Wednesday 30 December 2015

Penegakan Hukum Lemah

Lolosnya Bumi Mekar Hijau dari Gugatan Jadi Preseden Buruk
PALEMBANG, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (30/12), menolak gugatan pemerintah Rp 7,9 triliun atas PT Bumi Mekar Hijau terkait kebakaran lahan seluas 20.000 hektar pada 2014. Alasannya, tergugat tidak melanggar hukum meski di persidangan diakui ada kebakaran di konsesi perkebunan akasia itu.
Aksi teatrikal yang digelar sejumlah aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan di depan Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (30/12). Aksi itu menggambarkan kesengsaraan rakyat saat bencana kebakaran hutan dan lahan terjadi.
Aksi teatrikal yang digelar sejumlah aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan di depan Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (30/12). Aksi itu menggambarkan kesengsaraan rakyat saat bencana kebakaran hutan dan lahan terjadi. (Kompas/Rhama Purna Jati)
"Menimbang bahwa karena tergugat tak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, penggugat (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) berada di pihak yang kalah," kata Parlas Nababan, ketua majelis hakim, saat memimpin sidang yang disesaki para aktivis, jurnalis, rombongan penggugat, dan penggugat. Sejumlah aktivis Walhi Sumsel menggelar aksi teatrikal di depan PN Palembang.
Parlas menyatakan, gugatan penggugat ditolak seluruhnya. Atas putusan itu, kuasa hukum Kementerian LHK, Nasrullah Abdullah, menyatakan banding.
parlas.jpg
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Palembang Parlas Nababan.(Antara/Nova Wahyudi)
Dalam gugatan, pemerintah menyatakan BMH tak punya sarana pencegahan dan pemadaman api memadai sehingga lahan terbakar 20.000 hektar. Bahkan, menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, luas kebakaran lebih dari 60.000 hektar.
Fakta kebakaran dan minimnya kelengkapan persyaratan dibuktikan saat hakim menggelar sidang pemeriksaan lapangan, 1-2 Desember 2015, di konsesi BMH, Distrik Simpang Tiga dan Distrik Sungai Beyuku, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Hakim menjumpai lokasi kebakaran ditumbuhi akasia untuk bahan baku pulp.
Percaya dengan saksi ahli dari BMH, majelis hakim yakin kebakaran itu tak merusak tanah. Itu karena tanah bisa ditumbuhi akasia. Keasaman sifat tanah gambut ternetralkan oleh abu bakaran.
Para hakim yang tak bersertifikat lingkungan menilai alasan Kementerian LHK, yaitu kebakaran membunuh mikroorganisme atau genetika yang hidup di tanah atau rawa gambut, tak punya cukup dasar dan bukti. Demikian pula penilaian hakim atas pelepasan karbon akibat kebakaran tersebut.
"Karena tergugat tak melakukan perbuatan yang didalilkan penggugat, tak perlu menilai ganti rugi perkara a quo," kata Parlas, didampingi anggotanya, Eliwarti dan Kartijo. Pemerintah diganjar biaya perkara Rp 10.251.000.
Kuasa hukum BMH, Maurice JR, menyatakan puas atas putusan. Ia menilai majelis hakim obyektif dan dalil dari Kementerian LHK tak berdasar. Gugatan perusahaan sengaja membuka lahan dengan membakar tak disertai kesaksian dan alat bukti kuat.
Mengabaikan dampak
Menteri LHK Siti Nurbaya, dalam siaran pers, menghormati putusan pengadilan serta menghargai pertimbangan para hakim dan pihak yang terlibat dalam pencarian keadilan. "Namun, penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, khususnya terkait pembakaran lahan dan hutan, terus dilakukan," ujarnya.
Setelah sidang, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian LHK Rasio Ridho Sani menyatakan, hakim tak mempertimbangkan akibat kebakaran hutan dan lahan bagi warga. "Saat sidang lapangan, hakim melihat kebakaran di konsesi BMH pada 2015. Jadi, perusahaan lalai karena tak punya alat pencegahan dan pemadaman kebakaran memadai," ujarnya.
Pihaknya akan melanjutkan proses hukum lain kepada BMH, selain banding perdata dan pembekuan izin lingkungan BMH. Ia tak menjelaskan proses hukum yang dimaksud. Pihaknya akan mempelajari putusan hakim sebagai bahan banding. "Kami melindungi hak konstitusi warga atas lingkungan sehat," ujarnya.
Rasio menyayangkan hakim tak pertimbangkan yurisprudensi kasus serupa di area perkebunan sawit PT Kallista Alam di Aceh. Mahkamah Agung mengabulkan gugatan pemerintah Rp 366 miliar atas Kallista Alam.
Direktur Walhi Sumatera Selatan Hadi Jatmiko mengatakan putusan PN Palembang atas BMH jadi preseden buruk bagi penegakan hukum lingkungan. Sementara Penghubung Komisi Yudisial di Sumatera Selatan, Zaimah Husin, mendorong agar sidang lingkungan dipimpin hakim bersertifikat lingkungan.
Pihak BMH punya izin Hutan Tanaman Industri 250.370 hektar di Ogan Komering Ilir. Pemasok bahan baku pulp bagi grup APP Sinar Mas itu digugat ganti rugi Rp 2,7 triliun dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5,2 triliun.(ICH/RAM)
Kompas, Kamis, 31 Desember 2015


(www.memecomic.id)

No comments:

Post a Comment