Sunday, 17 May 2015

Pak Dul: Biarkan Saya Menambal Jalan

Oleh DODY WISNU PRIBADI dan AGNES SWETTA PANDIA
Abdul Syukur alias Pak Dul (65) yang berprofesi sebagai penarik becak bisa dikatakan memenuhi sosok yang disebut sebagai day to day hero atau pahlawan sehari-hari. Ini jenis pahlawan yang tidak menumpahkan darah, tidak menyumbang pemikiran besar atau uang banyak, tetapi telah berkorban. Warga Surabaya, Jawa Timur, ini namanya menjadi perbincangan di media sosial.
04b9979e1c9544d8b5de1d747753c383.jpg
Abdul Syukur alias Pak Dul (Kompas/Dody Wisnu Pribadi)
Seperti kebiasaan Himan Utomo (28), tenaga pemasaran produk kecantikan, rutin menjemput istrinya yang bekerja sebagai sales promotion girl (SPG) di pusat perbelanjaan ITC, Jalan Gembong, Surabaya. Menjemput istri dilakukan Himan setiap malam pada hari kerja, sekira pukul 22.00.
Hanya ketika Minggu (10/5) malam, Himan makin tertegun. Ia melihat seorang penarik becak tua untuk kesekian kalinya berhenti di tengah jalan yang sudah sepi, lalu menurunkan bongkahan jalan aspal satu becak penuh.
Penarik becak ini pun lalu memasukkan bongkahan jalan beraspal ke lubang-lubang jalan. Himan dengan rasa ingin tahunya pun bercakap dengan Pak Dul atau di kalangan penarik becak yang mangkal di depan ITC disebut Pak Wek atau Pak Tuwek, karena memang sudah renta. Pak Dul mengaku sudah menambal jalan berlubang dengan bongkahan aspal hampir 10 tahun terakhir.
Pak Dul melakukannya selalu saat tengah malam karena menunggu jalanan sepi. Penarik becak lain, Basuki (50-an), menyatakan bahwa dia orang ikhlas.
“Tidak hanya menambal jalan, Pak Dul juga akan berhenti dari becaknya kalau melihat aneka bahaya yang ditemui tidak sengaja. Misalnya, ada besi papan reklame yang tidak dipotong rapi sehingga besinya mencuat tajam. Pak Dul yang selalu membawa palu di becaknya langsung menumpulkan bagian besi yang tajam agar tidak membahayakan,” kata Basuki.
Yono, juga penarik becak, mengutarakan, Pak Dul bukan sekadar menguruk jalan berlubang dengan bongkahan aspal yang diambil dari tempat lain (dari mana ya?). Pak Dul juga menghancurkan dulu bongkahan besar menjadi kecil sebesar kerikil. Ia lalu menatanya agar aspal di bagian bawah dan batu yang licin di bagian atas. Dia melakukan seperti layaknya pegawai Dinas Pekerjaan Umum,” kisah Yono, kagum.
Pak Dul yang ditemui di rumahnya yang kecil dan sempit, 40 meter persegi, dan dihuni bersama dua anaknya di Jalan Tambak Segaran, Surabaya, melakukan kegiatannya menambal jalan tanpa pamrih apa-apa.
“Saya tidak dibayar siapa-siapa, tidak minta apa-apa. Saya cuma kasihan kalau sampai ada orang bersepeda atau pengemudi becak yang terjatuh kejeglong (roda masuk lubang jalan). Pikir saya, sebelum mencelakakan orang lebih baik saya tambal,” kata Pak Dul, yang sehari-hari jika ramai bisa dapat Rp 60.000 dari menarik becak.
Pak Dul menambal jalan tanpa pamrih. Ia juga tidak memprotes pemerintah yang seharusnya paling bertanggung jawab pada kerusakan jalan. Pak Dul hanya melakukan apa yang menurut dia dapat mencegah orang terkena celaka.
Lho, mumpung kulo sik sanggup nambal, kulo tambal (Mumpung saya masih kuat menambal, ya saya tambal),” katanya, dengan logat suroboyoan sambil beberapa kali dikerubungi cucu-cucunya.
Juragan becak
Pak Dul pernah menjadi juragan becak pada masa mudanya. Ia pernah punya 27 becak pada 1980-an. Namun ia menjalankan bisnis dengan cara yang “aneh”. Sementara juragan becak yang lain menarik setoran harian Rp 5.000, Pak Dul hanya meminta setoran harian Rp 2.500
Alasannya, kasihan kepada penarik becak yang menyewa kalau menarik becak tidak mendapat uang. Karena itu, setoran dibuat ringan. Kalau penarik becak dibebani setoran tinggi, terkadang mereka pulang tanpa membawa uang. Hal itu yang membuat Pak Dul memberlakukan setoran yang rendah meskipun ia dimusuhi sesama juragan becak karena dianggap mematikan pasaran.
Ketika itu, seorang penarik becak bernama Wagiman merasa berterima kasih. Wagiman lalu menawarkan supaya Pak Dul menikahi anaknya. Wagiman mengutarakan penawaran itu melalui pengemudi becak lain.
“Ya kalau saya dikasih istri mau. Waktu itu saya masih perjaka,” kata Pak Dul, disusul tertawa terbahak-bahak di depan anak-anaknya. Pak Dul kini sudah memiliki tujuh cucu. Ketika ditemui, anak-anaknya tengah berkumpul karena kini rumahnya semakin kerap didatangi wartawan. Setahun lalu, istrinya meninggal.
Namun, becaknya kemudian dijual satu per satu untuk biaya sekolah enam anaknya. Saat ini tinggal satu becak dan masih dipakai sehari-hari, termasuk kadang mengangkut bongkahan aspal hingga 700 kilogram.
Kerja keras tanpa pamrih menambal jalan yang dilakukan Pak Dul itulah yang kemudian menarik perhatian Himan. Tulisan dan foto Himan di media sosial Facebook Himan Utomo tentang kisah Pak Dul menambal jalan bertahun-tahun menimbulkan kehebohan. Sampai dengan Jumat (15/5), atau hanya lima hari sejak diunggah, sudah 12.000 orang yang berbagi foto dan kisah itu.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada Kamis (14/5) mengirim camat dan lurah setempat menjemput dan mengajak Pak Dul ke kediaman Wali Kota untuk berbincang-bincang.
Risma memberinya uang saku dan menawarkan pekerjaan mandor kerja di Dinas PU. Pak Dul menolak tawaran pekerjaan dan menyatakan ingin tetap menarik becak. “Bu Risma ngguyu. Wonge lak keras a, tapi apik dekne yo gelem resik-resik saluran, podo aku,” kata ayah enam anak, yang memang rajin membersihkan saluran air di lingkungannya agar tidak ada genangan pas musim hujan. Bahkan Risma, katanya, tertawa hingga menangis saat bertemu dengan Pak Dul didampingi anak sulungnya, Yuni.1
Pak Dul mengisahkan pula, saat enam anaknya ia ajak naik becak ke Pantai Kenjeran untuk berekreasi, ia bertemu dengan seorang ibu yang kebingungan menemukan jalan, lalu memaksa Pak Dul mengantar dengan becak. Bahkan di tengah tanggung jawabnya menjaga anak, Pak Dul tak bisa membiarkan orang kesulitan dan ingin menolongnya.
“Anak-anak saya tinggal di Kenjeran. Si ibu itu ternyata salah alamat, saya harus mengantar ke tempat yang lebih jauh. Saya buru-buru kembali ke pantai setelah berjam-jam, anak-anak sudah menunggu (Pak Dul memeragakan tangan mereka memeluk lutut karena kedinginan sehabis mandi di laut). Untung tidak digondol wewe… Ha-haha,” tawa Pak Dul berderai diiringi tamu-tamunya.
Semenjak posting-­an Himan di Facebook tentang kisah Pak Dul, jalan di depan ITC dan di persilangan sebidang rel dan Jalan Gembong ke arah Stasiun Semut langsung diaspal mulus, tentu oleh Dinas Pekerjaan Umum Surabaya.
Pak Dul dengan jiwa relawannya dan Hima dengan jiwa relawan media sosialnya memenuhi contoh sempurna tentang “pahlawan sehari-hari” itu.
“Apalagi cita-cita Pak Dul?” tanya Kompas. “Saya kepingin bertemu Pak Jokowi. Dia itu orang baik. Apa sampean bisa menghubungkan?” Pak Dul balik meminta dan pendengarnya lagi-lagi tertawa-tawa.
Ia juga sempat menitipkan pesan agar Risma segera menambal satu lokasi di Jalan Gembong Tebasan yang sudah lama rusak karena sangat membahayakan pengendara dan rombong (gerobak). Permintaan Pak Dul pun langsung direspons dan kini sudah mulus.
Pada Jumat lalu, Pak Dul bersama anaknya juga ke rumah Himan sekadar bertandang. “Semoga terang benderangnya lampu panggung tidak mengganggu pandangan Pak Dul di perjalanan di jalan yang lurus itu,” tulis Dianti Idris di dinding Facebook Himan Utomo.
Kompas, Minggu, 17 Mei 2015
1) Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, menawarkan program bedah rumah dan pekerjaan sebagai mandor proyek perbaikan jalan di Dinas PU Kota Surabaya. "Ayah saya mengaku ikhlas dan tidak berharap imbalan apa pun, karena itu dia menolak," kata Suwarni, putri kelima Mbah Dul. (Kompas.com)

No comments:

Post a Comment