Oleh: M CLARA WESTI
Baru-baru ini, seorang penumpang pesawat udara secara iseng memberi tahu awak pesawat Lion Air dari Batam, Kepulauan Riau, menuju Cengkareng, Jakarta, bahwa tas yang dibawa berisi bom. Maksudnya memang bercanda. Namun, penumpang itu tidak mengerti bahwa bahan candaan itu mengandung makna lain jika diucapkan di dunia penerbangan.
Di dalam dunia penerbangan, keselamatan dan keamanan adalah sebuah mandatori atau keharusan yang tidak bisa ditawar. Apa pun yang dianggap bisa membahayakan keselamatan penerbangan, hal itu harus diberikan perhatian penuh. Oleh karena itu, ketika penumpang itu mengatakan dirinya membawa bom, walaupun hanya iseng, petugas penerbangan harus memeriksa secara teliti.
Semua penumpang dikeluarkan lagi dari pesawat. Semua barang yang dibawa harus diperiksa satu per satu, dan barang atau tas yang sudah masuk ke bagasi juga harus diteliti ulang. Jika barang atau tas itu sudah masuk ke bagasi pesawat, barang atau tas harus dikeluarkan dari bagasi dan dibawa ke dalam terminal untuk diperiksa ulang. Bisa dibayangkan waktu yang dihabiskan untuk memeriksa semua barang dan para penumpang itu. Sudah jelas, penerbangan akan terlambat. Dan, apabila penerbangan itu terkoneksi dengan penerbangan berikutnya di bandara lain, akan banyak penerbangan yang terlambat. Penumpang pun akan menunggu lama di bandara.
Parahnya lagi, penumpang yang mengucapkan secara iseng bahwa tasnya berisi bom tidak hanya sekali. Sudah tiga orang berturut-turut melakukan hal yang sama di tempat berbeda dan maskapai berbeda hanya dalam tempo tidak sampai satu bulan. Keisengan yang merugikan ini justru secara sengaja diulang oleh para penumpang.
Perilaku penumpang di dalam pesawat memang harus dibenahi. Informasi mengenai apa yang boleh dan apa yang tidak harus terus disosialisasikan. Contohnya, larangan menggunakan telepon genggam saat pesawat akan lepas landas atau mendarat. Walaupun sudah berulang kali disosialisasikan, baik saat akan berangkat maupun akan mendarat, tetap saja ada penumpang yang mengaktifkan telepon genggam. Kepentingannya, hanya ingin memberi tahu keluarga atau penjemput bahwa dia sudah tiba. Seolah-olah informasi itu harus disampaikan segera dan tidak bisa ditunda.
Perilaku yang merugikan adalah membuka pintu darurat secara paksa. Sebuah maskapai penerbangan akan rugi miliaran rupiah jika pintu darurat itu dibuka dengan sengaja. Pasalnya, karet yang otomatis akan keluar dari pintu pesawat itu harus diperbaiki oleh tenaga ahli dan mesin khusus dari pabrik pesawat. Itu artinya, pesawat tidak bisa digunakan selama pintu darurat itu belum diperbaiki. Pemasukan maskapai pun berkurang.
Hal yang sama terjadi pada jaket keselamatan yang ada di pesawat. Jaket itu tidak boleh diambil, digelembungkan, atau dicuri, karena jaket itu termasuk barang no go item. Artinya, jika tidak ada barang itu atau jumlahnya tidak lengkap, pesawat tidak boleh berangkat. Jaket yang sudah digelembungkan tidak bisa langsung disimpan karena ada tabung khusus yang berisi gas yang harus diisi kembali.
Perilaku lain yang dilarang adalah membuat keributan sehingga mengganggu penerbangan, seperti bertengkar dengan penumpang lain atau mengganggu awak pesawat.
Dalam dunia penerbangan internasional, perilaku seperti ini bisa membuat penumpang itu diturunkan dan dimasukkan ke dalam daftar hitam sehingga tidak boleh naik pesawat lagi. Melihat perilaku penumpang semakin memprihatinkan, sudah waktunya sosialisasi digencarkan. Hukuman diterapkan dengan tegas. Dengan demikian, penumpang mengetahu risiko dari perbuatannya.
Kompas, Sabtu, 9 Mei 2015
No comments:
Post a Comment