Desa Guaeria di Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, adalah tempat di mana api rokok takkan pernah bisa menyala. Sebuah pulau yang penduduknya takkan pernah mengizinkan asap rokok melayang-layang di ruang udara mereka.
Ungkapan itu berlaku secara harfiah. Artinya, jika ada orang yang ingin mengisap rokok, yang bersangkutan mesti melakukannya di luar wilayah pulau itu. Entah harus buru-buru menuju kapal di perairan luar pulau itu ataupun segera berlayar menuju pulau terdekat.
Bupati Halmahera Barat periode 2016-2021, Danny Missy, pernah dua kali mengalaminya. Pertama, saat ia berkampanye di desa itu untuk merebut kursi bupati. Kedua, saat ia berkunjung setelah menjabat sebagai bupati.
”Waktu saya masih calon bupati, di sini dilarang merokok. Saya akhirnya baru bisa merokok setelah bergeser ke kapal. Namun, setelah (terpilih) jadi bupati pun (saya) tetap dilarang (merokok),” ujar Danny saat dijumpai di Jailolo, Senin (24/7).
Larangan merokok di Desa Guaeria berlaku relatif kuat. Ditegakkan tanpa pandang bulu.
Sekretaris Desa Guaeria Ferdinan Ollo menyebutkan, larangan tersebut kini sedang dalam proses formalisasi berupa peraturan desa. Jika dipandang tidak bertentangan dengan aturan di atasnya, hukum itu pun segera disahihkan. ”Jadi, sekalipun presiden atau siapa pun juga, tidak boleh merokok di sini,” ujarnya.
Bahkan, penduduk desa itu pun, imbuh Ferdinan, jika membandel, akan diminta meninggalkan desa. Batas toleransi pelanggaran sebanyak tiga kali. Selama masa itu, tiga kali teguran bakal diberikan. Puncaknya sanksi pengusiran.
Ajaran gereja
Selain rokok, minuman keras juga dilarang. ”Kenapa kami tidak mengonsumsi rokok ataupun minuman keras? Karena kami di sini kerja sama dengan (pengurus) gereja,” kata Yehezkiel Bangunang (37), Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Cenderawasih Babua, di Desa Guaeria.
Desa Guaeria, Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara, Selasa (25/7). Desa ini menerapkan peraturan larangan merokok bagi siapa pun, baik warga setempat maupun pengunjung. (Kompas/Heru Sri Kumoro)
Pemerintah Desa Guaeria, Pokdarwis Cenderawasih Babua, dan pihak gereja bersepakat tentang larangan tersebut. Kesepakatan itu terjadi pada 2014.
Gereja yang dimaksud Yehezkiel adalah Gereja Kalvari Pentakosta Missi di Indonesia jemaat Betlehem, Guaeria. Kata Ferdinan, gereja yang sudah memulai misinya pada 1960-an sejak desa itu ada di lokasi lain dari pulau sekarang tersebut berperan besar dalam mengubah kebiasaan warga.
Ferdinan menyebutkan, ajaran gereja yang dianut sebagian besar penduduk itu salah satunya berisikan hukum terkait dengan kesehatan. ”Berkaitan dengan hukum, agar jangan merusak tubuh, karena tubuh itu adalah rumah ibadah. Adapun gedung gereja hanya memfasilitasi (untuk beribadah),” ujar Ferdinan.
Sekalipun tidak secara eksplisit melarang praktik merokok, hal itu ditafsirkan sebagai perilaku merusak tubuh. Pesan itulah yang kemudian disampaikan kepada 328 jiwa penduduk setempat.
Jika awalnya sekitar 40 persen penduduk desa tersebut adalah perokok, kini tinggal 5 persen yang masih memiliki kebiasaan tersebut. ”Tidak terbuka di depan umum,” ujar Ferdinan ihwal perilaku merokok sebagian kecil warga itu.
Ikus Malikere adalah salah seorang warga yang berhenti merokok setelah didera sesak napas dan atas anjuran dokter serta belakangan diperkuat dengan kesepakatan larangan tersebut. Yonarti Werini (40), putri tertua Ikus dari enam bersaudara, menyebutkan, ayahnya berhenti merokok 20 tahun lalu.
Desa wisata
Kesepakatan larangan merokok dan minum minuman keras itu terkait pula dengan konsep desa wisata. Desa Guaeria bersama dengan sembilan desa wisata lainnya, yakni Tuada, Bobo, Bobanehena, Guaemaadu, Gamtala, Lako Akediri, Ropu Tengah Balu, Akilamo, dan Gamlamo, termasuk ke dalam 10 desa sadar wisata di Halmahera Barat.
Wisatawan asal Belanda, Perancis, dan China cukup antusias berkunjung ke sana. Jumlahnya mencapai 25 orang per bulan. Sebagian terlihat pada Selasa (25/7) tatkala sejumlah pengunjung asal Belanda hilir mudik bersama sejumlah bocah setempat.
Selain karena diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat, ancang-ancang untuk turut dalam konsep desa wisata memang sudah dimiliki sejak relatif lama. Adalah Festival Teluk Jailolo sejak 2009 yang meyakinkan mereka bahwa kunjungan wisata dapat menambah penghasilan warga sebagai nelayan yang kerap tak menentu karena sangat tergantung dari kondisi cuaca.
Upaya penyadaran itu merangsek jauh. Sebagian di antaranya mencakup berhentinya kebiasaan sebagian warga, yang mayoritas bekerja sebagai nelayan, dalam melakukan praktik pengeboman tatkala mencari ikan.
Sejauh ini, praktik pengeboman itu berhenti. Padahal, sebelumnya tidak kurang tiga orang tewas, yang kali terakhir terjadi pada 2013, tatkala melakukan pengeboman ikan.
Larangan merokok berjalan seiring dengan larangan mengebom ikan. (FRN/INK/ICH)
Kompas, Minggu, 27 Agustus 2017
No comments:
Post a Comment