Tuesday, 3 December 2013

Saat Keluarga Melawan Korupsi…

Oleh HARYO DAMARDONO
“Kamu menyesal tidak ketika saya tidak jadi bupati tidak korupsi?” tanya Basuki Tjahaja Purnama, Wakil Gubernur DKI Jakarta, kepada istrinya, Veronica S Tan. Ketika melihat istrinya segera menggelengkan kepala, Basuki pun membatin, “Saya tidak salah menikah (dengan Veronica S Tan)”.
181554220130930-140357780x390.JPG
Basuki Tjahaja Purnama (Kompas/Kurnia Sari Aziza)
Beberapa tahun lalu, keluarga Basuki pernah hanya mempunyai satu mobil. Mobil itu untuk mengantar Basuki beraktivitas, juga antar-jemput anak-anak Basuki ke sekolah.
Namun, kemacetan di Jakarta sering kali menyulitkan sopir Basuki tiba di sekolah tepat waktu. Akibatnya, istri dan anak Basuki kadang pulang naik bajaj. “Anak-anak saya sih langsung teriak hore naik bajaj. Tetapi, terkadang saya kepikiran istri naik bajaj meski untungnya dia tak keberatan,” ujar Basuki.
“Jadi, keluarga penting untuk proses (antikorupsi) seperti ini,” tegas Basuki, Kamis (31/10), saat memberikan sambutan dalam Malam Penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award (BHACA) 2013 di Jakarta.
Basuki meraih BHACA 2013 bersama Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Nur Pamudji.
Ketika menjabat Bupati Belitung Timur (2005-2006) kata Basuki, peluang korupsi atau sekadar gratifikasi terbuka lebar. Selembar kertas izin tambang dapat bernilai Rp 1 miliar-Rp 2 miliar. Dari perkebunan kelapa sawit, mungkin saja dia dapat bagian 10 persen. Namun, Basuki menolak tegas gratifikasi. “Miskin saja belagu,” ujar Basuki, menirukan ucapan seorang investor Malaysia kepadanya.
Minimnya tabungan membuat Basuki menghadapi dilema ketika mundur dari anggota DPR untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 2012. “Di DPR sebenarnya nyaman. Tiap bulan dapat gaji Rp 60 juta, ditambah uang siding, reses, dapat Rp 100 jutalah,” ujarnya.
Veronica pernah mengingatkan Basuki terkait kondisi keuangan keluarga. “Kamu enggak mikir, ya? Anak kita tiga, bagaimana bayar sekolahnya?” tutur Basuki, menirukan protes istrinya. Namun, ketika itu, Veronica tetap menghormati dan mendukung langkah Basuki untuk maju di Pilkada DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo.
Mobil mewah
Hidup sederhana apa adanya ditekankan Basuki kepada keluarganya. Namun, tidak berarti dia tidak punya ketertarikan pada barang mewah. Basuki mengaku senang mobil mewah walau tak tertarik membelinya.
“Tetapi saya lebih beruntung daripada Bung Hatta yang hanya dapat menggunting iklan sepatu Bally. Saya hidup di zaman ada Youtube, jadi dapat menikmati mobil dari segala sisi. Nonton dari Youtube seolah-olah naik mobil beneran,” cerita Basuki.
Ketika masih bermukin di Bangka Belitung, Basuki mengaku juga pernah menggunting lembaran iklan mobil untuk sekadar dilihat. Saat hijrah ke Jakarta, dia pun merasa lebih beruntung karena dapat langsung “cuci mata” di pameran otomotif.
“Waktu itu coba-coba (Toyota) Land Cruiser, duduk di dalamnya, pegang setir, senang sekali. Eh, baru sadar, bukannya mobil dinas saya Land Cruiser, ya? Sampai lupa karena biasanya naik-turun berkali-kali, begitu saja,” ujar Basuki, disambut tawa para tamu BHACA 2013.
Hidup sederhana juga diterapkan Nur Pamudji. Nur juga menegaskan, penobatan dirinya menjadi salah satu tokoh antikorupsi tak lepas dari pengaruh keluarga. “Terima kasih karena sudah mau hidup sederhana,” ujar Nur kepada istri dan anaknya yang hadir di penganugerahan BHACA 2013.
Perlawanan terhadap korupsi memang ada baiknya dimulai dari keluarga. Internalisasi nilai antikorupsi harus terus dikerjakan semua anggota keluarga.
Indonesia memang telah meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Antikorupsi tahun 2003. Telah pula ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption.
Dalam konvensi itu, ada konsep bagus: illicit enrichment atau kekayaan yang tidak wajar. Konsep itu dapat dijalankan dengan menerapkan pembuktian terbalik atas kekayaan pejabat publik yang mencurigakan. Kegagalan menjelaskan asal-usul harta dapat menyebabkan harta itu disita negara.
Sangat disayangkan, konsep ini tidak dijalankan maksimal. Di sinilah peran keluarga untuk menyelisik dan mempertanyakan ketika keluarga itu bergaya hidup lebih mewah daripada pendapatan yang diterima. Curiga dan bawel adalah harga yang seharusnya dibayar daripada salah satu anggota keluarga dibui.
Memberdayakan keluarga untuk mengatasi korupsi jadi satu langkah logis ketika negara kerap tak serius melawan korupsi.
Andai Indonesia serius menangani korupsi, dapat meniru Jepang yang menerapkan pajak tinggi atas warisan sehingga ahli waris hanya menerima 30-40 persen dari harta yang ditinggalkan orangtuannya.
Jika regulasi itu diterapkan di Indonesia, kiranya akan menurunkan animo siapa pun untuk menumpuk harta kekayaan atas nama jaminan bagi anak cucu selama tujuh turunan.
Perlawanan melawan korupsi memang harus dilakukan dari segala sisi. “Jika kita tak korupsi, burung garuda Indonesia akan mengalahkan burung elang Amerika,” kata Basuki, menutup sambutannya. Sepakat.
Kompas, Minggu, 3 November 2013

No comments:

Post a Comment