Tuesday, 1 March 2016

Gerhana dan Gangguan Mata

Oleh REFERANO AGUSTIAWAN
Gerhana matahari adalah suatu keadaan di mana Bulan terletak persis di antara Bumi dan Matahari. Seperti diketahui, negara kita cukup "beruntung" akan mengalami lagi gerhana matahari.
Tidak semua negara dapat melihat fenomena alam luar biasa ini. Bagi mereka yang besar tahun 1980-an, bulan depan adalah kesempatan kedua dan mungkin terakhir melihat ini mengingat siklus gerhana matahari total (GMT) sekitar 25 tahun sekali.
Ada banyak mitos tentang gerhana, tetapi tidak ada yang lebih memprihatinkan dari peristiwa GMT yang melintasi Pulau Jawa, Sabtu, 11 Juni 1983, ketika pemerintah memaksa rakyat berdiam dalam rumah dengan alasan cahaya gerhana matahari bisa membutakan mata. Betulkah?
Anatomi dan fungsi mata
Mata terdiri dari kelopak mata, kornea (lapisan terluar bola mata), iris (selaput pelangi), pupil (anak mata), lensa, dan retina (saraf mata). Manusia dapat melihat obyek apabila ada cahaya masuk melewati kornea, diteruskan ke pupil, difokuskan oleh lensa, dan diterima retina.
Retina adalah lapisan paling dalam yang berfungsi menerima cahaya dan mengantarkannya ke otak. Cahaya diolah sehingga membentuk bayangan. Retina bekerja seperti film di kamera. Zaman dulu, kalau kita  membuka kamera yang masih terisi film di daerah terbuka, film akan terbakar dan tidak bisa dicetak. Retina kita pun akan "terbakar" jika terlalu banyak terpapar sinar.
Retina adalah bagian mata yang paling penting. Selama retina sehat, kita dapat mengoperasi untuk memperbaiki bagian mata lain yang rusak untuk menyelamatkan penglihatan. Sebaliknya, apabila retina rusak, walaupun bagian mata yang lain masih baik, penglihatan kita tidak akan normal lagi.
Mata tidak bisa menerima cahaya yang berlebihan. Jika ada sinar berlebihan, mata akan menyipit. Kelopak mata akan turun untuk mengurangi sinar yang masuk. Mekanisme selanjutnya, iris kita akan berkontraksi sehingga pupil mengecil. Ini juga mereduksi sinar yang masuk.
Retina terdiri dari miliaran sel-sel yang sensitif sinar, yang memungkinkan kita bisa melihat warna, bentuk, dan lain sebagainya. Namun, jika sinar (matahari) masuk berlebihan, retina akan mengeluarkan zat kimia yang dapat merusak sel-sel saraf di retina. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutaan permanen. Kerusakan mata akibat sinar matahari disebut solar retinopathy.
Solar retinopathy terjadi apabila kita menatap matahari dengan mata telanjang dan dalam waktu lama. Kondisi ini menimbulkan kerusakan retina yang parah tanpa rasa nyeri sehingga pada beberapa kasus penderita tidak menyadarinya.
Saat gerhana, Bumi "kehilangan" sinar matahari sementara. Namun, pada dasarnya sinar matahari saat biasa tidak berbeda dengan sinar matahari saat gerhana. Panjang gelombang sinar ultra violet yang masuk ke Bumi dan mata kita tidak berubah.
Sinar ultraviolet
Apakah sinar matahari aman buat mata kita? Sinar matahari mengemisikan beberapa jenis sinar sesuai panjang gelombangnya. Sinar ultraviolet (panjang gelombang 100-400 nm), visible light (panjang gelombang 400-700 nm), dan infrared (> 700 nm). Mata kita hanya bisa menangkap sinar dengan panjang gelombang 400-700 nm. Sinar infrared hanya bisa kita rasakan sebagai sensasi panas/hangat, sedangkan sinar ultraviolet tidak dapat dilihat manusia.
Sinar ultraviolet (UV) ada tiga tipe, yaitu UV A (A kepanjangan dari aging). UV A dapat masuk ke kulit bagian dalam dan menjadi faktor risiko penuaan dini, katarak, dan degenerasi retina.
Tipe kedua adalah UVB (B kepanjangan dari burning). Radiasi UV B lebih kuat dari UVA. UVB lebih banyak mengenai kulit bagian luar, pencetus kulit terbakar dan kanker kulit.
Tipe UV C, adalah tipe yang paling berbahaya, yang untungnya tidak dapat mencapai permukaan bumi karena sudah terserap oleh atmosfer.
Level ultraviolet dipengaruhi letak geografis, ketinggian, dan waktu. Daerah tropis dekat khatulistiwa adalah daerah dengan level ultraviolet tertinggi. Makin tinggi lokasi, makin tinggi pula level ultraviolet. Level ultraviolet paling tinggi pada pukul 10.00-14.00. Awan tidak memengaruhi level sinar ultraviolet. Walaupun mendung, risiko akibat ultraviolet tetap tinggi.
Meski demikian, kasus kerusakan retina (solar retinopathy) sangat jarang karena jarang sekali ada orang yang secara sadar menatap sinar matahari berlama-lama. Pada beberapa kasus, orang dalam pengaruh narkotika dapat terkena solar retinopathy karena dalam keadaan tidak sadar menatap sinar matahari langsung.
Sinar matahari memang berbahaya. Namun, tubuh kita punya mekanisme melindungi mata dengan menyempitkan kelopak mata dan mengecilkan pupil mata. Mekanisme perlindungan ini tidak bekerja jika kita berada di daerah dengan sinar kurang.
Saat gerhana matahari total, sinar matahari tertutup bulan. Saat kita menatap fenomena itu, mata akan bereaksi seperti melihat dalam kondisi gelap/redup.  Kelopak mata membuka dan pupil melebar. Saat Bulan bergeser dan Matahari mendadak bersinar lagi, mata kita dalam kondisi pertahanan yang kurang. Kalau tidak hati-hati, dapat menyebabkan solar retinopathy.
Oleh karena itu, menyaksikan gerhana matahari ada tipsnya. Gunakan alat yang dilengkapi filter ultraviolet menjelang dan sesaat sesudah gerhana matahari total. Pastikan alat bisa memproteksi panjang gelombang 100-400nm. Tidak perlu menggunakan filter saat gerhana matahari total. Segera temui dokter mata apabila ada keluhan mata pasca gerhana matahari.
Selamat menikmati fenomena alam yang luar biasa ini.
REFERANO AGUSTIAWAN
Retina Service, RS Mata Jakarta Eye Center
Kompas, Rabu, 2 Maret 2016
Sinar Surya Perusak Mata
Sebagai fenomena alam biasa tetapi langka, gerhana matahari total 9 Maret 2016 yang terlihat di beberapa daerah di Indonesia menjadi fenomena yang sayang dilewatkan. Terlebih lagi, wilayah daratan yang bisa menyaksikan gerhana nanti hanya Indonesia. Namun, sebagian warga masih takut menyaksikan karena khawatir mata rusak atau mengalami kebutaan setelah melihat gerhana.
Trauma pelarangan menyaksikan gerhana matahari total (GMT) 11 Juni 1983 yang terjadi di tengah Jawa, selatan Sulawesi, tenggara Maluku, dan selatan Papua sepertinya masih membekas di ingatan masyarakat. Saat itu, warga dipaksa tinggal di rumah, menutup semua lubang dan kaca yang memungkinkan sinar matahari menerobos rumah, serta bersembunyi di kolong meja dan tempat tidur. Larangan itu dikeluarkan agar warga terhindar dari kebutaan akibat terkena sinar matahari yang tergerhanai.
Jajak pendapat Litbang Kompas yang diselenggarakan 8-9 Februari 2016 pada 574 responden berusia minimal 17 tahun lewat telepon rumah menunjukkan 60,1 persen responden setuju pelarangan melihat gerhana karena bisa merusak penglihatan. Bahkan, jika pemerintah melarang melihat gerhana 9 Maret nanti, ada 71,4 persen responden akan mematuhinya.
Hasil jajak pendapat itu mengejutkan mengingat hanya 56,4 persen responden yang tahu terjadi GMT 1983. Apalagi pemilik telepon rumah identik dengan kelompok menengah atas yang terdidik. Itu menunjukkan minimnya informasi tentang gerhana yang dimiliki masyarakat, termasuk cara mengamati gerhana yang aman.
Dokter subspesialis retina mata di Rumah Sakit Mata Jakarta Eye Center Kedoya, Jakarta, Referano Agustiawan, Kamis (25/2), menyatakan, secara prinsip, tak ada beda antara menyaksikan matahari pada kondisi normal sehari-hari dan melihat matahari saat gerhana, baik total maupun sebagian. "Keduanya berbahaya, bisa merusak mata. Karena itu, tak disarankan melihat langsung matahari, apalagi dalam waktu lama," katanya.
Pada hari biasa, amat jarang orang menatap matahari dalam waktu lama, seperti orang tak sadar karena pengaruh obat, pasien gangguan jiwa. Saat gerhana, warga justru ingin melihat matahari langsung. Gerhana matahari tetap bisa dinikmati tanpa mengorbankan kesehatan mata.
Retina
Mata manusia terbagi atas kelopak mata, kornea (lapisan terluar bola mata), iris (selaput pelangi), pupil (anak mata), lensa mata, dan retina (saraf mata). Manusia bisa melihat obyek apabila ada cahaya melewati kornea, diteruskan ke pupil, difokuskan lensa, dan diterima retina.
Sinar matahari berlebih yang ditangkap mata bisa merusak retina. Retina ialah lapisan terdalam di mata, berfungsi menerima cahaya dan mengantarkan ke otak untuk diolah agar membentuk bayangan atau citra.
Ibarat kamera analog, retina bekerja seperti film. Jika kita membuka kamera berisi film di tempat terbuka, film terbakar dan tak bisa dicetak. Retina mata pun terbakar jika terlalu banyak terpapar sinar matahari.
Retina ialah bagian mata terpenting. Apabila ada bagian mata lain rusak, operasi perbaikan penglihatan bisa dilakukan selama retina sehat. Sebaliknya, jika retina rusak meski bagian mata lain baik, penglihatan seseorang tak akan bisa jadi kembali normal.
Di retina, miliaran sel sensitif pada cahaya. Sel-sel itu membuat manusia bisa melihat warna dan bentuk benda. Jika sinar matahari masuk berlebihan ke retina, retina mengeluarkan zat kimia bersifat toksik yang merusak pusat retina mata atau makula.
"Kerusakan retina mata akibat menatap langsung sinar matahari dengan mata telanjang dalam waktu lama disebut solar retinopathy. Itu bisa memicu kebutaan permanen," kata Referano. Kerusakan akibat melihat matahari saat gerhana disebut solar eclipse retinopathy.
Kerusakan retina yang parah itu tak menimbulkan nyeri atau sakit karena retina tak punya saraf. Akibatnya, penderita tak sadar retinanya rusak. Gejala solar retinopathy adalah ada titik hitam pada pandangan mata.
Cahaya matahari yang merusak retina adalah sinar ultraviolet tipe B (UVB). Selain retina, UVB memicu kulit bagian luar terbakar dan kanker kulit. Makin rendah posisi lintang suatu daerah dan kian tinggi dari permukaan laut, paparan sinar UV lebih tinggi. Paparan tertinggi terjadi pukul 10.00-14.00. Meski mendung, risiko sinar UV tetap tinggi.


content
92e5849e43cc49fa8cb6ab8f7d02c7d1.gif
f5b9569aa6bc404bb10c8fb6fe26399e.gif
Dokter spesialis mata konsultan di Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, Iwan Sovani dkk, dalam artikel "Gerhana Matahari dan Penglihatan Anda" menyebut masalah penglihatan akibat solar eclipse retinopathy ada satu hari sampai sebulan setelah melihat gerhana.
Gejalanya antara lain penglihatan buram dan muncul skotoma atau bayangan hitam menutupi pandangan. Selain itu, bisa terjadi metamorphopsia atau melihat garis lurus jadi bengkok dan benda jadi lebih besar atau kecil. Tanda lain ialah gangguan penglihatan warna, silau, dan sakit kepala.
Keluhan umumnya di kedua mata. Di mayoritas kasus, tajam penglihatan kembali normal dalam beberapa bulan. Sejumlah pasien mengalami kerusakan permanen berupa tajam penglihatan turun dan skotoma menetap.
Reaksi mata
Referano menambahkan, mata manusia tak bisa menerima cahaya berlebih. Saat cahaya terlalu menyilaukan, mata menyipit dan kelopak mata turun untuk mengurangi sinar yang masuk mata. Lalu, iris akan berkontraksi sehingga pupil mengecil untuk mereduksi sinar masuk ke retina.
Saat totalitas gerhana, sinar matahari tertutup sepenuhnya oleh piringan bulan, maka mata bereaksi seperti saat melihat dalam gelap. Kelopak mata membuka dan pupil melebar untuk menangkap cahaya sebanyak mungkin.
Hanya saat totalitas gerhana itu, ketika korona matahari tampak, mata bisa menatap matahari tanpa filter pengurang intensitas cahaya matahari. Pemakaian filter membuat korona tak terlihat. Korona hanya tampak saat gerhana matahari total dan kecerlangannya amat lemah sehingga aman ditatap langsung mata.
Namun, fase totalitas gerhana nanti di sejumlah tempat di Indonesia hanya 1,5-3 menit. Saat totalitas gerhana berakhir, sinar matahari bersinar terang kembali, pupil mata cenderung tetap terbuka lebar sehingga rentan menimbulkan solar retinopathy.
Pergeseran piringan bulan setelah fase totalitas gerhana terjadi perlahan, tak mendadak. Namun, perubahan cepat dalam hitungan detik itu kurang disadari pengamat yang terpesona melihat matahari. "Jadi, bukan gerhananya yang membahayakan mata, tetapi intensitas tinggi sinar matahari bisa merusak retina," ujarnya.
Kacamata gerhana
Meski melihat langsung matahari berbahaya bagi mata, gerhana matahari bisa dinikmati lebih aman dengan alat atau cara tertentu. Selain kacamata gerhana penyaring sinar UV, pemakaian kamera atau teropong dilengkapi filter khusus bisa dilakukan.
Namun, harus dipastikan jenis dan kemampuan kacamata menyaring UV. Penggunaan kacamata hitam sembarangan yang tak bisa menyaring sinar UV berbahaya karena pupil mata membesar akibat pandangan gelap dari kacamata. Konsekuensinya, paparan sinar UV ke retina kian besar.
Sementara Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menganjurkan warga yang akan melihat gerhana matahari agar memakai kacamata anti-UV. Pada sebagian orang, kerusakan makula akibat paparan sinar matahari tinggi dan lama bisa dipulihkan. Pada sebagian lain, kerusakan menetap. "Kemampuan pemulihan makula tergantung usia dan lama paparan matahari," katanya.
Meski demikian, menurut Referano, jarang ada kebutaan akibat solar retinopathy, hanya 1-2 kasus per tahun. Selain karena jumlah penderita terbatas, amat jarang orang sengaja menatap lama matahari. (ADH/MZW)

Kompas, Rabu, 2 Maret 2016

No comments:

Post a Comment