuat tenaga.
Warga London kini rupanya telah belajar untuk membedakan mana pemimpin yang provokator, picik, rasial, dan sektarian, dan mana yang bukan. Dan, warga menilai Khan tidak termasuk golongan pemimpin yang seperti itu. Ia justru dinilai sebagai pemimpin yang solider, menjunjung tinggi keberagaman dan perbedaan, serta menghargai kelompok lain yang berbeda.
Khan jarang melemparkan pernyataan bernada provokatif dan rasial terhadap rival politiknya yang cenderung buas menebarkan politik divide et impera dan kebencian. Selama kampanye, serangan semacam itu sering dialamatkan kepada Khan oleh rival utamanya.
Serangan kubu Konservatif tentang Khan yang ekstrem akhirnya menguap. Hasil pemilihan menunjukkan, senator dari Tooting, London Selatan, itu memetik kemenangan 56,8 persen atau melesat 13,6 persen di atas rival utamanya, Tory Zac Goldsmith. Dia terpilih menjadi Wali Kota London sekaligus mengakhiri kekuasaan Partai Konservatif dari tangan Boris Johnson yang delapan tahun berkantor di Balai Kota London.
Warga ingin keluar dari aliran politik yang memecah belah, rasial, menghakimi, dan tak mau lagi terjebak pada sekat-sekat primordial yang sempit. Khan menarik keluar dan membebaskan mereka. ”Hari ini adalah kemenangan yang luar biasa karena harapan melampaui rasa takut, dan persatuan mengatasi perpecahan,” tulis Khan di Facebook, memberikan semangat kepada warga.
”Kemenangan ini bukan tentang saya. Ini tentang jutaan warga London yang kehidupannya bisa kita tingkatkan dengan membangun rumah yang terjangkau, pembekuan tarif, memulihkan pengaturan masyarakat, dan mengatasi polusi udara,” tegasnya.
Visi pro-rakyat
Dalam pidato pengambilan sumpah jabatannya, Sabtu (7/5), Khan menekankan 10 program prioritas untuk membangun kota megapolitan London, seperti perumahan murah bagi warga, penghapusan tarif angkutan publik, serta penanganan atas rawannya keamanan dan ketertiban masyarakat. Dia berjanji membangun transportasi umum yang layak dan menyediakan lapangan kerja baru bagi semua. Warga London dijanjikan tidak akan membayar sepeser pun tarif angkutan mulai tahun 2020.
Visi dan misinya yang pro-rakyat menjadi salah satu kunci kemenangan Khan. Kini ia ingin menepati janji-janji kampanyenya. ”Sekarang kerja keras dimulai. Mari kita membuat London menjadi lebih baik untuk semua Londoners,” kata Khan pada saat pengambilan sumpah jabatan di Katedral Southwark, London, Sabtu.
”Saya ingin setiap warga London mendapatkan kesempatan yang diberikan kota ini kepada saya dan keluarga saya. Kesempatan tidak hanya untuk bertahan hidup, tetapi untuk berkembang,” lanjutnya.
Khan menegaskan, dirinya ada untuk mewakili semua warga London dan untuk mengatasi ketimpangan di London. Sekarang kesempatan baginya untuk mulai memberi bukti.
Cita-citanya ialah membuat London kota yang lebih adil dan lebih toleran, terbuka, dapat diakses oleh semua, dan semua dapat hidup serta sejahtera bebas dari prasangka.
Dari keluarga migran
Khan tidak memiliki awal yang istimewa dalam hidupnya. Dia adalah anak kelima dari delapan saudara dari orangtua yang merupakan migran dari Pakistan. Ayahnya, Amanullah Khan, adalah sopir bus. Ibu, Sehrun, seorang penjahit.
Sejak usia dini, Khan menunjukkan tekad kuat untuk mengesampingkan kepentingan dirinya sendiri. Semasa mahasiswa, ia menyukai sepak bola, tinju, dan kriket. Ia penggemar berat klub Liverpool. Dia juga pernah belajar matematika dan sains.
Kemudian, Khan beralih ke studi hukum atas dorongan seorang guru yang mengatakan kepadanya, ”Kamu selalu berdebat.” Ia lalu menjadi pengacara di firma hukum Christian Fisher.
Dia menjadi anggota Partai Buruh sejak usia 15 tahun dengan haluan kiri lunak dan secara ideologis berpaham demokrasi sosial. Sebuah paham politik yang sering disebut sebagai kiri atau kiri moderat yang muncul pada akhir abad ke-19 berasal dari gerakan sosialisme. Sebelum menjadi Wali Kota London, Khan adalah Muslim pertama yang menjadi menteri dalam kabinet era Perdana Menteri Gordon Brown pada tahun 2008. (GUARDIAN/BBC/REUTERS/AFP)
Kompas, Kamis, 12 Mei 2016

No comments:

Post a Comment