MABA, KOMPAS — - Gerhana matahari menyambangi seluruh bumi Indonesia, Rabu (9/3). Sebagian kecil daerah bisa menyaksikan gerhana matahari total, dan lainnya hanya melihat gerhana matahari sebagian. Kemarin, kemeriahan dan antusiasme warga menunjukkan gerhana tidak lagi menakutkan, tetapi sebuah perayaan bersama.
Fase gerhana matahari total di Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (9/3). (Kompas/Yuniadhi Agung)
Rasa ingin tahu warga serta gerhana yang hanya berlangsung sesaat setelah Matahari terbit membuat warga mulai bersiap menyaksikan gerhana sejak pagi buta. Meski tanpa bekal peralatan yang memadai, warga memadati tempat-tempat terbaik untuk mengamati gerhana.
Kagum, haru, terpesona, bercampur aduk menjadi satu. Warga menjadi saksi atas kuasa alam. Dari pagi nan terang, menjadi gelap meski untuk sesaat, kemudian terang kembali seperti sedia kala. Sungguh fenomena alam yang sangat langka.
Meski demikian, tak semua daerah yang dilintasi gerhana matahari total (GMT), warga bisa menikmati fenomena alam itu. Mendung, bahkan hujan, menghalangi keinginan warga untuk menikmati proses terjadinya GMT. Bukan hanya warga, melainkan sejumlah peneliti yang datang dari sejumlah negara juga harus menelan kekecewaan.
Apa pun hasilnya, gerhana matahari kali ini menjadi perayaan bagi bangsa Indonesia. Jika pada gerhana matahari 11 Juni 1983 warga dipaksa mengurung diri di rumah karena ancaman kebutaan, kini warga bebas menyaksikan fenomena alam langka itu.
Tak hanya itu, berbagai festival, syukuran, dan aneka perayaan lain juga digelar. Di hampir semua daerah terdengar gema takbir dari masjid untuk mengajak umat melakukan shalat gerhana.
Pagai sampai Maba
Proses GMT kemarin dimulai dengan gerhana matahari sebagian (GMS). Peristiwa yang dipicu tertutupnya sebagian permukaan Bumi oleh bayang-bayang luar atau penumbra Bulan itu pertama kali menyentuh wilayah Indonesia di Kepulauan Pagai, Sumatera Barat. Awal gerhana mulai sekitar pukul 06.20, tetapi baru bisa diamati warga pukul 07.00 WIB karena cuaca mendung.
Selanjutnya, 1 jam 18 menit kemudian, GMT terjadi. Pagai menjadi daerah pertama dilalui bayang-bayang inti atau umbra Bulan hingga menimbulkan suasana gelap gulita 1 menit 53 detik. Sesaat, kepulauan di timur Samudra Hindia itu diliputi kegelapan. Meski langit berawan, sekitar matahari jernih hingga korona matahari tampak jelas.
Seiring rotasi Bumi dan pergerakan Bulan dari barat ke timur, daerah bayang-bayang luar dan inti Bulan itu bergerak ke timur Indonesia. Menyusuri Sumatera bagian selatan, Kepulauan Bangka Belitung, membelah Kalimantan, menembus Sulawesi Tengah, hingga menjangkau utara Kepulauan Maluku.
Maba, di timur Pulau Halmahera, menjadi daratan Indonesia paling timur dilintasi gerhana. Adapun GMT di daerah itu terjadi pukul 09.53 WIT selama 3 menit 20 detik, terlama bisa disaksikan di Indonesia dan daratan Bumi bagi gerhana kali ini, tetapi awan tebal membuat korona matahari saat fase total gerhana hanya bisa disaksikan sesaat sembari berselubung awan.
Warga antusias
Di sejumlah daerah, warga antusias menyaksikan GMT. Puluhan ribu orang, termasuk 1.157 turis asing, memadati pesisir timur Ternate. Sejumlah masjid menggelar shalat gerhana. "Dulu saat gerhana, warga dilarang melihat gerhana. Ternyata, gerhana total amat indah," ujar Saleh Ibrahim, warga Desa Togafo, bersama istri dan 5 anaknya.
Di Palembang, sejak dini hari ribuan orang memadati Jembatan Ampera untuk menyaksikan GMT, tetapi GMT tak tampak utuh karena awan dan asap pabrik menutupi matahari. Warga bersorak ketika matahari muncul. Namun, saat GMT, awan menutup Matahari. Viktor Metz, wisatawan asal Austria, mengaku kecewa karena cuaca dan asap pabrik menjadi kendala mengamati gerhana di kota itu.
Di Palu, sekitar 2.000 warga dari sejumlah daerah dan mancanegara antusias menyaksikan GMT. Mereka memadati tepi Teluk Palu sekitar pukul 06.00 Wita, dan memanjang 3 kilometer dari sekitar jembatan di Sungai Palu sampai kawasan tambak garam di Kecamatan Palu Timur.
Fenomena gerhana matahari total menjadi perhatian seluruh masyarakat Indonesia. Tak terkecuali pemimpin negeri ini. Presiden Joko Widodo menikmati gerhana matahari di halaman Istana Kepresidenan, sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Fenomena alam ini bahkan ikut mendongkrak roda perekomonian di Indonesia. Diprediksi, nilai ekonomi dari peristiwa ini mencapai Rp 600 miliar.
Sementara di Balikpapan, ribuan warga memadati Pantai Manggar untuk menyaksikan GMT. Saat awal gerhana, warga bersorak-sorai, dan kian riuh saat matahari sabit terbentuk. Puncaknya, saat GMT, warga bersorak, bertepuk tangan, dan memukul-mukul botol minuman. Mayoritas warga memakai kaca las, bahkan menggunakan klise foto, kacamata hitam, kaca helm, dan label botol minuman kemasan.
Sodiq, warga Samarinda, misalnya, memakai foto rontgen untuk mengamati Matahari. "Tak mendapat kacamata khusus, yang penting lihat matahari di bagian rontgen warna hitam," tuturnya.
Di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dan Pontianak, Kalimantan Barat, GMT tak bisa diamati penuh karena tertutup awan. Sementara di Belitung, warga bersorak menyaksikan GMT meski awan beberapa kali menghalangi pandangan ke Matahari.
Dari Pagai hingga Maba, area bayang-bayang umbra Bulan membentuk jalur GMT 3.200 kilometer. Proses GMT di Indonesia 38 menit 5 detik. Dari semua proses gerhana, sejak GMS di Pagai hingga GMS berakhir di Maba, gerhana melintasi Indonesia 3 jam 2 menit 47 detik.
Bayang-bayang Bulan lalu melintasi Samudra Pasifik dan berakhir di satu titik di 1.800 kilometer timur laut Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat. Puncak GMT terlama di Samudra Pasifik di Federasi Mikronesia, 560 kilometer tenggara Guam, selama 4 menit 9 detik.
Gerhana sebagian
Warga di sejumlah daerah yang mengalami GMS antusias menyaksikan fenomena alam itu. Ribuan orang, misalnya, berkumpul di Planetarium dan Observatorium Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, untuk menyaksikan GMS. Pengelola menyediakan 4.700 kacamata gerhana, 8 teleskop, dan siaran langsung GMT di Indonesia.
Fenomena gerhana matahari parsial terlihat melalui sekeping kaca di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Rabu (9/3/2016). (Kompas/Ferganata Indra Riatmoko)
Proses GMS disaksikan warga di sejumlah daerah, antara lain di Yogyakarta, Bandung, Mataram, Lampung, Surabaya, Malang, Bandung, Solo, Purwokerto, Magelang, Jayapura, dan Serang. Selain mengamati proses gerhana, warga juga menjalankan shalat gerhana. GMT akan kembali melintasi Indonesia pada 2023 di Papua. (TIM KOMPAS)
Kompas, Kamis, 10 Maret 2016
No comments:
Post a Comment