Kualitas keberagamaan dan moralitas seseorang tidak bisa diraih tanpa dilandasi kesadaran dan kebebasan dalam menentukan tindakannya. Al Quran menegaskan, tak ada paksaan dalam beragama. Ketulusan dan keikhlasan beragama akan hilang jika dilakukan di bawah ancaman dan paksaan.
Dalam jargon keagamaan, hidup ini ibadah, semuanya tertuju hanya pada Allah. Namun, implementasi dan konsekuensi mengabdi pada Allah adalah juga mencintai dan melayani manusia. Jadi, siapa yang ingin dekat kepada Tuhan haruslah hatinya juga dekat dengan manusia. Siapa yang ingin bersih di hadapan Tuhan haruslah bersih di hadapan manusia.
Itulah sebabnya Al Quran secara tegas mengkritik, orang yang rajin melakukan ritual keagamaan, tetapi kalau tidak peduli terhadap agenda perbaikan sosial, seperti menyantuni orang miskin dan anak yatim, mereka dianggap mendustakan agama. Pura-pura beragama.
Komaruddin Hidayat
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Agama dan Instrumen Negara
Kompas, 18 Agustus 2012
Dua ribu tahun yang lalu seorang Yahudi muda dengan tegas mengkritik tindakan alim ulama dan organisasi keagamaan Yahudi yang selalu membuat pencitraan dengan ibadahnya. Ibadah hanya menjadi topeng kemunafikan, untuk menutupi kekeroposan moral dan koruptif.
ReplyDeleteApakah gereja akan kembali melakukan kesalahan yang sama? Seorang yang menjadi pengurus gereja bisa sekaligus menjadi biang gosip di lingkungan perumahannya? Seorang pemimpin pujian sekaligus pendendam dan penuh amarah di lingkungan kerjanya? Gereja bukanlah tempat untuk orang suci. Gereja adalah rumah bagi orang berdosa yang mengaku dosa dan ingin dibentuk untuk memiliki karakter yang sama dengan Kristus. Tetapi jangan jadikan gereja rumah bagi orang munafik.